Benarkah Arab Pra Islam Tidak Memiliki Tradisi Literasi?
Sumber Gambar :Benarkah Arab Pra Islam Tidak Memiliki Tradisi
Literasi?
Oleh:
Edih Sarto**
Penulis yang pernah belajar Sejarah Islam
ditingkat madrasah ibtidaiyah sering diceritakan oleh guru bahwa Arab atau bangsa Arab sebelum
diturunkannya agama Islam adalah bangsa Jahiliyah. Jahiliyah difahami sebagai
bangsa yang tidak mengenal tradisi literasi atau kamampuan tulis baca plus
bodoh. Akibatnya jika ada hal hal yang harus di abadikan atau dilestarikan
sebagai bukti dokumen mereka sangat kesulitan karena ketidakmampuan untuk
menuliskan atau membaca, benarkah demikian?.
Sesungguhnya tradisi literasi Arab pra-Islam
memiliki sejarah yang kaya dan beragam, yang mencakup periode panjang sebelum
munculnya agama Islam di wilayah Arab. Pada masa itu, Arab merupakan tanah yang
dihuni oleh berbagai suku bangsa, yang memiliki tradisi lisan dan tulisan
mereka sendiri. Tulisan Arab pra-Islam berkembang secara bertahap melalui
beberapa fase penting, yang berperan dalam pembentukan dan perkembangan
literasi Arab.
Fase pertama dalam sejarah tradisi literasi Arab
pra-Islam terjadi pada zaman pra-Islam. Pada periode ini, tulisan Arab pertama
kali muncul dalam bentuk tulisan safawi,
yaitu tulisan dengan gaya kursif yang digunakan untuk menulis prasasti pada
batu dan permukaan keras lainnya. Tulisan ini masih sangat sederhana dan
terbatas dalam hal variasi dan penggunaannya. Meskipun begitu, ini merupakan
langkah awal dalam pengembangan tradisi literasi Arab.
Selanjutnya, pada abad ke-4 Masehi, tulisan Arab
berkembang menjadi gaya kufi, yang
berasal dari nama kota Kufah di Irak. Gaya kufi ditandai dengan bentuk huruf
yang lebih tebal dan simetris, dengan garis-garis horizontal yang menonjol.
Gaya ini sering digunakan dalam penulisan Al-Qur'an dan prasasti-prasasti
monumental. Gaya kufi memiliki keindahan artistik tersendiri dan menjadi cikal
bakal dari gaya-gaya khat Arab yang akan datang.
Selama periode pra-Islam, literasi Arab lebih
dikenal sebagai bentuk sastra lisan. Tradisi lisan ini mencakup puisi, cerita,
dan nyanyian yang diwariskan secara turun-temurun dalam bentuk lisan. Puisi
Arab pra-Islam terkenal dengan kualitas estetikanya, dengan penggunaan bahasa
yang indah dan kompleks. Puisi-puisi ini sering kali menggambarkan kehidupan
sehari-hari, kisah-kisah heroik, serta keindahan alam dan cinta.
Pada abad ke-6 Masehi, tulisan Arab berkembang
lebih lanjut dengan munculnya gaya naskh.
Gaya naskh ditandai dengan huruf-huruf yang lebih bulat dan mudah dibaca. Gaya
ini memungkinkan penggunaan huruf-huruf yang lebih kecil, sehingga memungkinkan
penulisan yang lebih efisien dan cepat. Gaya naskh menjadi populer dalam
penulisan Al-Qur'an dan juga dalam tulisan-tulisan lain seperti ilmu
pengetahuan, sejarah, dan sastra.
Selama periode pra-Islam, pengetahuan dan
tradisi literasi Arab juga dipengaruhi oleh peradaban kuno lainnya di sekitar
wilayah tersebut. Misalnya, sebelum masa Nabi Muhammad SAW, bangsa Arab telah
mengenal tulisan Aram, Syriac, dan Nabatea. Pengaruh-pengaruh ini mempengaruhi perkembangan gaya
tulisan Arab dan memperkaya khazanah literasi Arab pra-Islam.
