Optimalisasi Budaya Membaca Berdasarkan Asas Tut Wuri Handayani

Sumber Gambar :

Rizal Hidayat*

Pendahuluan

            Melemahnya budaya membaca dalam masyarakat merupakan suatu probelmatika yang memperhatinkan. Budaya membaca adalah suatu kunci untuk mendapatkan ilmu pengetahuan, informasi maupun pengalaman dari substansi yang diperolehnya dari pelbagai sumber seperti buku, artikel, jurnal, majalah, berita dan lain sebagainya. Tentunya budaya membaca dalam masyarakat ini perlu ditingkatkan agar melahirkan generasi yang bekompten dan berintegritas. Hartyatni (2018: 2)  Membaca, menulis, dan berhitung merupakan bagian dari budaya literasi yang juga disebut budaya membaca.   

Adanya kemunduran budaya membaca pada masyarakat saat ini, menurut hemat penulis tidak terlepas dari faktor pendidikan, ekonomi, sosial, politik, budaya, maupun pengaruh pergaulan globalisasi di era modern ini. Sebenarnya budaya membaca dalam masyarakat selain mendapatkan ilmu pengetahuan juga dapat membuka cakrawala, mengasah cara berfikir yang kritis analistik, serta mengimplementasikannya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Menurut Jene (2013: 4) bahwa budaya membaca seseorang merupakan suatau perbuatan atau sikap dan tindakan dalam membaca yang dilakukan secara teratur dan berkelanjutan.

Salah satu faktor melemahnya budaya membaca dalam masyarakat, penulis merujuk pada pendapat/opini Komaruddin Hidayat Guru Besar Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah bahwa masyarakat nusantara ini terlalu terbiasa dengan acara kumpul, bincang-bincang santai, menghabiskan waktu untuk ngobrol, sementara budaya tulis baca belum mapan, kita juga ditindas dan dibuat bodoh oleh penjajah, dalam susana tertindas melawan penjajah maka bergerliya, mobilisasi masa, dan orasi agitatif bermunculan (SindoNews, April 2018).

Ki Hadjar Dewantara mendefinisikan pendidikan sebagai tuntunan dalam hidup tumbuh dan berkembangnnya anak-anak, karena hakekat pendidikan adalah menuntun segala kodrat atau potensi yang ada pada anak-anak, agar mereka dapat meraih kebahagian dan keselamatan dalam kehidupan sebagai manusia (individual) maupun kehidupan sosial sebagai anggota masyarakat (Ki Hadjar Dewantara, 1977: 20). Beliau juga mengatakan mendidik dalam arti sesungguhnya adalah proses memanusiakan manusia yakni pengangkatan manusia ke taraf insani, medidik harus lebih memerdekakan manusia dari aspek hidup batin, yaitu otonomi berfikir dan mengambil keputusan, martabat, mentalitas demokrati. (K. Dewantara:2009).

Maka betapa pentingnya pendidikan pada saat usia dini yang dimana pendidikan pertama adalah lingkungan keluarga dan pengaruh lingkungan sosial yang mendukung terhadap pendidikan, dengan pendidikan seseorang akan berubah dari segi prilaku sehingga menemukan masa depan yang penuh harapan dan bermoral. Memang pada dasarnya, masyarakat sulit merubah pola kebiasaan sehari-hari yang kurang berfaedah sehingga kurang sempat untuk meluangkan budaya membaca, hal yang wajar sumber daya manusia (SDM) sebagian besar masyarakat nusantara apalagi dibagian pelosok-pelosok tertinggal misalnya masyarakat yang berada di pedesaan mungkin terlalu jauh apabila dibandingkan dengan budaya membaca seperti di negara-negara maju eropa kontinental. Oleh karena itu penulis akan membahas mengenai Optimalisasi Budaya Membaca Berdasarkan Asas Tut Wuri Handayani.

