Bercerita Sebagai Media Penyampai Pesan Dan Nilai

Sumber Gambar :

Oleh :  Siti Mulyani Awalia*

Sangat membanggakan para orang tua jika melihat anaknya tumbuh dan berkembang sesuai dengan tingkat perkembangannya. Perkembangan anak di usia dini meliputi moral agama, fisik motorik, kognitif, bahasa dan seni. Di masyarakat kini pemahaman tentang pendidikan anak usia dini  hanya dipandang dari sisi akdemik saja seperti tiga kemampuan emas yaitu  calistung yakni membaca menulis dan berhitung. Anak yang tidak memiliki tiga kemampuan emas tadi dianggap tidak berhasil dalam proses pendidikan di sekolah usia dini dan lebih ironisnya lagi lembaga sekolah dianggap telah gagal dalam proses pendidikan. Ditambah lagi dengan tes kemampuan untuk masuk Sekolah Dasar favorit anak harus memiliki tiga kemampuan emas itu. Jika tidak memilikinya maka anak tidak diterima di sekolah favorit tersebut. Akibatnya ketika anak dalam proses pendidikan di tingkat sebelumnya dituntut oleh orang tua untuk bisa membaca, menulis dan berhitung dengan cara dipaksa ikut less, privat, dan lain sebagainya. Selain itu permintaan orang tua ke lembaga sekolah agar anaknya mendapatkan tugas pekerjaan rumah layaknya anak SD. Pemahaman Pendidikan tentang pendidikan usia dini kini sudah salah kaprah dan keluar dari esensi yang sebenarnya.

Kemampuan  bahasa dan Literasi anak usia dini mengikuti suatu urutan yang diramalkan secara umum sekalipun banyak variasinya diantara anak yang satu dengan yang lainnya dengan tujuan mengembangkan kemampuan anak untuk berkomunikasi. kebanyakan anak memulai kemampuan bahasa dan literasinya dari menangis untuk mengekspresikan responnya terhadap macam-macam rangsangan. setelah itu anak anak mulai memeram (cooing) yaitu melafalkan bunyi yang tidak ada artinya secara berulang seperti suara burung sedang sedang bernyanyi. Pada saat masuk Taman Kanak-Kanak mereka telah menghimpun kurang lebih 8000 kosa kata, menguasai hampir semua bentuk dasar tata bahasa, membuat pertanyaan, kalimat negatif, kalimat tunggal, kalimat majemuk

Banyak upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kemampuan membaca pada anak usia dini diantaranya adalah dengan metode  bercerita. Metode bercerita adalah salah satu metode dalam pembelajaran di Pendidikan Anak Usia Dini. Pengertian bercerita antara lain yaitu bercerita merupakan cara bertutur kata atau memberikan penerangan secara lisan. Dimana kegiatan ini merupakan mengungkapkan perasaan dan keinginan atau sebagai stimulan yang dapat mengundang anak terlibat secara mental.

Adapun tujuan metode bercerita yaitu diantaranya adalah untuk melatih daya tangkap anak dan daya fikir, melatih daya konsentrasi dan membantu perkembangan daya imajinasi dan kreativitas anak serta untuk menciptakan suasana menyenangkan dan akrab di dalam kelas mendukung proses pembelajaran segala ilmu pengetahuan dan nilai pada anak.

Disamping itu bercerita juga bisa untuk merangsang menumbuhkan minat dan kegemaran membaca dan sebagai   suatu petualangan yang besar (a grant adventure). Dan juga mampu untuk merangsang  proses kognisi serta mengembangkan kesiapan dasar bagi perkembangan bahasa dan literasi.

Lebih jauh, kegiatan bercerita adalah untuk  mengembangkan kemampuan berbicara anak dan menambah pembendaharaan kosa kata anak, karena dengan perbendaharaan kosa kata tersebut berimbas pada mengembangkan kemampuan sosialisasi anak yakni dengan orang tua, guru serta dengan teman temannya.

Bercerita juga bisa dijadikan sebagai media penyampai pesan dan nilai, dan penambah pengetahuan, sebagai pengalaman belajar untuk berlatih mendengarkan dan pengalaman batin sehingga dapat membantu proses identifikasi diri dan perilaku anak. Disamping sebagai media penyampai pesan dan nilai, bercerita juga bisa dijadikan  sebagai sarana menghibur, mendidik, dan menggugah emosi serta meningkatkan kemampuan berbahasa.

Kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh orang tua kepada anaknya ini, akan mampu menumbuhkan sikap disiplin dan membangun kedekatan dan keharmonisan, membangkitkan emosi dan inspirasi, memunculkan perubahan dan sebagai terapi atau penyembuhan, serta sebagai sarana media pembelajaran

Sobol & Neile seperti dikutip Lilis (2017) mengatakan bahwa bercerita adalah suatu kegiatan yang dilakukan seseorang secara lisan kepada orang lain dengan alat tentang apa yang harus disampaikan dalam bentuk pesan, informasi atau hanya sebuah dongeng yang dikemas dalam bentuk cerita yang dapat didengarkan dengan rasa menyenangkan.

Briliantono (2012) menekankan bahwa dongeng atau cerita mempunyai dampak yang positif bagi aspek afeksi dan psikologis anak. Mendengarkan cerita bukan hanya akan membangkitkan imajinasi anak, tetapi secara psikologis akan semakin mengeratkan hubungan batin antara orang tua dengan anak. Adapun beberapa manfaat mendongeng atau membacakan buku cerita kepada anak antara lain, pertama, mengasah dan mempertajam imajinasi. Seringkali anak-anak bermain dengan tema-tema tertentu menurut daya imajinasinya atau menurut kesukaannya. Biarkan anak kita bermain dengan tema yag dibuatnya tanpa dibatasi. Sesekali orang tua boleh bertanya, agar anak berani dan terbiasa menjelaskan gagasan. Dengan demikian kelak akan tumbuh menjadi orang yang terbuka dengan pendapat orang lain dan berani melemparkan dan mempresentasikan gagasannya.

