Sastra Masuk Kurikulum: Bagaimana Sekolah Mengimplementasikannya?

Sumber Gambar :

Oleh: Mahbudin, S.Pd.I, M.Pd*

Tanggal 20 Mei 2024 menjadi momen langka dalam dunia pendidikan Indonesia. Dalam rangkaian peringatan Hari Buku Nasional, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) meresmikan program revolusioner, "Sastra Masuk Kurikulum," yang akan diimplementasikan mulai tahun ajaran 2024 - 2025. Langkah ini menandai tonggak penting dalam upaya transformasi pendidikan di tanah air. Program yang akan dilaksanakan secara serentak di seluruh wilayah Indonesia memiliki tujuan spesifik, yaitu: membuka pintu yang terkunci bagi minat baca yang belum juga meninggi, menanamkan benih empati, mengasah kreativitas, dan membangun landasan kokoh untuk nalar kritis, sebuah kebutuhan mendesak bagi setiap warga Indonesia.

Menurut Kepala Badan Standar Kurikulum dan Asesmen Pendidikan (BSKAP) Kemendikbudristek, Anindito Aditomo, program integrasi sastra ke dalam kurikulum sekolah akan dilakukan dalam format co-kurikuler. Dalam pernyataannya, ia menjelaskan bahwa sastra akan menjadi bagian dari jam pelajaran co-kurikuler, bukan ekstrakurikuler, karena dapat diintegrasikan ke dalam banyak mata pelajaran, terutama Bahasa Indonesia. Selain itu, ia menambahkan bahwa pengajaran sastra juga dapat termasuk dalam Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5). Pernyataan ini diambil dari laman resmi rri.co.id (01/06).

Dalam Buku Panduan Penggunaan Rekomendasi Buku Sastra terbitan Kemendikbudristek (2024), Anindito menekankan pentingnya literasi membaca sebagai salah satu tujuan dari kurikulum Merdeka dan merupakan pondasi penting bagi kesuksesan pendidikan. Dia mengidentifikasi tiga tingkatan literasi membaca: dasar, lanjut, dan tinggi. Pada tingkat dasar, membaca berfokus pada pengenalan huruf dan kata-kata, dengan kemahiran ini sering disebut sebagai kemampuan melek huruf. Di tingkat lanjut, kemampuan menyarikan makna dari teks, serta interpretasi yang memerlukan interaksi antara pengetahuan pembaca dan informasi baru yang disajikan dalam teks. Sedangkan pada tingkat tinggi, membaca mencakup dialog kritis dan reflektif antara pembaca dan teks, di mana pembaca menafsirkan teks dengan beragam perspektif dan nilai-nilai baru. Pemahaman dan pengembangan literasi membaca pada berbagai tingkatan tidak hanya mendukung pembelajaran akademik, tetapi juga membentuk karakter dan empati individu.

Tujuan utama dari program Sastra Masuk Kurikulum adalah untuk memperkuat kemampuan kritis dan reflektif, serta mengasah daya nalar dan kreativitas, sebagai bagian integral dari kompetensi inti yang harus dimiliki oleh setiap siswa di era modern ini. Keterampilan ini tidak hanya penting dalam konteks pendidikan, tetapi juga memiliki relevansi yang signifikan dalam menghadapi tuntutan masyarakat dan pasar kerja abad ke-21.

Kemampuan kritis dan reflektif memungkinkan siswa untuk menganalisis informasi dengan kritis, mempertanyakan asumsi, serta menyusun argumen yang berdasarkan bukti dan logika. Ini membantu mereka tidak hanya menjadi konsumen yang cerdas terhadap informasi, tetapi juga menjadi pemikir yang kreatif dan mandiri. Sementara itu, kemampuan nalar yang terlatih memungkinkan siswa untuk memecahkan masalah kompleks dengan cara yang sistematis dan terstruktur. Mereka dapat mengidentifikasi pola, membuat koneksi, dan mengambil keputusan yang tepat berdasarkan pertimbangan yang matang.

Di sisi lain, pengasahan kreativitas mempersiapkan siswa untuk beradaptasi dengan perubahan dan menemukan solusi inovatif untuk tantangan yang dihadapi. Kreativitas memacu siswa untuk berpikir di luar batas konvensional, merancang solusi yang belum pernah terpikirkan sebelumnya, dan menghadirkan ide-ide baru yang memecahkan masalah dengan cara yang segar dan berbeda.