Tradisi literasi Arab pra-Islam juga mencakup
praktik penyimpanan dan penggunaan tulisan. Tradisi penyimpanan dan penggunaan
tulisan dalam literasi Arab pra-Islam dapat dijelaskan melalui beberapa aspek
yang penting.
Salah satu aspek utama adalah penggunaan tulisan
dalam konteks hukum. Sebelum Islam, orang Arab menggunakan praktek hukum yang
dikenal sebagai "jahiliyah" atau "kebodohan". Praktek ini
melibatkan perjanjian tertulis, kontrak, dan perjanjian bisnis yang
ditandatangani oleh pihak yang terlibat. Tulisan menjadi sarana penting dalam
memperjelas persyaratan dan kewajiban dalam transaksi tersebut. Praktek hukum
ini menjadi bagian penting dari kehidupan masyarakat Arab pra-Islam dan
membantu dalam pemeliharaan keadilan dan penegakan hukum.
Selain itu, tulisan juga digunakan dalam konteks
keagamaan dan spiritualitas. Meskipun Arab pra-Islam banyak mengandalkan
tradisi lisan dalam menyampaikan keyakinan dan praktik keagamaan mereka,
tulisan juga memiliki peran penting. Beberapa suku Arab memiliki kuil dan
tempat ibadah yang dihiasi dengan prasasti dan tulisan-tulisan yang merujuk
pada dewa-dewa mereka. Tulisan juga digunakan untuk mengabadikan puisi
keagamaan dan cerita-cerita mitologis yang berkaitan dengan kepercayaan mereka.
Selain itu, dalam literasi Arab pra-Islam,
tulisan digunakan untuk keperluan administrasi dan dokumentasi. Misalnya, di
Mekkah, tempat suci yang menjadi pusat perdagangan dan perjalanan, terdapat
praktik pencatatan dan dokumentasi yang berkaitan dengan perjalanan dagang,
transaksi bisnis, dan catatan keuangan. Tulisan menjadi alat yang penting dalam
mengelola dan mempertahankan catatan-catatan ini, serta dalam menjaga rekam
jejak kegiatan ekonomi dan administratif.
Selama periode pra-Islam, literasi Arab juga
dipelihara oleh para ahli waris tradisi. Beberapa keluarga atau suku memiliki
tanggung jawab khusus dalam menjaga dan menyebarkan pengetahuan tulisan,
termasuk penyimpanan naskah-naskah penting. Mereka memainkan peran penting
dalam melestarikan puisi, sejarah, dan pengetahuan lisan lainnya dalam bentuk
tulisan. Para ulama dan penyair dianggap sebagai penjaga tradisi dan penerus
ilmu pengetahuan pada masa itu.
Meskipun tulisan Arab pra-Islam belum mencapai
tingkat perkembangan dan kompleksitas yang akan terjadi setelah munculnya
Islam, tradisi literasi Arab pra-Islam merupakan fondasi penting bagi
pengembangan literasi Arab selanjutnya. Penggunaan tulisan dalam konteks hukum,
agama, administrasi, dan pemeliharaan tradisi menjadi landasan yang membantu
dalam transisi menuju literasi Islam yang lebih luas dan kompleks setelah
munculnya Al-Qur'an.
Selain itu, tradisi literasi Arab pra-Islam juga
melibatkan penggunaan tulisan dalam bidang ilmu pengetahuan dan keilmuan.
Sebelum munculnya Islam, terdapat beberapa pusat keilmuan di wilayah Arab
seperti Yaman, Hira, dan Ta'if, di mana para sarjana dan ahli pengetahuan mengembangkan
dan menyebarkan pengetahuan dalam berbagai disiplin ilmu. Tulisan digunakan
untuk mencatat dan menyebarkan pengetahuan tentang matematika, astronomi,
kedokteran, kimia, dan filsafat.
