MENCARI SOLUSI REGENERASI WAYANG GARING (Diskusi Girang ke-13)

MENCARI SOLUSI
REGENERASI WAYANG GARING
Serang - Tahukah
bila Banten punya wayang khasnya sendiri? Bukan wayang golek atau wayang kulit
Jawa. Tapi, wayang garing. Kenapa garing? Karena wayang yang terbuat dari kulit
itu hanya dipertunjukan oleh seorang dalang, tanpa pesinden dan pemain gamelan.
Dalam diskusi daring Seri Diskusi
Girang ke-13 yang diselenggarakan oleh Laboratorium Banten Girang bekerja sama
dengan Dinas Perpustakaan dan Kearsiapan Provinsi Banten, Ikatan Pustakawan
Indonesia, dan biem.co yang bertajuk "Wayang Girang dan Problem
Pewarisannya", Peneliti Muda Kantor Bahasa Banten, Nur Seha, menjelaskan
bila pada zaman Kesultanan Banten, wayang kulit sudah ada dan mendapat subsidi
dari kesultanan. Fungsinya selain menyebarkan agama islam, juga dalam lakonnya
menceritakan perjalanan para sultan. Hanya saja, peperangan melawan Belanda
membuat eksistensi wayang kulit meredup dikarenakan hilangnya subsidi untuk
kehidupan grup wayang kulit.
Saat ini, praktisi wayang garing
hanya menyisakan seorang saja yaitu Kajali (73 tahun). Keahlian lelaki yang
berasal dari Desa Mandaya, Kecamatan Carenang, Kabupaten Serang ini bermula
pada tahun 1963 saat uwaknya, Matdasik, mengajarinya memainkan wayang.
“Dari tiga anak Ki Kajali, ada
satu yang sering menemani yaitu Kang Apendi. Tapi Kang Apendi sendiri pun tidak
ada motivasi atau tidak punya keinginan untuk meneruskan karena dari segi
ekonomi kurang bisa diandalkan. Karena Ki Kajali sendiri tampil dan berprofesi
sebagai dalang, ia juga bertani dan membuat genteng rumah,” ujar Nur Seha,
Senin (7/9/2020).
Lebih lanjut, Nur Seha mengatakan
pementasan wayang garing sering dipertunjukan dalam hajatan, ruwat bumi,
pernikahan, sunatan, panen raya dan selamatan. Saat wawancara dengan Kajali
pada November 2014 lalu, sebelum pementasan biasanya disediakan purwanten atau
sesaji tujuh rupa mulai dari buah-buahan, penganan seperti roti dan kopi pahit
dan manis. Selain itu, disediakan juga bakakak ayam, kue, minuman, kembang,
kain putih, kemenyan, rokok, 4 buah ketupat, 4 butir telur dan beras seberat 1
fitrah.
Mengenai karakteristik
pertunjukan wayang garing menurut Nur Seha, wayang garing tidak membutuhkan
banyak peralatan, tidak mengeluarkan biaya dan jamuan yang banyak karena hanya
Ki Kajali dan anaknya saja, pertunjukan disajikan secara santai dan lebih
banyak interaksi dengan penonton dan dipertunjukan dengan memakai bahasa daerah
(Jawa Serang). Pendukung pertunjukan wayang garing hanya dalang yang merangkap
sebagai pesinden dan perawit yang memakai busana safari dengan waditra yang
digunakan yaitu seperangkat wayang kulit, kain putih sebagai layar, batang
pisang, kotak wayang, cempala, kecrek atau keprak, belencong atau lampu yang
dipergunakan sebagai penerang pertunjukan di malam hari.
Lebih lanjut, Nur Seha mengatakan
apresiasi terhadap wayang garing ini sudah ada diantaranya yaitu wayang garing
sudah masuk ke dalam warisan budaya tak benda Kemdikbud, penghargaan dari
Gubernur Banten pada 2008 terhadap Ki Kajali atas dedikasinya memajukan seni
budaya Banten, penghargaan pelestari nilai tradisi dari Universitas Indonesia
(2012). Selain itu, upaya revitalisasi wayang garing sudah dilakukan melibatkan
generasi muda di Banten. Dalam pembinaan yang diselenggarakan oleh Kantor
Bahasa Banten itu, para peserta diberikan pemahaman mengenai wayang garing,
membuat wayang dan lakonnya lalu mempraktikan pagelarannya.
Direktur Seri Diskusi Girang,
Ilham Aulia atau Japra mengatakan bahwa upaya-upaya pelestarian wayang garing
harus terus dilakukan, baik oleh pemerintah dengan memasukannya ke dalam
kurikulum muatan lokal atau komunitas lain yang menggeluti bidang sejarah, seni
budaya, dan bidang lainnya dengan melakukan kajian sesuai bidang masing-masing.
“Suatu waktu, kita bisa lakukan
kolaborasi dan mempertunjukannya bersama,” ujarnya.
Lebih lanjut, ia mengatakan hal
ini bisa menjadi alternatif agar tidak terjadi ketersinggungan antara satu
dengan lainnya dan fokus pada bidang masing-masing saja. Selain itu, hilangnya
ruang pertunjukan wayang garing selama pandemi ditambah lagi dengan sakitnya
dalang Kajali, Laboratorium Banten Girang melalui Seri Diskusi Girang
berinisiatif mengadakan donasi untuk Dalang Kajali. Donasi yang dilakukan
hingga hingga 18 September 2020 ini bisa disalurkan melalui BCA 2452163676 a.n
Nanda Ghaida.