Lebih lanjut Anindito menjelaskan bahwa salah satu strategi pembelajaran yang sangat efektif adalah dengan menggunakan karya sastra sebagai sarana pembelajaran. Karya sastra memiliki daya tarik yang kuat dalam membawa pembaca menjelajahi dunia emosional tokoh-tokohnya dengan cara yang istimewa dan mendalam. Selain itu, karya sastra yang berkualitas sering kali menghadirkan isu-isu yang kompleks dan menantang, mendorong pembaca untuk melakukan refleksi yang mendalam, dan bahkan menggugah mereka untuk mempertanyakan pandangan dan prasangka yang mungkin sudah ada sebelumnya.

Selain itu, studi yang dilakukan oleh John Jerrim pada tahun 2018 menemukan adanya apa yang disebut sebagai "Fiction Effect," yang secara signifikan memengaruhi literasi membaca. Dalam jurnal berjudul "The link between fiction and teenagers’ reading skills: International evidence from the OECD PISA study," Jerrim memaparkan data yang menunjukkan bahwa dari berbagai jenis teks ini yaitu majalah, nonfiksi, fiksi, dan komik, teks fiksi memiliki pengaruh yang paling besar terhadap peningkatan kompetensi membaca remaja.

Membaca teks fiksi sebagai bagian dari karya sastra tidak hanya memberikan hiburan sebagai pemantik untuk menyukai membaca, tetapi juga mendorong seseorang untuk melakukan deep reading, sebuah proses membaca yang mendalam dan reflektif. Deep reading melibatkan penguraian teks secara menyeluruh, memahami karakter, plot, tema, dan pesan yang disampaikan dengan cermat. Hal ini memungkinkan pembaca untuk meresapi nuansa dan kompleksitas cerita serta menggali makna yang lebih dalam. Selain itu, membaca teks fiksi juga mengajak pembaca untuk menempatkan diri dalam sudut pandang karakter dan menghayati dunia yang diciptakan dalam cerita, sehingga memperluas pemahaman mereka tentang manusia, kehidupan, dan nilai-nilai moral.

Setelah memahami landasan filosofis dan tujuan dari program Sastra Masuk Kurikulum ini, fokus kita bergeser pada langkah strategis yang harus diambil oleh sekolah untuk mengimplementasikan program ini dengan efektif. Bagaimana sekolah dapat merencanakan langkah-langkah yang tepat untuk memastikan bahwa program ini dapat berjalan sesuai dengan tujuannya? Di bawah ini beberapa strategi yang dapat dijadikan salah satu referensi bagi sekolah untuk menjalankan program ini.

Membangun Pemahaman Bersama

Langkah-langkah untuk mengimplementasikan program Sastra Masuk Kurikulum memerlukan pendekatan yang terstruktur dan kolaboratif. Pertama, penting bagi kepala sekolah dan para guru untuk membentuk pemahaman yang kokoh tentang pentingnya memasukkan sastra ke dalam kurikulum pembelajaran. Ini melibatkan proses diskusi dan refleksi bersama untuk memahami secara mendalam manfaat dan relevansi sastra dalam pengembangan keterampilan literasi dan pemikiran kritis siswa. Melalui dialog yang terbuka dan kolaboratif, kepala sekolah dan guru dapat menciptakan kesamaan visi dan komitmen untuk menjadikan sastra sebagai bagian integral dari pengalaman belajar siswa.

            Tanpa pemahaman yang kuat pada urgensi program ini, kepala sekolah ataupun guru akan kurang termotivasi untuk menjalankannya dengan kesungguhan dan mudah menyerah ketika dihadapkan pada situasi yang menyulitkan sehingga pada akhirnya program ini tidak lama bertahan.  Tanpa pemahaman yang kokoh tentang urgensi dan manfaat program Sastra Masuk Kurikulum, sekolah dapat kehilangan fokus dan keengganan dalam melaksanakannya dengan penuh semangat. Ini bisa mengakibatkan kegagalan dalam mencapai tujuan program dan menyebabkan program tersebut berakhir sebelum waktunya, seperti bunga yang layu sebelum mekar sepenuhnya. Oleh karena itu, membangun pemahaman yang kuat tentang urgensi program ini menjadi langkah krusial untuk memastikan kelangsungan dan keberhasilannya.

