Melihat Lebih Dalam Gerakan Literasi Di Banten

Sumber Gambar :

Oleh: Munawir Syahidi*

Literasi dan kegemaran membaca menjadi sesuatu yang tidak dapat dipisahkan, jika kita berbicara literasi yang memang didalamnya ada literasi baca tulis, artinya kemampuan membaca dan menulis berkaitan erat dengan kegemaran membaca.

Literasi bukan hanya bagaimana masyarakat terbebas dari buta huruf, yang menurut data Badan Pusat Statistik tahun 2022 berdasarkan survai Sosial Ekonomi buta huruf di Indonesia angkanya mencapai 1,50%  dengan rentang umur dari 15-59 tahun, dengan jumlah 2.666.859 orang yang jumlahnya menurun dibandingkan tahun 2021 yang mencapai 1,56%. Dan pada tahun yang sama  buta huruf di Banten mencapai 1,94% dan yang tahun 2024 saya yakin terus berkurang.

Gerakan literasi, kegemaran membaca saat ini bukan hanya berbicara tentang jumlah buta aksara, atau buta huruf tetapi sudah masuk pada bagaimana buku menjadi sumber dari cara berpikir dan bertindak masyarakatnya dalam rangka menemukan, mengevaluasi dan mengaplikan informasi untuk kepentingan kehidupannya, baik yang sedang mereka jalani maupun di kehidupan yang akan datang.

Literasi dalam KBBI bermakna “Kemampuan menulis dan membaca” Pengetahuan atau keterampilan dalam bidang atau aktivitas tertentu, dan makna yang ketiga adalah kemampuan individu dalam mengolah informasi dan pengetahuan untuk kecakapan hidup. Dari pengertian-pengertian itu maka literasi tidak boleh dipisahkan dari aktivitas masyarakatnya, yang menurut Ki Hajar Dewantara pendidikan itu berpusat pada tiga bagian yang tidak bisa dipisahkan disebut dengan Tri Pusat Pendidikan, mana yang menjadi tri pusat pendidikan itu? Pertama adalah pendidikan rumah, kedua pendidikan keluarga dan yang ketiga adalah pendidikan sekolah. Dan selanjutnya kita lihat bagaimana korelasi dari tiga pusat pendidikan itu untuk meningkatkan minat baca dan literasi.

Pendidikan Rumah

Jika kita berbicara tentang pendidikan rumah, maka rumah menjadi sesuatu yang sangat penting dalam meningkatkan kegemaran membaca dan literasi. Segala sesuatunya dimulai dari rumah. Rumah merupakan pendidikan pertama yang diperoleh anak sejak buaian orang tua hingga ia menjali kehidupan secara mandiri.

Pendidikan rumah sebagai madrasah pertama bagi generasi Banten, seorang anak yang pertama kali lahir maka sampai usia remaja peran rumah dan pola asuh menjadi sangat penting. Bagaimana cara mendidik anak-anak agar menjadi anak-anak yang dikemudian hari sesuai dengan harapan orang tua, maka pendidikan dan cara mendidik menjadi sangat penting. kebiasaan membaca yang ditanamkan sejak dini dalam keluarga merupakan fondasi awal bagi anak untuk menapaki tangga kehidupan selanjutnya. Apa yang sudah dilakukan oleh keluarga sedikit banyak akan mempengaruhi kebiasaan anak selanjutnya, terutama pada jenjang pendidikan yang akan ditempunya kemudian hari.

Tetapi lagi-agi masalah berikutnya datang saling berhubungan satu sama lain, pola asuh yang baik di rumah harus didukung oleh orang tua yang baik, yang siap mendidik, tetapi sayangnya berdasarkan data yang di rilis oleh kompas pada tanggal 8 Maret 2024 menunjukan hal yang mencengangkan, tulisan dengan judul “Tingginya Angka Perkawinan Usia Anak di Indonesia” yang ditulis oleh Yoesep Budianto tersebut menunjukan angka menurunnya angka perkawinan pada tahun 2023 yang mencapai 7,5 persen ternyata tidak berbanding lurus dengan penurunan paangan usia anak yang menikah, artinya banyak orang tua yang belum siap menjadi orang tua karena belum siap menjadi orang tua, yang tentu saja berpengaruh pada berbagai aspek bermasyarakat, termasuk pola asuh terhadap anak-anak yang mereka lahirkan. Bagaimana dengan Banten? Berapa banyak pasangan yang menikah usia anak, atau usia remaja, beberapa tempat di Banten jelas kita menemukan masih banyak pasangan pengantin yang bahkan tidak terdaftar di Kantor Urusan Agama karena tidak memenuhi syarat usia perkawinan yang ditentukan oleh undang-undang.

Saya tidak ingin berprasangka buruk, jika pasangan yang belum dewasa itu akan melahirkan generasi yang kurang baik karena tidak fahamnya pola asuh dan tidak stabilnya cara berpikir. Kurangnya kematangan berpikir.

Sedangkan bagi pasangan-pasangan yang kita anggap matang saja, persoalan pendidikan  rumah dan literasi menjadi pekerjaan yang belum terselesaikan.

