Literasi Budaya dan Tantangan Globalisasi
Sumber Gambar :Oleh Resha Hidayatullah*
Pendahuluan
Indonesia adalah negara yang besar dan luas secara geografis. Memiliki perbedaan yang beragam mulai dari bahasa sampai kehidupan sosial sehari-hari. Menjadi warga negara adalah hal yang sangat membanggakan, terbentang luas sebagai kepulauan dengan lebih dari 17.000 pulau, mulai dari Sabang hingga Rote. Dalam keberagaman bahasa, budaya, adat istiadat, dan agama, Indonesia bersatu dalam semangat Bhineka Tunggal Ika. Dalam sebuah buku yang ditulis oleh Dr. H. Sima, Lc, MA. MBA yang berjudul “Harmoni dalam ke-Bhinekaan menyebutkan bahwa seorang Gus Dur pernah menyatakan kalau Indonesia lahir dari keberagaman dan tanpa keberagaman cita-cita negara ini untuk merdeka mungkin tidak akan pernah terjadi.
Setiap daerah di Indonesia memiliki jenis dan ciri kearifan lokalnya sendiri, kearifan lokal ini ada dan hidup sebagai gaya hidup selama bertahun-tahun dalam masyarakat dan lingkungannya. Kearifan lokal ini merupakan pengetahuan eksplisit yang khas, yang tumbuh dan beradaptasi seiring waktu untuk menghadapi berbagai pengaruh budaya dari luar (Pujiatna, 2021).
Pengaruh globalisasi membuat kearifan lokal semakin terkikis. Yang tentunya tidak semua budaya luar bisa diterima oleh khalayak masyarakat. Mengakibatkan kemerosotan moral dalam kondisi sosial masyarakat. Fakta yang tidak bisa pungkiri adalah budaya ekonomi kapitalis yang menanamkan paradigma berbahaya dalam transaksi ekonomi antar individu bahkan negara. Berapa banyak lingkungan yang rusak akibat pengaruh globalisasi ekonomi? Dampak yang paling berbahayanya adalah hilangnya jati diri bangsa sebagai warga negara Indonesia. Pengaruh itu sudah nyata dirasakan oleh generasi milenial dan generasi Z. Mengakibatkan kemerosotan moral dalam kalangan masyarakat (Darmansyah & Susanti, 2022).
Namun tidak semua pengaruh dari globalisasi berdampak buruk. Ada pengaruh positif yang bisa diambil manfaatnya dari perkembangan globalisasi. Dampak positif tersebut itu adalah perubahan tata nilai dan sikap dari yang bersifat irasional menjadi rasional. Fenomena ini terjadi karena berkembangnya ilmu pengetahuan, sehingga dapat memberikan kemudahan kepada masyarakat dalam beraktivitas dan mendorong untuk terus berpikir maju demi mewujudkan kehidupan yang lebih baik. Akibat perkembangan teknologi inilah yang menyebabkan arus globalisasi berubah dengan cepat.
Jadi, tidak semestinya masyarakat menolak secara mentah globalisasi ini, melainkan masyarakat itu sendiri yang harus menambah literasi untuk mampu memfiltrasi informasi yang dibutuhkan. Literasi budaya ini merupakan sebuah sekat yang mampu memfilter budaya asing yang tidak sesuai dengan moral masyarakat itu sendiri.
Memahami Literasi Budaya Dan Manfaatnya
Seperti yang sudah dijelaskan oleh penulis diatas bahwa Indonesia memiliki banyak kearifan lokal yang beragam. Kearifan lokal itu sendiri merupakan hasil budaya masa lalu yang dijadikan sebagai pegangan hidup dan dilestarikan oleh penduduk lokal. Kearifan lokal bisa menjadi alternatif dalam implikasi dan implementasi dari literasi budaya itu sendiri.
Literasi budaya terdiri dari dua suku kata, yaitu literasi dan budaya. Literasi menurut KBBI memiliki tiga pengertian; Pertama, kemampuan menulis dan membaca. Kedua, pengetahuan dan kemampuan dalam keterampilan atau aktivitas tertentu. Dan yang ketiga, Kemampuan seseorang dalam memproses informasi dan pengetahuan untuk meningkatkan keterampilan dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan budaya menurut KBBI adalah warisan pikiran, adat istiadat, dan praktik yang telah tertanam kuat dalam suatu masyarakat dan sulit untuk diubah. Dalam konteks sehari-hari, istilah "tradisi" sering digunakan sebagai sinonim untuk budaya, merujuk pada kebiasaan yang jelas terlihat dalam masyarakat (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2005).