            Selain itu, kepala sekolah dan guru memiliki peran penting dalam merumuskan metode pembelajaran yang mengintegrasikan karya sastra ke dalam kurikulum dan mata pelajaran yang ada. Pentingnya metode pembelajaran ini tidak hanya terletak pada pemahaman siswa terhadap karya sastra itu sendiri, tetapi juga pada kemampuan mereka untuk mengaitkan dan mengaplikasikan elemen-elemen sastra ke dalam konteks pembelajaran yang lebih luas. Hal ini mencakup penggunaan karya sastra sebagai sumber belajar yang dapat memperkaya materi pelajaran yang sedang dipelajari, serta sebagai alat untuk membangun pemahaman yang lebih dalam tentang nilai-nilai, konsep-konsep, dan pengalaman manusia yang terkandung dalam karya sastra. Guru dapat merancang berbagai aktivitas pembelajaran yang melibatkan analisis teks, diskusi kelompok, perbandingan lintas mata pelajaran, dan proyek-proyek kreatif yang mendorong siswa untuk berpikir kritis, berkolaborasi, dan berkreasi.

Menyeleksi karya sastra

Langkah kedua dalam mengimplementasikan program Sastra Masuk Kurikulum adalah dengan mengumpulkan karya sastra yang menarik dan relevan dengan latar belakang siswa. Karya sastra yang dipilih dengan bijak menjadi fondasi penting dalam membangkitkan semangat membaca siswa. Oleh karena itu, kepala sekolah, guru, dan bahkan siswa perlu bekerja sama untuk menyusun daftar karya sastra yang akan dijadikan sebagai bacaan wajib dalam program ini. Pemilihan karya sastra yang relevan dengan materi pelajaran dan kehidupan siswa dapat memperkuat keterhubungan emosional mereka terhadap bahan bacaan, serta merangsang minat dan motivasi mereka untuk terlibat dalam pembelajaran. Pengumpulan karya sastra yang menarik dan relevan menjadi langkah kunci dalam memastikan keberhasilan dan daya tarik program Sastra Masuk Kurikulum.

Penulis menekankan pentingnya melibatkan siswa dalam proses seleksi karya sastra karena peran penting siswa sebagai pelaku pembelajaran. Partisipasi siswa dalam proses ini memungkinkan mereka memberikan masukan yang konstruktif berdasarkan pengalaman dan perspektif pribadi mereka. Dengan demikian, daftar bacaan sastra yang ditetapkan akan lebih menarik dan relevan bagi siswa karena mencerminkan minat dan kebutuhan mereka secara lebih akurat. Melibatkan siswa juga memberikan kesempatan bagi mereka untuk merasa memiliki program pembelajaran, yang dapat meningkatkan motivasi dan keterlibatan mereka dalam proses pembelajaran. Keterlibatan siswa dalam seleksi karya sastra merupakan langkah penting dalam memastikan kesuksesan dan daya tarik program Sastra Masuk Kurikulum.

Dalam memilih buku, terdapat beberapa faktor yang patut dipertimbangkan sebagaimana yang disebutkan dalam buku Panduan Sastra Masuk Kurikulum. Pertama, adalah kebutuhan kelas yang dapat menjadi acuan dalam menentukan jenis buku yang paling sesuai untuk dipelajari. Kemudian, penting juga untuk memperhatikan kemampuan peserta didik agar buku yang dipilih dapat sesuai dengan tingkat pemahaman mereka. Selain itu, relevansi topik yang sedang dibicarakan dalam konteks pembelajaran juga perlu diperhitungkan untuk menjaga keterkaitan antara materi dengan situasi aktual. Tak ketinggalan, minat peserta didik terhadap topik atau genre tertentu juga menjadi pertimbangan penting dalam memilih buku agar dapat meningkatkan motivasi belajar mereka. Yang tidak kalah pentingnya adalah sejauh mana pendidik siap untuk membawakan buku pilihan tersebut dalam proses pembelajaran, termasuk kesiapan untuk menyajikan materi dengan cara yang menarik dan menantang. Dengan mempertimbangkan faktor-faktor ini secara cermat, pemilihan buku dapat menjadi lebih tepat dan efektif dalam mendukung proses pembelajaran.