Optimalisasi Budaya Membaca

Budaya adalah pikiran atau akal yang tercermin didalam pola pikir, sikap, ucapan dan tindakan seseorang dalam hidupnya. Menurut Rahma Sugihartarti bahwa aktivitas membaca adalah bagian dari budaya, yang tidak melibatkan unsur-unsur budaya fisik tetapi juga unsur-unsur non fisik. Andreson (1972:209) secara singkat dan sederhana mencoba mendefinsikan membaca sebagai proses kegiatan mencocokan huruf atau melafalkan lambang-lambang bahan tulis (reading is a recording and decoding process).

Oleh karena itu Optimalisasi budaya membaca tidak hanya di dalam sekolah maupun perguruan tinggi dengan kata lain melalui pendidikan formal maupun informal, namun budaya membaca juga dapat dilakukan dalam menyempatkan waktu luang dengan kesadaran akan pentingnya untuk membaca berbagai literatur-literatur yang sekiranya perlu untuk diketahui, dipahami, dan diamalkannya.

Menurut Djoko Widhagdo (1994) budaya sebagai daya dari budi yang berupa cipta, rasa dan karsa, lalu Kluckhohn dan Kelly (1945) mengemukakan budaya adalah semua rancangan yang tercipta secara historis, baik yang eksplisit maupun implisit, rasional, irasional, yang ada pada suatu waktu, sebagai pedoman yang potensial untuk prilaku manausia. Menurut Rozin (2008), budaya membaca adalah kegiatan positif rutin yang baik dilakukan untuk melatih otak untuk menyerap segala informasi yang terbaik diterima seseorang dalam kondisi dan waktu tertentu.

Burn dan Roe (Haerudin, 2007: 3-12) mengemukakan bahwa membaca pada hakikatnya terdiri atas dua bagian yaitu membaca sebagai proses dan membaca sebagai produk. Membaca sebagai proses mengacu pada akrivitas baik yang bersifat mental maupun fisik, sedangakan membaca sebagai produk mengacu pada konsekuensi dari akttivitas yang dilakukan pada saat, membaca. Menurut Havigurts masa anak-anak usia 6-12 tahun memiliki tugas perkembangan untuk mengembangkan kemampuan dasar dalam membaca. Dalam meningkatkan kemampuan untuk membaca tersebut seseorang anak perlu didampingi oleh orang lain. Pendamping biasa dilakukan oleh orang tua sebagai orang terdekat, guru, dan semua orang di lingkungan yang terdekat yang mampu mendampingi anak dalam menumbuhkan minat baca.

 Makadari itu aktivitas literatur membaca harus di optimalkan dengan cara membiasakan diri untuk mulai membaca apapun. Karena dengan membaca akan menambah informasi dan pengetahuan bagi setiap individu. Membaca tidak harus dengan buku-buku yang tebal saja tetapi melalui buku novel, komik, buku dongeng dan lainnya juga bisa menjadi bahan bacaan. Di era digital sekarang ini bahkan tidak perlu mengkhawatirkan akan tidak adanya tempat untuk membaca. Sebab segala informasi pengetahuan bisa dicari di internet melalui gawai, hal ini yang seharusnya bisa dimanfaatkan untuk meningkatkan tingkat literasi di Indonesia.

Asas Tut Wuri Handayani

Asas Tut Wuri Handayani merupakan semboyan pendidikan nasional yang dicetuskan oleh Ki Hadjar Dewantara. Semboyan tersebut mengandung makna bahwa dalam proses pendidikan, pendidik harus mendukung penuh kepada yang di didik dengan cara memberikan dorongan dan arahan dari belakang. Artinya dalam proses pembelajaran apapun untuk peningkatan mutu kualitas perlu adanya tenaga pendidik yang mendukung agar berjalan secara optimal.