Tulisan juga memainkan peran penting dalam
literatur Arab pra-Islam. Karya sastra dalam bentuk puisi dan prosa mulai
berkembang pada masa ini. Puisi
Arab pra-Islam, yang sering kali terdiri dari
syair-syair pendek yang indah dan dipuji karena keindahan bahasa dan gaya
retorisnya, menjadi karya seni yang sangat dihargai dan dianggap sebagai salah
satu bentuk prestasi tertinggi dalam tradisi literasi Arab pra-Islam. Beberapa
penyair terkenal pada masa pra-Islam antara lain Imru' al-Qais, Zuhair bin Abi
Sulma, dan Antar bin Shaddad. Selain puisi, ada juga karya prosa yang muncul
pada periode ini, meskipun dalam jumlah yang lebih sedikit. Beberapa bentuk
prosa yang ditemukan dalam literasi Arab pra-Islam termasuk sejarah, cerita
rakyat, dan kisah-kisah mitologis. Karya-karya ini sering kali menggambarkan
peristiwa-peristiwa sejarah, kepahlawanan, dan mitologi yang berkaitan dengan
kepercayaan dan budaya masyarakat Arab pra-Islam.
Penting untuk dicatat bahwa tradisi literasi
Arab pra-Islam tidak terbatas hanya pada wilayah Arab, tetapi juga mencakup
wilayah-wilayah di luar Arab yang berbicara dalam bahasa Arab. Misalnya, di
Mesopotamia, yang meliputi wilayah Irak modern, terdapat tradisi literasi yang
kuat sebelum munculnya Islam. Tulisan Arab digunakan untuk mencatat pengetahuan
ilmiah, hukum, dan sejarah di pusat-pusat keilmuan seperti Baghdad dan Kufah.
Pada masa pra-Islam, literasi Arab masih
berkembang dalam cakupan yang terbatas, dengan penggunaan tulisan yang lebih
terfokus pada keperluan praktis dan keagamaan. Namun, tradisi literasi ini
memberikan dasar penting dalam pengembangan literasi Arab setelah munculnya
Islam, di mana Al-Qur'an menjadi pusat pengembangan bahasa Arab sebagai bahasa
ilahi. Literasi Arab pra-Islam memberikan landasan kuat bagi perkembangan lebih
lanjut dalam bidang sastra, ilmu pengetahuan, hukum, dan agama, serta membentuk
identitas literasi Arab yang terus berkembang hingga saat ini.
Setelah munculnya Islam pada abad ke-7 Masehi,
literasi Arab mengalami transformasi yang signifikan. Al-Qur'an, kitab suci
dalam agama Islam, menjadi titik pusat dalam tradisi literasi Arab. Tulisan
Arab menjadi sarana untuk menyebarkan ajaran Islam dan mempelajari Al-Qur'an.
Buku-buku Islam awal mulai ditulis dalam bahasa Arab, termasuk hadis-hadis
(riwayat-riwayat tentang kehidupan Nabi Muhammad) dan karya-karya ilmiah yang
berkaitan dengan agama, hukum, teologi, dan filsafat.
Seiring dengan perkembangan literasi Islam,
gaya-gaya tulisan Arab berkembang lebih lanjut. Gaya-gaya khat seperti Thuluth, Naskh, dan Diwani mulai muncul dan digunakan dalam penulisan Al-Qur'an, karya
sastra, dan dokumen-dokumen agama lainnya. Gaya-gaya khat ini memiliki
keindahan artistik dan kompleksitas yang tinggi, dan mereka menjadi bagian
integral dalam warisan seni kaligrafi Arab.
Literasi Arab juga berkembang pesat melalui
pendirian perpustakaan dan lembaga pendidikan. Pada abad ke-8 Masehi, Khalifah
Abbasiyah, Al-Mansur, mendirikan perpustakaan Bayit al-Hikmah (Rumah Kebijaksanaan) di Baghdad. Perpustakaan ini
menjadi pusat intelektual dengan koleksi ribuan naskah Arab dan terjemahan
karya-karya ilmiah dari berbagai budaya dan peradaban kuno. Pada saat yang
sama, madrasah-madrasah (sekolah Islam) mulai bermunculan di seluruh wilayah
Islam, termasuk wilayah Arab, yang memainkan peran penting dalam mendidik
generasi-generasi Muslim dalam bidang agama, ilmu pengetahuan, dan sastra.