Untuk menambah referensi dalam seleksi karya sastra, sekolah dapat mempertimbangkan daftar buku rekomendasi pemerintah. Kemendikbudristek, bekerja sama dengan sejumlah kurator yang terdiri dari sastrawan, penulis, akademisi, dan guru, telah menyusun daftar rekomendasi karya sastra yang dinilai cocok sebagai bahan ajar untuk program Sastra Masuk Kurikulum di tingkat SD/MI, SMP/MTs, dan SMA/MA.

Sayangnya saat ini Buku Panduan Rekomendasi Buku Sastra yang diterbitkan oleh Kemendikbudristek mendapatkan kritik dari sejumlah pihak. Kritik tersebut muncul karena beberapa buku yang direkomendasikan untuk dibaca oleh siswa dinilai mengabaikan unsur kelayakan dan kepatutan. 

Menyikapi kritik yang muncul dari masyarakat, Kemendikbudristek saat ini telah mengambil langkah untuk menarik daftar buku-buku sastra yang sebelumnya direkomendasikan. Hal ini dilakukan karena beberapa buku dinilai mengandung konten yang dianggap tidak pantas, seperti kekerasan fisik, unsur seksualitas yang eksplisit, serta menggambarkan perilaku hubungan yang tidak sesuai dengan norma agama dan kesusilaan. Namun, secara umum rekomendasi buku-buku itu tetap dapat digunakan.

Menurut hemat penulis, permasalahan yang muncul bukan hanya terletak pada karya sastra yang dipilih, melainkan juga pada kesiapan guru dan orang tua dalam mendiskusikan serta membimbing siswa dalam proses membaca karya sastra. Pentingnya peran guru dan orang tua dalam memberikan pemahaman yang mendalam tentang isi buku serta membantu siswa untuk mengambil pelajaran dan nilai moral yang terkandung di dalamnya sama pentingnya dengan proses membaca itu sendiri. Diskusi yang terbuka dan mendalam tentang tema, karakter, dan pesan yang disampaikan dalam karya sastra dapat membantu siswa untuk mengembangkan pemahaman yang lebih dalam serta kritis terhadap isi buku yang mereka baca.

Coba perhatikan salah satu isi buku yang ada dalam Rekomendasi Buku Sastra Kemendikbudristek untuk tingkat SMA/MA/SMK.  “Orang-orang yang dibuat terkejut memandang hal itu nyaris tak percaya, beberapa orang terpekik, dan orang orang Belanda dibuat merah mukanya. Hingga ketika, tanpa sungkan, keduanya bercinta pada sebuah batu cadas ceper ditonton orang-orang yang memenuhi lembah bagaikan menonton film di bioskop, perempuan-perempuan saleh menutup batu cadas ceper wajah mereka dengan ujung kerudung dan para lelaki dibuat ngaceng. (Hal. 37)

Dalam salah satu cuplikan buku "Cantik itu Luka" karya Eka Kurniawan itu, digambarkan secara eksplisit adegan ekshibisionisme atau seks di tempat umum. Namun, untuk memahami sepenuhnya konteks dan implikasi dari adegan tersebut, diperlukan pemahaman mendalam terhadap keseluruhan isi buku dan kemampuan memetik pesan moral yang terkandung di dalamnya. Hal ini melibatkan proses yang lebih luas daripada sekadar memahami apa yang terjadi dalam adegan tersebut. Pentingnya untuk menjelajahi karakterisasi, alur cerita, serta tema-tema yang diangkat oleh penulis dalam buku secara menyeluruh. Hanya dengan cara ini kita dapat melihat bagaimana adegan tersebut berkontribusi terhadap pengembangan cerita secara keseluruhan dan pesan moral yang ingin disampaikan oleh penulis kepada pembaca.

