PESANTREN PENDIDIKAN IDEAL

PESANTREN
PENDIDIKAN IDEAL
Oleh: Kholid Ma’mun*
Seiring dengan berjalannya waktu,
seiring itu juga jumlah santri terus bertambah, sehingga rumah kiai penuh sesak
dengan santri yang belajar, akhirnya para santri berinsiatif untuk mendirikan
asrama sebagai tempat tinggal yang letaknya tak jauh dari rumah kiai.
Hari berganti minggu, minggu berganti bulan, bulan
berganti tahun, asrama-asrama yang didirikan oleh para santri menjadi masyhur
dan dibanjiri
bukan hanya santri yang tinggal sekampung dengan kiai tetapi santri-santri
dari luar daerah lain pun turut berdatangan
untuk menimba ilmu kepada sang kiai. Secara otomatis asrama-asrama santri
bertambah sampai menjelma menjadi seperti perkampungan (kampung santri).
Ketika santri sudah tamat belajar atau karena satu hal, ia harus pulang ke kampung halaman. Dan
asrama-asrama itu tidak dibongkar, tetapi dimanfaatkan oleh santri yang baru
datang dan ikut menangaji.
Boleh dibilang, asrama-asarama itu sudah
diwakafkan untuk santri-santri yang lain. Karena santri datang dan pergi silih
berganti, asrama itu pun diperbaiki sesuai dengan kebutuhan. Kompleks
perkampungan santri inilah yang kemudian disebut sebagai pesantren
Pada zaman dahulu, pesantren atau
padepokan mendapat apresisi yang luar biasa dari pemerintah dan raja-raja Jawa (semoga saat ini pun
sama). Mereka dibebaskan dari pajak,
upeti dan beban iuran kepada Negara. Perkampungan itu disebut “Desa Perdikan”
atau kampung yang merdeka.
Di berbagai daerah, nama itu bisa berbeda-beda di Madura disebut Penyantren, di
Sunda disebut Pondok, di Aceh disebut Rangkang Meunasah, di Minangkabau disebut
Surau.
Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari,
para santri membawa bekal dari rumah masing-masing. Tentu disesusaikan dengan
kemampuan mereka, ada yang membawa bekal untuk dua-tiga bulan, atau untuk
kebutuhan selama satu-dua minggu. Jelas, santri itu pulang pergi dari pondok ke
kampungnya. Ada yang mencari bekal dulu selama satu-dua minggu, kemudian
kembali lagi ke pondok untuk belajar.
Sebuah lembaga pendidikan dapat
disebut sebagai pondok pesantren apabila di dalamnya terdapat beberapa unsur,
pertama, kiai sebagai pimpinan dan guru sekaligus. Pada umumnya, pendidikan di
pondok pesantren yang kecil atau belum terlalu banyak santrinya semua kegiatan
ditangani langsung oleh seorang kiai. Namun, apabila pondok pesantren yang
sudah memiliki jumlah santri yang banyak biasanya kiai dibantu oleh beberapa
santri senior yang diangkat menjadi ustadz oleh kiai, musaid (pembantu kiai),
badal kiai (pengganti kiai jika behalangan), dan sebutan-sebutan lain.
Kedua, santri sebagai murid yang
belajar di pesantren. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata “santri”
disematkan pada orang yang mendalami agama Islam, orang yang beribadah secara
sungguh-sungguh. Santri yang belajar di pesantren, tetapi tidak tinggal di pesantren
disebut santri kalong, sedangkan santri yang belajar dan menetap di pesantren
disebut santri muqim.
Ketiga, asrama atau tempat istirahat
santri, adalah satu tempat yang diselenggarakan oleh kiai untuk dipergunakan
para santri yang ingin dan mendalami ilmu di suatu pesanteren, dalam asrama
tersebut, semua santri dengan berbagai
tingkatan berkumpul menjadi satu ikatan keluarga, dalam ikatan keluarga asrama
pondok pesantren dibutuhkan seorang kordinator atau ketua asrama atau biasa
juga disebut dengan lurah pondok yang berfungsi sebagai pembantu kiai dalam
menertibkan para santri yang tinggal di asrama.
Keempat, masjid. Masjid mempunyai
fungsi penting bagi sebuah pondok pesantren, selain sebagai sentral tempat
beribadah juga berfungsi sebagai tempat pembelajaran atau majelis ilmu. Masjid
sebagai tempat ibadah adalah merupakan fungsi utama, sesuai dengan namanya,
yaitu tempat bersujud kepada Allah SWT. Selain fungsi utama tersebut, masjid
juga berfungsi sabagai majelis ilmu. Masjid di pesantren biasanya menjadi
tempat kiai memberikan pengajian kepada santri secara umum, bahkan bersama-sama
dengan masyarakat sekitar.
Pesantren Sebagai Solusi
Peran dan kontribusi pondok pesantren
telah dirasakan oleh bangsa Indonesia jauh sebelum bangsa Indonesia merdeka.