Berbagai hal, menjadikan rumah bukan tempat yang mendorong anak-anak kita agar terbiasa membaca, berapa kali orang tua membelikan buku untuk anak-anaknya, berapa banyak waktu untuk saling bercerita dan membahas beberapa bidang pengetahuan  yang di terima anak di sekolah dan di ulas dalam obrolan di rumah?

Pada tulisan yang lain saya akan memberikan tips bagaimana mengelola rumah untuk sekadar menjadi tempat yang dapat merangsang anak-anak untuk dapat membaca buku.

Pendidikan Sekolah

Setelah kita berbicara tentang pendidikan rumah, maka selanjutnya kita berbicara tentang pendidikan sekolah, literasi dan pendidikan di sekolah atau lembaga pendidikan menjadi sangat penting, orang tua yang dibagian pertama tadi sudah kita singgung, kadang urusan pendidikan terlalu mengandalkan sekolah dalam kemajuan pendidikan anak-anaknya, menjadikan sekolah atau lembaga pendidikan memiliki tugas yang sangat berat.

Saya berikan contoh sederhana, misalnya berbicara tentang larangan merokok, di sekolah anak-anak jelas dilarang merokok, tetapi ketika pihak sekolah menegur anak-anak yang merokok tersebut, si anak mengatakan jika dirumahnya dia diperbolehkan untuk merokok, dan memiliki jatah untuk membeli rokok. Jelas terjadi ketidaksinkronan antara pola asuh di rumah dan sekolah sudah dan menjadikan kualitas pendidikan dan tujuan pendidikan menjadi tidak tercapai. Dan masih banyak contoh-contoh yang lain pentingnya tiga aspek pendidikan saling bahu-membahu untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan literasi.

Keberadaan perpustakaan di institusi pendidikan setingkat SD sampai SLTA di Banten perlu terus dilakukan pendampingan agar perpustakaan di lembaga pendidikan menjadi pusat ilmu pengetahuan yang tidak terpisahkan dari pendidikan. Pendidikan dan literasi di sekolah harus menjadi satu kesatuan antara kelas dan perpustakaan. Perpustakaan yang stigmanya harus diubah, dimana perpustakaan sekolah yang bukan hanya berisi buku-buku paket, tetapi menjadi sumber referensi dari berbagai pengetahuan, perpustakaan sekolah yang menyenangkan, yang memiliki program terpadu untuk meningkatkan minat baca peserta didik. Mari kita bahu membahu, mendorong semua kalangan untuk terus menjadikan literasi dan kegemaran membaca sebagai urusan bersama yang harus terus ditingkatkan.

Pendidikan Masyarakat

Ki hajar Dewantara menempakan pendidikan masyarakat sebagai sesuatu yang penting, masyarakat adalah gabungan dari pendidikan keluarga dan pendidikan sekolah, hasil dari pendidikan itu menjadi cerminan di masyarakat.

Masyarakat dengan segala kompleksitasnya, kemajemukannya, menjadi tantangan tersendiri bagi kita semua, peningkatan literasi di masyarakat juga bersumber dari rumah dan pendidikan sekolah.

Taman Bacaan Masyarakat (TBM) sebagai upaya yang diinisiasi untuk meningkatkan minat baca masyarakat, yang pada tahun 2024 ini, TBM menjadi lembaga yang digandeng Perpustakaan Nasional untuk terlibat dalam peningkatan minat baca dengan memberikan pelatihan pengelolaan bahan bacaan, pemberian bahan bacaan dan sarana lainnya, sebagai upaya dari pemerintah melalui Perpustakaan Nasional untuk meningkatkan minat baca masyarakat.

Di TBM, sebenarnya lebih terbuka dalam mengartikan literasi, anak-anak diajak lebih luas mengeksplorasi buku, bermain dan melakukan hal-hal yang bersumber dari buku, menjadikan TBM sebagai tempat yang menjadi penguat pendidikan keluarga yang kadang tidak mendekatkan anak-anak kepada literasi dan membaca buku.

Saya sebagai pengelola TBM Cahaya Aksara yang berdiri sejak tahun 2014 terus berupaya menjadikan TBM sebagai pusat edukasi bagi masyarakat, yang saya rasakan eksistensi TBM mulai terlihat dan mendapatkan perhatian dari pemerintah. Berbagai kegiatan yang mendukung kegiatan peningkatan literasi masyarakat terus dilakukan, karena kami melihat potensi yang ada di masyarakat itu tetap ada, dan perlu terus di dorong agar kehidupannya lebih baik di masa yang akan datang.

Maka jika kita lihat lebih dalam terkait literasi dan kegemaran membaca di Indonesia umumnya, dan di Banten khususnya, peningkatan minat baca dan literasi harus menjadi tugas bersama, setidaknya tiga aspek yang disebut dengan tripusat pendidikan oleh Ki Hajar Dewantara harus didalami sedalam-dalamnya, karena banyak permasalahan di keluarga, di sekolah dan masyarakat yang masih belum sinkron, sehingga peningkatan literasi dan minat baca terkesan lambat. Ayo kita bersama-sama meningkatkan literasi dan minat baca di Banten. Dengan cara yang kita bisa.

*Munawir Syahidi, Pengelola TBM Cahaya Aksara


Share this Post