Secara umum, guru-guru dan orangtua siswa kita memang belum sepenuhnya siap untuk menjelaskan pesan dan nilai moral dari karya sastra yang secara eksplisit memuat adegan seksual atau kekerasan fisik dan verbal. Hal ini terutama disebabkan oleh kultur masyarakat kita yang cenderung menjauhkan diri dari pembahasan tentang hal-hal yang dianggap kontroversial atau sensitif. Kendati demikian, penting untuk diingat bahwa karya sastra sering kali mencerminkan realitas sosial yang  disampaikan secara eksplisit, termasuk aspek-aspek yang mungkin tidak nyaman untuk dibahas. Dengan pendekatan yang bijaksana dan pemahaman yang mendalam, guru-guru dan orangtua dapat memanfaatkan karya sastra kontroversial ini sebagai kesempatan untuk membimbing siswa dalam memahami kompleksitas moral dan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya.

Singkatnya, karya sastra seperti buku "Cantik itu Luka" dan sejenisnya, meskipun itu adalah salah satu karya terbaik anak bangsa yang mendapatkan penghargaan internasional, masih menuai beragam pandangan terkait kelayakannya untuk dimasukkan dalam daftar bacaan yang direkomendasikan untuk pelajar.

Mengintegrasikan Karya Sastra dalam Mata Pelajaran

Mengintegrasikan karya sastra dalam mata pelajaran dapat memperkaya pengalaman belajar dan pemahaman siswa. Integrasi ini dapat dilakukan dalam berbagai mata pelajaran, dengan syarat bahwa guru memiliki kecermatan untuk melihat keterkaitan antara karya sastra dengan materi pelajaran yang dipelajari. Sebagai contoh, dalam mata pelajaran Fisika tingkat SMP/MTs, ada materi tentang hukum Archimedes yang dapat dikaitkan dengan tema yang diangkat dalam novel "Maryamah Karpov" karya Andrea Hirata. Dalam novel tersebut, terdapat kisah tentang seorang tokoh bernama Ikal yang berusaha untuk mengambil perahu yang tenggelam di sungai yang sangat dalam selama ratusan tahun. Ikal kemudian meminta bantuan temannya, Lintang, yang terkenal karena kecerdasannya. Lintang lalu memberi solusi dengan ilmu fisika hukum Archimedes. Perhatikan kutipan dalam buku berikut ini:

"Kita akan memainkan fisika Archimedes, Boi. Jangankan hanya mengangkat sebuah perahu, kita bahkan bisa mengangkat sebuah kota yang tenggelam!" (Hal. 177).

"Karena jika rumus-rumus ini sahih, akan banyak sekali benda-benda berat dapat diangkat dari dasar air ke permukaan dengan teknik yang sederhana tapi cerdas, dengan prosedur yang dapat diterapkan kaum awam saja. Jika rumus ini ternyata benar, kesaktiannya akan seperti Archimedes putra Phidias menemukan instrumen mekanika takal yang membuatnya mampu menarik kapal terbesar Syracuse dengan satu tangan, dan andai para ahli menemukan rumus-rumus ini tak tertutup kemungkinan menjadi awal terobosan ilmiah yang penting. Mungkin bisa menjadi dalil baru dalam fisika. (Hal. 179)

Melalui kisah yang disampaikan dalam novel "Maryamah Karpov" karya Andrea Hirata, siswa tidak hanya dapat memahami konsep hukum Archimedes secara lebih konkret, tetapi juga mengaitkannya dengan situasi kehidupan sehari-hari. Melalui buku ini, siswa diajak melihat bagaimana konsep fisika yang abstrak seperti hukum Archimedes dapat diaplikasikan dalam situasi kehidupan nyata, sehingga pembelajaran tidak lagi terasa monoton dan teoritis, tetapi menjadi lebih bermakna dan relevan bagi siswa. Pengalaman belajar yang memikat dari kisah sastra juga dapat memberikan motivasi tambahan bagi siswa untuk lebih mendalami materi pelajaran dan mengembangkan keterampilan berpikir kritis serta pemecahan masalah.

Mengintegrasikan Karya Sastra dalam Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5)

            Mengintegrasikan karya sastra dalam Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5) merupakan langkah strategis yang dapat memberikan kontribusi besar dalam memperkaya pengalaman pembelajaran siswa. Dalam konteks P5, karya sastra memiliki potensi besar sebagai sarana untuk menggali dan mendalami nilai-nilai profil pelajar Pancasila dalam konteks kehidupan sehari-hari. Dalam karya sastra, baik itu dalam bentuk novel, cerpen, atau puisi, seringkali terdapat tema-tema yang berkaitan erat dengan nilai-nilai Pancasila, seperti keimanan kepada Tuhan Yang Maha Esa, akhlak mulia, mandiri, gotong-royong, kebinekaan global, nalar kritis, dan kreatifitas.