Makna lain dari semboyan ini tidak memaksa pendidik untuk menarik anak didiknya agar mau dan bisa dalam suatu hal, yang artinya pendidik harus mengikuti dari belakang untuk mendorong minat anak, tidak menarik secara paksa dari depan. Pendidik juga membiarkan anak untuk mencari jalannya sendiri, karena jika pendidik mengharuskan atau memaksa anak didik untuk mengikuti apa yang pendidik mau bukan apa yang anak tersebut inginkan maka proses pembelajaran tidak akan pernah efektif. Dan juga pendidik harus mendukung anak didiknya untuk melakukan hobi yang positif, jika dalam konteks literatur misalnya dengan hobi membaca, menonton dsb.

Implementasi prinsip Tut Wuri Handayani dapat dilakukan melalui berbagai cara diantaranya seperti pendekatan pembelajaran personal, memfasilitasi kreatifitas dan inovasi anak, membangun hubungan yang positif, pembelajaran kolaboratif, penggunaan teknologi, serta evaluasi dan umpan balik terhadap pemberdayaan siswa. Dari mekanisme implementasi prinsip Tut Wuri Handayani tersebut jika diterapkan pada kegiatan literasi terutama membaca maka ini akan berjalan dengan efektif.

Tujuannya dari prinsip ini juga diharapkan pendidikan di Indonesia dapat lebih berfokus pada pengembangan potensi siswa secara holistik, bukan hanya dari segi akademis, tetapi juga dalam aspek sosial, emosional, dan karakter. Dengan adanya tujuan, prinsip hingga penerapan asas Tut Wuri Handayani ini bisa menjadi penopang anak-anak muda untuk giat dan minat membaca.

Keterkaitan Asas Tut Wuri Handayani terhadap Budaya Membaca

Kaitannya antara budaya membaca dengan asas Tut Wuri Handayani bisa kita telaah pada pengimplementasian nya. Karena seperti yang disebutkan sebelumnya bahwa banyak cara efektif untuk mencapai tingkat belajar yang berkualitas misalnya mulai dari menentukan hobi. Terdapat anak yang menyukai cerita fiksi, imajinatif yang bernuansa action dan lainnya, ini bisa diarahkan atau direkomendasikan oleh pendidik untuk memcaca buku komik. Dilain hal ada anak yang menyukai mengenai kisah romansa, percintaan yang dramatis makan bisa diarahkan untuk membaca buku novel atau diberi rekomendasi novel terbaik yang sesuai dengan apa yang disukai anak. Sehingga apabila anak-anak sudah mulai menemukan hal yang disukai melalui media bacaan maka ini akan memunculkan minat-minat dalam membaca.

Bukan hanya sekedar merekomendasikan buku atau bacaannya saja, tetapi agar mempermudah anak mencari buku bacaannya, maka bisa disediakan fasilitas nya. Misalnya menyediakan perpustakaan atau ruang baca di setiap sekolah agar anak murid mempunyai media atau tempat untuk mencari bahan bacaannya. Sediakan berbagai macam jenis buku agar terdapat banyak pilihan yang bisa disesuaikan dengan kesukaan anak murid.

Selain memfasilitasi, untuk menerapkan asas Tut Wuri Handayani dalam praktek literasi maka bisa juga melakukan pembelajaran kolaboratif, misalnya mengadakan kegiatan bedah buku dari penulis buku yang berkunjung ke sekolah ataupun kampus dan memberikan gambaran bagaimana cara membuat buku ataupun isi buku tersebut. Sehingga bukan hanya memunculkan minat seseorang terhadap membaca tetapi juga membuat lingkungan sekitar penuh dengan orang-orang literatur seperti penulis buku dsb. Diharapkan juga dapat membuat anak murid terinspirasi untuk membuat tulisan juga, karena setelah minat membaca muncul tahap selanjutnya adalah minat menulis ini yang jarang orang mau karena sedari awal memang tidak mempunyai minat membaca.