Sebelum Indonesia datang ke indonesia, pesantren adalah suatu lembaga yang
merupakan pusat dari perubahan-perubahan masyarakat lewat kegiatan penyebaran
agama, seperti tercermin dalam berbagai pengaruh pesantren terhadap kegiatan
politik di antara raja dan pangeran Jawa. Ketika Belanda telah berhasil
menguasai kerajaan-kerajaan di Nusantara, pesantren menjadi pusat perlawanan
dan pertahanan terhadap kekuasaan Belanda. Pada masa revolusi, pesantren
disebut sebagai alat revolusi dan sesudah itu hingga orde baru pemerintah
menganggap sebagai potensi pembangunan. Pada zaman reformasi pesantren sebagai
pusat pemberdayaan umat.
Dalam sejarah Islam Indonesia,
pesantren memiliki peranan besar dalam membangun masyarakat yang berbudaya dan
berkeadaban. Budaya pendidikan berbasis pondok pesantren merupakan salah satu
karunia Allah SWT. Kepada bangsa Indonesia yang wajib kita syukuri, bagaimana
tidak? Dalam kondisi sosial masyarakat yang mengalami degradasi keteladanan,
kemanusiaan, serta keilmuan, pondok pesantren tampil sebagai salah satu solusi
untuk menjawab tantangan itu. Kerusakan multi dimensi telah menyeruak ke
permukaan masyarakat, sehinngga tidak mungkin diatasi hanya melalui dimensi
trasformsi ilmu (ta’lim) saja, namun harus pula dibarengi dengan
transformasi akhlak (ta’dib) melalui keteladanan, serta mujahadah
dalam upaya menjemput hidayah. Faktor ketiga (mujahadah) menjadi yang
terpenting, karena tanpa hidayah, ilmu hanya menjadi infromasi tanpa aksi, dan
keteladanan hanya menjadi kisah heroik yang turun temurun.
Kurikulum pesantren mencakup hampir
seluruh aspek kehidupan, bukan hanya kurikulum sempit yang terbatas pengajaran
di kelas, sehingga seorang santri menjaga akal fikir, tingkah laku, dan hatinya
sekaligus baik di dalam kelas, maupun di luar kelas. Hal ini dikarenakan
pengajaran hanya bagian dari kehidupan, maka pendidikan harus lebih luas
daripada hanya sekedar pengajaran. Inilah cara pesantren memahami dan
menerapkan pendidikan berbasis karakter. Totalitas pendidikan inilah yang
menjadikan pendidikan pesantren berpeluang lebih besar dalam kesuksesan pendidikan bangsa dan negara.
Beberapa alasan terkait kenapa
penulis sampaikan pesantren sebagai pendidikan ideal? Pertama, di
pesantren diajarkan disiplin yang ketat. Para santri diajarkan untuk berdisiplin
dalam segala hal. Bukan hanya disiplin melakukan shalat berjamaah, tetapi juga
disiplin tinggi dalam semua aspek kehidupan. Pesantren tempat penulis dulu
belajar dulu “Raudlatul Ulum” di Pati Jawa Tengah sangat menjujung tinggi
kedisiplinan, semua santri dan asatidz harus memerankan peran sebagaimana
mestinya, sehingga siapapun yang melanggar akan mendapatkan peringatan langsung
dari kiai.
Kedua, pesantren mengajarkan
kemandirian. Kemandirian diajarkan bertujuan agar para santri mampu
menyelesaikan permasalahannya sendiri, dengan harapan ketika mereka nanti
terjun di masyarakat mereka cepat bisa menyesuaikan diri (beradaptasi) dengan
lingkungan dalam keadaan dan situasi apapun yang dihadapinya.
Ketiga, selain tafaqquh
fiddin (memperdalam ilmu agama) pesantren juga mengajarkan kreativitas. Di
pesantren santri diberikan banyak ruang untuk melakukan aktivitas dan
menyalurkan hobi. Bermacam-macam fasilitas olahraga, kursus-kursus kesenian dan
ketrampilan serta bidang lain sebagai sarana untuk memfasilitasi santri dalam
menyalurkan bakat dan kreatifitasnya.
Keempat, pesantren mengajarkan
tanggung jawab. Pesantren mengajarkan bahwa apapun aktivitas dan pekerjaan yang
dilakukan santri, maka ia harus berani
bertanggung jawab. Jika melakukan yang baik maka akan mendapat apresisi namun
sebaliknya jika melakukan hal yang buruk dan pelanggaran maka akan mendapatkan
sanksi (sebagai bentuk pendidikan kepada santri).
Kelima, pesantren mengajarkan
keikhlasan. Santri di pesantren diajarkan keikhlasan karena ikhlas adalah ruh
utama pesantren, ikhlas adalah energi, ikhlas adalah sumber kekuatan, dan
syarat diterimanya amal seseorang adalah tergantung kadar keikhlasannya dalam
berbuat. Tentu masih banyak alasan-alasan lain yang tidak bisa penulis jabarkan
satu persatu karena keterbatasan ilmu yang penulis miliki.
Pesantren telah mengajarkan dan
menyediakan semua yang dibutuhkan oleh santri untuk menyongsong kesuksesannya
di masa depan, akan tetapi sukses dan tidaknya seorang santri semua tergantung
kepada kemauan, tekad kuat dan keseriusannya dalam mewujudkan apa yang mereka
cita-citakan. Semoga pesantren terus memberikan yang terbaik untuk generasi
anak bangsa. Semoga[]
* Penulis buku Celoteh Santri