Kedua, memacu kreativitas. Pada saat menyimak cerita, anak akan terangsang untuk menirukan hal-hal positif dan berpengaruh dalam menyelesaikan masalah secara kreatif pula. Kreativitas tidak bisa dibangun sendiri oleh anak tersebut, tetapi harus didukung oleh lingkungan dimana ia tinggal. Lingkungan yang terdekat adalah keluarga. Dimana peran keluarga ini sangat dominan untuk memacu kreativitas anak.

Ketiga, memancing rasa ingin tahu. Setelah mendengarkan cerita, tentu timbul pertanyaan dalam diri anak. Misalnya, kenapa hal tersebut bisa terjadi, apakan kejadian serupa terjadi pada saat sekarang ini, dan akan timbul banyak lagi pertanyaan, ketika yang diceritakan itu menarik keingintahuannya. Keingintahuan ini akan mendorong anak untuk mencari bahan referensi yang lebih banyak baik berupa bahan bacaan, bahan tayangan atau mencari pencerita lainnya untuk memenuhi keingintahuannya.

Keempat, menanamkan nilai agama dan moral. Allah mengajarkan manusia dalam al-Qur’an melalui cerita atau kisah umat-umat terdahulu. Karena metode bercerita terbukti efektif dalam menumbuhkan kesadaran untuk berperilaku baik dan mengembalikan fitrah manusia agar tunduk patuh kepada Allah. Cerita sangat baik untuk mendidik hati, menumbuhkembangkan sikap dan rasa syukur, bahkan dapat melembutkan hati yang keras. Jadi bukan tanpa alasan kalau Allah menceritakan tentang umat terdahulu dalam al-Qur’an.

Kelima, menciptakan situasi yang menggembirakan serta mengembangkan suasana hubungan yang akrab sesuai dengan tahap perkembangannya. Anak senang mendengarkan cerita terutama bila orang tua atau guru menyajikannya dengan baik. Cerita yang disajikan secara menyenangkan biasanya akan membangkitkan hubungan yang sangat erat dari pencerita dengan audiensnya, sehingga akan menciptakan suasana akrab diantara mereka.

Keenam, membangitkan minat baca. Kegiatan bercerita menjadi semacam pelatihan membaca yang penting. Bercerita akan menumbuhkan minat anak terhadap kegiatan membaca. Termasuk pada perkembangan selanjutnya yaitu merangsang menulis bagi anak. Karena setelah anak menyimak apa yang sudah diceritakan, biasanya ingatan-ingatan it uterus ada di benaknya. Dan hal ini biasanya yang dirasakan anak untuk menceritakan kembalai atau menuliskan kembali cerita yang sudah pernah di dengarnya.

Ketujuh, memperkaya kosa kata. Cerita merupakan dunia yang diciptakan melalui kata-kata. Cerita dengan media bahasa harus dapat dipahami pendengarnya, oleh karena itu bahasa yang digunakan harus sesuai dengan tingkat usia anak. Kosakata yang digunakan tidak bermakna ganda sehingga menyulitkan anak dalam memahami cerita. Kata-kata yang dianggap penting dapat di ulang-ulang dalam penceritaan. Kosa kata ini adalah untuk memperkaya kalimat yang bisa digunakan dikemudian hari oleh si anak untuk berkomunikasi lewat ucapan maupun tulisan.

Kedelapan, mengenalkan budaya. Cerita atau dongeng biasanya dikaitkan dengan kejadian yang berkaitan dengan nama tempat, kebiasaan masyarakatnya dan budaya yang dilakukan. Dengan demikian secara tidak langsung anak dikenalkan pada ajaran budaya tertentu yang berlaku di suatu masyarakat. Budaya ini biasanya sangat erat kaitannya dengan tradisi yang berlangsung pada satu masyarakat tertentu, sehingga ini menjadi khasanah pengetahuan bagi masyarakat lainnya untuk mengetahuinya. Dengan demikian keragaman budaya dan tradisi di masyarakat tertentu dapat diketahui dan dipelajari oleh masyarakat lainnya.

Dari beberapa manfaat bercerita atau mendongeng tersebut diatas, tentu saja ini berpengaruh terhadap pemikiran anak. Setelah mendengarkan cerita akan timbul daya imajinasi yang menimbulkan rasa ingin tahu dengan banyak memperhatikan, membicarakan serta mempertanyakan berbagai hal yang didengarnya. Hal ini akan mendorong pada hal-hal positif yang berbuah pada kreativitas dan peningkatan minat baca.

Membangkitkan minat baca melalui bercerita sebagai penyampai pesan dan nilai pada anak-anak merupakan persoalan yang kompleks.  Diperlukan berbagai upaya dan usaha untuk menciptakan lingkungan yang mendukung terciptanya kebiasaan membaca. Disisi lain, pengaruh media sosial yang sudah merambah ke setiap strata sosial di masyarakat  cukup signifikan terhadap peningkatan minat baca anak-anak. Dengan demikian, rumah, sekolah dan masyarakat harus menciptakan lngkungan yang mendukung semuanya.

*Pemustaka

Referensi :

  1. 1. Lilis Madyawati. Strategi Pengembangan Bahasa Pada Anak. Jakarta : Kencana, 2016
  2. 2. Briliantono M. Soenarwo. 360 Pekan Masa Keemasan Anak. Jakarta : Al-Mawardi, 2012.

Share this Post