Larangan Menyebarkan Kebohongan Dalam Perspektif Islam

Larangan Menyebarkan Kebohongan Dalam Perspektif Islam
Oleh Gito Waluyo
Pada era digital, ketika arus
informasi demikian mudahnya, seringkali tanpa berfikir panjang kita langsung
menyebarkan semua informasi dan informasi yang kita terima yang berhubungan dengan sikap
fanatik kita tanpa terlebih dahulu meneliti kebenarannya.
Kita dengan sangat mudah
menyebarkan informasi tersebut, entah melalui facebook, atau media yang
lainnya. Akibatnya, muncul berbagai macam kondisi yang tidak baik, seperti
kerusakan, kekacauan, fitnah, provokasi, ketakutan, atau kebingungan di
masyarakat akibat penyebaran informasi yang tidak diteliti dahulu kebenarannya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam dengan tegas mengatakan tentang balasan bagi pendusta dalam islam,
“Cukuplah seseorang dikatakan sebagai pendusta apabila dia mengatakan semua
yang didengar.” (HR. Muslim no.7).
Janganlah kita tergesa gesa
menyebarkan informasi tersebut, karena sikap seperti ini hanyalah berasal dari
setan.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda tentang mencari ketenangan dalam islam, “Ketenangan
datangnya dari Allah, sedangkan tergesa gesa datangnya dari setan.” (HR. Al
Baihaqi dalam As Sunan Al Kubra 10/104 dan Abu Ya’la dalam Musnad nya 3/1054)
Pengertian Kebohongan (Hoax)
Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia sehubungan dengan media sosial menurut islam, ‘hoaks’ adalah
‘informasi hoax.’ Dalam Oxford English dictionary, ‘hoax’ didefinisikan sebagai
‘malicious deception’ atau ‘kebohongan yang dibuat
dengan tujuan jahat’. Sayangnya, banyak yang sebenarnya mendefinisikan ‘hoax’
sebagai ‘informasi yang tidak saya sukai’.
Dalam kehidupan sehari hari,
kita sering mendengar desas desus yang tidak jelas asal usulnya. Kadang dari
suatu peristiwa kecil, tetapi dalam pemberitaannya, peristiwa itu begitu besar
atau sebaliknya. Terkadang juga berita itu menyangkut kehormatan seorang
muslim. Bahkan tidak jarang, sebuah rumah tangga menjadi retak, hanya karena
sebuah berita yang belum tentu benar.
Bagaimanakah sikap kita
terhadap berita yang bersumber dari orang yang belum kita ketahui kejujurannya?
‘Hoax’ atau ‘fake news’ bukan sesuatu yang baru, konon Nabi Adam adalah korban
hoax pertama sehingga harus turun ke bumi. Sebelum zaman internet, ‘hoax’
bahkan lebih berbahaya dari sekarang karena sulit untuk diverifikasi.
Periksalah
Kebenaran sebuah Informasi dengan Cermat
Allah Ta’ala pun memerintahkan
kepada kita untuk memeriksa suatu informasi terlebih dahulu karena belum tentu
semua informasi itu benar dan valid. Allah Ta’ala berfirman yang artinya, “Wahai orang orang
yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu informasi, maka
periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu
kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas
perbuatanmu itu.” (QS. Al Hujuraat [49]: 6).
Allah Ta’ala memerintahkan
kita untuk memeriksa suatu informasi dengan teliti, yaitu mencari bukti bukti
kebenaran informasi tersebut. Hal ini bisa dilakukan dengan menelusuri sumber
informasi, atau bertanya kepada orang yang lebih mengetahui hal itu.
Oleh karena itu, sungguh saat
ini kita sangat perlu memperhatikan ayat ini. Suatu zaman di mana kita mudah
untuk menshare suatu link informasi, entah informasi dari status facebook
teman, entah informasi online, dan sejenisnya, lebih lebih jika informasi
tersebut berkaitan dengan kehormatan saudara muslim atau informasi yang
menyangkut kepentingan masyarakat secara luas.
Betapa sering kita jumpai,
suatu informasi yang dengan cepat menjadi viral di media sosial, dibagikan oleh ribuan
netizen, namun belakangan diketahui bahwa informasi tersebut tidak benar.
Sayangnya, klarifikasi atas informasi yang salah tersebut justru sepi dari
klairifikasi informan.
Waspada Terjerat UU ITE
Pengaruh medis sosial (Medsos)
ini tak hanya berada di kalangan milenial saja. Nyatanya siapapun biaa
menikmatinya dengan mudah. Mulai dari yang muda hingga yang tua, mau dari yang
orang dewasa sampai yang memiliki jabatan. Namun, agaknya penggunaan medsos ini
telah menyimpang dari fungsinya. Mengingat, laman ini tak lagi digunakan
sebagai media untuk bertegur sapa, diskusi serta berkomunikasi dengan siapapun,
dimanapun. Termasuk teman, sanak famili juga orang-orang yang memiliki
kepentingan dengan orang lainnya.
Berpindah dari tanya kabar,
kini fungsi media sosial malah menjadi
ajang pamer juga beradu argumen. Padahal kenyataanya, kita tak tahu siapa yang
menjadi lawan bicara kita, bukan? Jika sudah begini, dinding-dinding media
sosial akan penuh dengan konten negatif yang sangat mengganggu. Berangkat dari
adu argumen, kalimat bernada negatif banyak menyeret penggunanya ke ranah
hukum, bahkan, tak pandang bulu. Termasuk pejabat, elit politik juga aparat
keamanan.
Semenjak pemberlakuan
Undang-undang (UU) Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) tahun 2008,
tercatat banyak kasus pelanggaran UU ITE yang bermunculan di Indonesia. Hukum
ini juga tak pandang bulu, karena akan menyeret siapapun pelaku pelanggaran
terhadap UU ITE.
Bagi siapa saja, khususnya
generasi muda agar tidak mudah terprovokasi akan berita yang beredar. Terlebih
di era post truth, yang merupakan pascakebenaran seperti ini, sehingga
tidak mudah terpengaruh oleh informasi yang belum diketahui kebenarannya.
Jika pengguna medsos ini dengan
istilah kekinian "baper" atau terbawa perasaan. Termasuk jangan mudah
tersulut emosi, mengingat ketikan jari kita di media sosial bisa menjadi
bumerang yang membahayakan. Internet ini layaknya pisau
dengan mata dua. Di satu sisi bisa mengeratkan persatuan, namun sisi lainya
bisa saja memecah kesatuan kita dalam berbangsa dan bernegara.
Tantangan bermedia sosial
seperti penyebaran hoaks, penipuan, radikalisme pornografi, perundungan, pelanggaran
HKI, SARA, prostitusi,
serta ujaran kebencian merupakan ancaman dari internet ini. Sehingga
penggunaannya harus didasari sikap yang bijaksana. Apalagi di era internet ini
peranan media sosial menjadi semakin krusial, sebab hampir semua orang
mempunyai gawai atau gadget sebagai
alat komunikasi.
Oleh karena itu, diharapkan kepada masyarakat agar
tidak langsung membagikan segala informasi yang diterima di gadget
tersebut. Jangan hanya karena berniat ingin seru-seruan atau lucu-lucuan,
malah akhirnya menyeret
penggunanya terbelit masalah hukum. Selain itu menjadi lebih cerdas dalam
menggunakan media sosial ini juga dirasa
penting. Yakni, sebelum memberikan komentar suatu berita ada baiknya kita baca,
tanyakan, serta cek juga pastikan kebenarannya. Sehingga akan terhindar dari
hal-hal berujung hukum yang merugikan diri sendiri.