            Salah satu rekomendasi kegiatan P5 yang terintegrasi dengan karya sastra adalah menuliskan nilai-nilai profil pelajar Pancasila yang ditemukan dalam novel atau cerpen. Dalam kegiatan ini, siswa akan dibagi menjadi kelompok yang terdiri atas tiga sampai lima orang untuk membuat sebuah karya tulis bebas. Mereka akan diminta untuk melakukan analisis mendalam terhadap nilai-nilai yang terkandung dalam sejumlah novel atau cerpen yang telah dipilih sebelumnya. Setiap kelompok akan bertanggung jawab untuk menemukan nilai-nilai profil pelajar Pancasila yang mereka temukan dalam cerita tersebut, baik secara langsung maupun tersirat. Proses ini tidak hanya melibatkan pemahaman mendalam terhadap teks sastra, tetapi juga membutuhkan refleksi dan penafsiran siswa terhadap nilai-nilai yang ingin disampaikan oleh pengarang. Selain itu, dalam karya tulis mereka, siswa juga diharapkan mampu mengaitkan nilai-nilai yang ditemukan dalam cerita dengan konteks kehidupan sehari-hari atau dengan isu-isu aktual yang sedang terjadi di masyarakat.

            Di akhir projek, siswa ditargetkan untuk menghasilkan sebuah karya tulis berupa buku yang berisikan kumpulan nilai profil pelajar Pancasila dari karya sastra yang telah mereka baca. Setelah melakukan analisis mendalam terhadap nilai-nilai yang terkandung dalam berbagai karya sastra, siswa akan menggabungkan temuan-temuan mereka ke dalam sebuah buku. Buku ini akan mencakup ringkasan nilai-nilai Pancasila yang mereka temukan, serta penafsiran dan refleksi mereka sendiri tentang implikasi nilai-nilai tersebut dalam konteks kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, buku yang dihasilkan akan menjadi suatu karya yang mewakili pemahaman siswa tentang nilai-nilai profil pelajar Pancasila yang telah mereka peroleh melalui penelaahan karya sastra.

Selain menyelesaikan buku, siswa juga diminta untuk mempresentasikan karya mereka di hadapan guru dan teman-teman mereka. Presentasi ini merupakan kesempatan bagi siswa untuk berbagi temuan dan pemikiran mereka tentang nilai-nilai profil pelajar Pancasila yang mereka teliti dalam karya sastra. Dengan mempresentasikan hasil kerja mereka, siswa akan dapat mengembangkan keterampilan berbicara di depan umum, serta meningkatkan kepercayaan diri mereka dalam menyampaikan ide dan gagasan mereka kepada orang lain. Selain itu, presentasi juga dapat menjadi forum untuk berdiskusi dan bertukar pendapat antar siswa, sehingga mereka dapat saling belajar dan menginspirasi satu sama lain.

Mengakhiri artikel ini, penulis kembali menekankan urgensi integrasi karya sastra dalam pembelajaran sebagai suatu langkah strategis untuk meningkatkan literasi membaca dan mengembangkan karakter siswa. Integrasi karya sastra tidak hanya tentang membaca dan memahami cerita, tetapi juga tentang mengasah keterampilan membaca secara kritis dan analitis. Selain itu, dengan membaca karya sastra, siswa juga diajak untuk meresapi berbagai nilai-nilai moral dan budaya yang terkandung dalam cerita. Selain itu, karya sastra juga dapat menjadi sarana yang efektif untuk mengasah kreativitas siswa. Melalui eksplorasi dunia imajinatif yang disajikan dalam cerita-cerita sastra, siswa diajak untuk berpikir out of the box dan melihat segala sesuatu dari berbagai sudut pandang. Yth para guru dan pemerhati pendidikan, mari bergandengan tangan dan berbagi cerita tentang implementasi karya sastra di tempat berkhidmat kita masing-masing. 

*Penulis adalah kepala perpustakaan MTsN 1 Pandeglang


Share this Post