Selain itu, para cendekiawan dan penulis
terkenal seperti Ibnu Khaldun, Al-Farabi, dan Ibn Sina (Avicenna) juga muncul
pada periode ini, menghasilkan karya-karya yang membantu dalam pengembangan
intelektual dan ilmiah dunia Islam. Mereka menulis dalam bahasa Arab dan
menggabungkan warisan pengetahuan Yunani, Persia, India, dan sekitar wilayah
Arab dalam karya-karya mereka.
Selama Abad Keemasan Islam (abad ke-8 hingga
ke-14 Masehi), tradisi literasi Arab mencapai puncaknya. Perpustakaan dan
lembaga pendidikan Islam yang berada di bawah kekuasaan khalifah-khalifah
Abbasiyah dan kemudian dinasti-dinasti Islam lainnya menjadi pusat penyebaran
pengetahuan. Ilmuwan Muslim melakukan terjemahan besar-besaran karya-karya
ilmiah dari bahasa Yunani, Persia, dan Sanskerta ke dalam bahasa Arab. Ini
membantu memperkaya dan mengembangkan literasi Arab, serta memberikan
kontribusi penting dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan pemikiran
intelektual di dunia Islam.
Dalam hal sastra, tradisi sastra Arab terus
berkembang setelah munculnya Islam. Puisi tetap menjadi bentuk sastra yang
dominan, dengan puisi lirik dan epik menjadi populer di antara para penyair.
Puisi Arab Islam menggabungkan elemen-elemen keagamaan, etika, cinta, dan
keindahan alam dalam karya-karyanya. Salah satu contoh terkenal adalah
"Mu'allaqat", serangkaian puisi yang ditulis oleh beberapa penyair
terkenal pada masa pra-Islam dan dihargai oleh komunitas sastra Arab pada masa
Islam.
Selain puisi, prosa juga berkembang dalam
tradisi literasi Arab Islam. Karya-karya sejarah, biografi, dan teks-teks hukum
dan teologi mulai ditulis dalam bentuk prosa. Beberapa karya terkenal dalam
tradisi literasi Arab Islam termasuk "Sirah Nabawiyah" (biografi Nabi
Muhammad), "Al-Muwatta" karya Imam Malik tentang hukum Islam, dan
"Al-Mabsut" karya Imam Sarakhsi tentang hukum Islam.
Tradisi literasi Arab Islam juga melahirkan
cabang khusus dalam bentuk kaligrafi Arab, yang merupakan seni menulis
huruf-huruf Arab dengan keindahan artistik. Kaligrafi Arab menjadi bagian
integral dari seni Islam dan digunakan dalam dekorasi masjid, kitab suci, dan
karya seni lainnya. Gaya-gaya khat seperti Thuluth, Naskh, dan Diwani terus
dikembangkan dan dihargai sebagai ekspresi seni dan keindahan dalam tradisi
literasi Arab Islam.
Pada saat yang sama, literasi Arab Islam juga
berperan dalam menyebarkan pengetahuan ke luar dunia Arab. Melalui proses
terjemahan, karya-karya ilmiah, filsafat, dan karya sastra Arab diterjemahkan
ke dalam bahasa-bahasa lain seperti Latin, Ibrani, dan Spanyol.
Terjemahan-terjemahan ini memainkan peran penting dalam memperkenalkan
pengetahuan Arab-Islam ke Eropa dan mempengaruhi perkembangan ilmu pengetahuan
dan pemikiran di dunia Barat.
Secara keseluruhan, tradisi literasi Arab Islam
memberikan kontribusi yang signifikan terhadap perkembangan ilmu pengetahuan,
sastra, dan seni di dunia Islam. Warisan literasi Arab Islam tidak hanya
menginspirasi perkembangan di masa lalu, tetapi juga mempengaruhi dan
memperkaya literasi Arab kontemporer. Pencapaian sastra dan intelektual dalam
tradisi literasi Arab pra-Islam dan Islam terus dihargai dan dipelajari hingga
saat ini, membentuk identitas literasi Arab yang kaya dan beragam.
**penulis adalah Mahasiswa S2 Program Pendidikan
Agama Islam Uiversitas Mathlalul Anwar Banten.