Jadi, pengertian dari literasi budaya itu sendiri adalah sebuah keterampilan dan pemahaman individu tentang budaya, pikiran, dan adat istiadat yang terbentuk dari masa lampau menjadi sebuah tradisi atau kebiasaan dalam kehidupan sehari-hari. Dalam penelitian Tri Pujiatna tahun 2021 menyatakan bahwa literasi budaya merupakan pemahaman kebudayaan dan perbedaan antar budaya yang bertujuan untuk menumbuhkan harmonisasi dalam melestarikan kebudayaan. Selain itu, literasi budaya dapat diartikan sebagai bentuk sikap dan pemahaman terhadap kebudayaan sebagai suatu identitas bangsa.
Tujuan dari literasi budaya adalah bentuk upaya untuk membantu setiap individu masyarakat saling memahami budaya-budaya yang berbeda sebagai wujud kecintaan sebagai warga negara pada negara dan bangsanya. Adapun manfaat dari literasi budaya dalam aspek kehidupan salah satunya adalah membangun masyarakat yang beradab (Ernawam, 2017). Dengan memiliki pemahaman yang baik tentang budaya, diharapkan dapat mengurangi perilaku individualisme, menghindari konflik akibat ego kelompok, mengurangi kemungkinan terjadinya kesalahpahaman, dan mendorong kolaborasi serta kerja sama antar individu.
Moral Sebagai Indikator Kemajuan Peradaban Bangsa
Peradaban merupakan manifestasi dari kemajuan sebuah negara. Setiap negara maju memiliki kultur dan budaya yang membentuk individu masyarakatnya memiliki nilai personality yang berkarakter. Karakter sendiri merupakan hasil dari pendidikan yang membudaya, yang pada akhirnya menjadi suatu kebiasaan pada setiap individu masyarakatnya.
Karakter inilah yang disebut sebagai nilai manifestasi dari moral. Sejalan dengan pernyataan Tenny Sudjatnika dalam jurnal al Tsaqaf menurut historis, istilah yang lebih umum dipakai dalam nilai adalah moral atau ethics. Secara filosofis, ada dua konsep yang dikenal sebagai axios (nilai) dan logos (teori), yang secara kolektif disebut aksiologi, atau teori nilai. Aksiologi membahas nilai-nilai yang terkait dengan konsep baik dan buruk, benar dan salah, serta cara dan tujuan. Ini bertujuan untuk menyusun teori yang konsisten mengenai perilaku etis, yang memungkinkan individu untuk berbicara tentang moralitas menggunakan kata-kata atau konsep seperti "seharusnya" atau "sepatutnya". Dengan demikian, aksiologi merupakan analisis tentang keyakinan, keputusan, dan konsep moral, dengan tujuan menciptakan atau menemukan suatu teori nilai (Sudjatnika, 2017).
Apabila kita merujuk pada teori diatas, maka karakter ini tidak terbentuk dengan begitu saja, melainkan ada proses pembudayaan yang memunculkan sikap dan kebiasaan dalam setiap individu masyarakat. Di sinilah peran pendidikan sebagai motor penggerak kebudayaan untuk mewujudkan insan berkarakter baik. Sejalan dengan penelitian Tenny Sudjatnika tahun 2021 yang menyatakan bahwa pendidikan sebagai lembaga sosial berfungsi dalam pembentukan karakter manusia yang berbudaya dan penanaman nilai-nilai kebudayaan (Sudjatnika, 2017).
Sebetulnya, pendidikan karakter pertama dimulai dari lingkungan rumah, dan ibu yang di gadang-gadang sebagai sekolah pertama untuk anak memiliki peran penting dalam pembentukan karakter pada anak. Namun rata-rata anak menempuh pendidikan paling lama sejak menempuh pendidikan secara formal di sekolah. Menurut UU No 20 tahun 2003 masyarakat Indonesia harus menempuh pendidikan wajib selama 9 tahun dengan durasi pembelajaran sekitar 8 jam dalam lingkungan sekolah. Itu artinya hampir setengah kehidupan anak di Indonesia berada pada lingkungan sekolah. Maka disinilah pentingnya peran sekolah dalam menanamkan literasi budaya sebagai pembentukan nilai moral pada anak.