Terlebih di era digitalisasi saat ini, anak-anak muda lebih suka membuka gawai atau handphone nya ketimbang membuka buku. Maka dari itu perlu adanya solusi atau jalan keluar untuk mengatasi problematika melemahnya budaya membaca di kalangan anak muda dan di era digital. Yaitu dengan cara kolaboratif dan pemanfaatan teknologi, sebelumnya disebutkan kolaborasi dengan penulis buku, lain dari hal itu kita juga bisa berkolaborasi dengan berbagai pihak melalui internet. Misalnya mengadakan kegiatan membaca melalui gawai masing-masing tanpa harus mencari bukunya, karena di Internet semua hal bisa dicari jadi tidak lagi sulit untuk mencari bahan bacaan.

Selain hanya mencari, ini juga bisa memasukkan peran pemerintah dalam mengelola website atau media sosial yang khusus menyediakan bahan bacaan secara gratis sebagai bentuk fasilitas warga negara Indonesia agar bisa kapanpun dan dimanapun membaca melalui internet. Bukan hanya penyediaan nya saja tetapi bisa juga dengan memanfaatkan media sosial dengan membuat sayembara bahwa membaca itu seru dan menyenangkan, lebih menarik lagi apabila bisa membuat kegiatan perlombaan dengan tema literasi yang mengharuskan anak-anak muda untuk menambah pengetahuan dengan membaca.

Jika hal ini bisa diterapkan tidak menutup kemungkinan tingkat literasi atau budaya membaca di Indonesia bisa meningkat mencapai kualitas yang terbaik. Tentunya hal ini harus didukung dari berbagai pihak mulai dari peran pemerintah, tenaga pendidik, hingga peran generasi muda. Maka kita tidak perlu khawatir akan melemahnya budaya membaca di Indonesia.

Kesimpulan

Demi mencapai pendidikan berkualitas maka perlu didukung melalui aspek literasi yang berkualitas pula. Dengan adanya prinsip asas Tut Wuri Handayani bisa menjadi penopang dalam peningkatan literasi budaya membaca, yang memerlukan peran pendidik untuk membimbing anak agar mencapai tahap untuk mencapai minat membaca.

Sehingga diharapkan dengan penerapan prinsip yang efektif serta didukung oleh berbagai pihak, maka problematika terhadap lemahnya budaya membaca di Indonesia bisa diatasi. Bahkan tingkat literasi nya bisa meningkat dan membuat pendidikan di Indonesia juga semakin bagus.

Dengan berbagai cara yang sudah dijelaskan diharapkan dapat dilaksanakan dengan efektif, seperti penarikan minat membaca melalui hobi, menyediakan fasilitas media Membaca melalui perpustakaan atau pojok baca, menciptakan pembelajaran kolaboratif yang melibatkan peran penulis buku, hingga memanfaatkan teknologi digital dalam menyediakan platform membaca gratis yang bisa di akses bagi semua orang.

*Mahasiswa Universitas Bina Bangsa

Daftar Pusataka

1. Jessy Ayu Angelia, 2024, Problematika Budaya Membaca Di Indonesia, Desember 2024, Vol 2, No 6.

2. Sari, Silvia, Darwin, Sinaga, 2023, “Ing Ngaraa Sung Tulada, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani: Nilai Kepemimpinan Etnik Jawa dan Relevansinya dengan Trend Perkembangan Masa Depan Organisasi Pendidikan” Vol 14 No 2, 2023.

3. Sugiyanto dkk. 2023, “Analisis Nilai-nilai Karakter dalam Tut Wuri Handayani Sebagai Asas Pendidikan Nasional” Vol 14, No 1, Hal 92-103.

4. Umi Ma’rufah Uswatun Hasanah, “Budaya Membaca di Kalangan Anak Muda” Desember 2024.

5. Hamzah Junaid, “Sumber, Azas dan Landasan Pendidikan” Volume 7 No 2 Tahun 2012.

6. Sereliciouz, “Tut Wuri Handayani – Pengertian, Makna Sejarah” – Quipper Blog, 3 Maret 2021.


Share this Post