Moral inilah yang menjadi cermin dari kepribadian bangsa itu sendiri. Misalnya Indonesia sebagai sebuah negara memiliki falsafah negara yaitu pancasila. Seperti yang sudah dijelaskan diatas bahwa negara ini lahir karena perbedaan. Yang akhirnya melahirkan pancasila sebagai ideologi negara. Pancasila sebagai ideologi tertinggi dijadikan sebagai tuntunan sekaligus bingkai untuk merumuskan pembangunan negara. maka idealnya Pancasila, sebagai landasan nilai Indonesia, seharusnya menjadi panduan utama dalam upaya membangun negara ini. Hal ini berarti bahwa prinsip-prinsip Pancasila harus menjadi pedoman dalam merancang dan melaksanakan program pembangunan. Sebagai contoh, prinsip keadilan sosial dalam Pancasila menggarisbawahi pentingnya memberikan prioritas kepada masyarakat yang rentan atau kurang mampu, dengan tujuan mengatasi kemiskinan yang disebabkan oleh struktur sosial dan ekonomi yang tidak merata. Dengan semangat Pancasila kemungkinan Indonesia menjadi negara maju seharusnya lebih mudah tercapai. Karena di dalamnya ada nilai-nilai gotong royong dan keadilan sosial yang mampu mendorong proses kemajuan pembangunan yang negara secara merata.
Membangun Karakter Bangsa Dengan Literasi Budaya Untuk Kemajuan Negeri
Setelah memahami pengertian dan manfaat literasi budaya serta mengetahui pentingnya moral sebagai indikator kemajuan sebuah negara, kita akan sepakat bahwa literasi budaya merupakan pokok penting dalam proses pembangunan suatu negara. Pancasila sebagai falsafah negara dijadikan sebagai pedoman utama dalam pembentukan karakter anak bangsa.
Lembaga pendidikan menjadi kunci utama dalam pembangunan karakter calon pemimpin masa depan negara ini. Dengan literasi budaya, jiwa nasionalisme sebagai identitas anak bangsa menjadi karakter utama dimanapun sang pemimpin berpijak. Maka penulis dalam hal ini menyepakati program pemerintah yang mengusung pendidikan berbasis karakter pancasila. Ide inipun sejalan dengan cita-cita bapak pendidikan Ki Hajar Dewantara yang menjadikan pendidikan sebagai paradigma untuk memerdekakan setiap individu. Dengan karakter yang kuat maka seseorang tidak mudah dibodohi oleh penjajah.
Di era globalisasi arah penjajahan tidak lagi bertitik pada sumberdaya alam, namun penjajahan di era modern ini adalah penjajahan budaya dan pola pikir yang membuat anak bangsa tidak memiliki jati diri. Sebagai contoh kecil, anak muda generasi saat ini dalam hal berpakaian lebih menunjukan trend kebaratan yang dianggap sebagai gaya modern sekalipun gaya pakaian itu tidak sesuai dengan moral dari bangsa ini. Selain itu, sikap intoleran kerap kali menjadi pertentangan yang berujung pada pertengkaran. Membuktikan kurangnya pemahaman setiap individu tentang budaya dan kearifan lokal bangsanya sendiri. Hal ini bisa memunculkan sikap skeptis dan radikalisme yang negatif. Disinilah peran literasi budaya dalam membentuk karakter anak bangsa untuk mampu menyesuaikan diri dengan perubahan zaman yang tidak membenturkan pemahaman modern dengan kebudayaan bangsa sendiri.
* Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Daftar Pustaka
Darmansyah, A., & Susanti, A. (2022). Kearifan Lokal Masyarakat Serawai dalam Tradisi Nujuh Likur :Relevansi Nilai-nilai Moral untuk Meningkatkan Literasi Budaya SiswaSekolah Dasar. EduBase : Journal of Basic Education, 3(2), 127–141.
Ernawam, D. (2017). Pengaruh Globalisasi terhadap Eksistensi Kebudayaan Daerah di Indonesia. Jurnal Kajian Lemhannas RI, 32(1), 1–54.
Pujiatna, T. (2021). Kearifan Lokal sebagai Penunjang Pendidikan Literasi Budaya. Prosiding Seminar Nasional Pascasarjana Pascasarjana Universitas Negeri Semarang, 343–346. http://pps.unnes.ac.id/prodi/prosiding-pascasarjana-unnes/
Sudjatnika, T. (2017). NILAI-NILAI KARAKTER YANG MEMBANGUN PERADABAN MANUSIA | Sudjatnika | Al-Tsaqafa : Jurnal Ilmiah Peradaban Islam. Al-Tsaqafa, 14(1), 135–146. https://journal.uinsgd.ac.id/index.php/jat/article/view/1796/1195
Â