DINAMIKA PENERBITAN BUKU ISLAM DAN KHAZANAH LITERASI DI INDONESIA
Sumber Gambar :DINAMIKA
PENERBITAN BUKU ISLAM DAN KHAZANAH LITERASI DI INDONESIA
Oleh: Aip Rohadi, S.IP*
Berdasarkan
data yang dilansir oleh The Pew Forum on Religion & Public Life,
penganut agama Islam di Indonesia sebesar 209,1 juta jiwa atau 87,2 persen dari
total penduduk. Jumlah itu merupakan 13,1 persen dari seluruh umat muslim di
dunia1. Berdasarkan
data tersebut, artinya masyarakat di Indonesia di dominasi oleh penganut agama
Islam. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika dominasi umat islam tersebut juga
memiliki korelasi yang erat dengan pertumbuhan penerbitan buku bertemakan islam.
Hal ini terlihat dari fenomena industri
buku yang akhir-akhir ini tumbuh pesat, ditandai dengan munculnya penerbit-penerbit
buku di berbagai kota di Indonesia. Ada yang cukup menyita perhatian, dari bergairahnya
industri buku tersebut, yakni maraknya penerbitan buku-buku agama,terutama buku-buku
bertemakan Islam2. Berdasarkan data
pengajuan ISBN (International Serial Book
Number) memperlihatkan bahwa setidaknya ada 5.000 judul dengan tema islam3.
Tonggak baru dalam dunia penerbitan buku
Islam di Indonesia, khususnya buku-buku terjemahan dari bahasa Arab terjadi pada
dekade 1950-an, yang ditandai dengan munculnya beberapa penerbit terkenal seperti
Toha Putra (Semarang), Menara (Kudus), dan Bulan Bintang (Jakarta), baik Toha
Putra maupun Menara telah menerbitkan sejumlah teks klasik yang disertai dengan
terjemahan berbahasa Jawa atau Indonesia, disamping karya-karya asli para ulama
Jawa4. Seiring berjalannya waktu, dari ketiga penerbit besar tersebut, ternyata penerbit Bulan Bintang yang tidak mampu
bertahan dalam kompetisi dunia penerbitan buku islam ditambah ada persoalan
manajerial yang tak teratasi sepeninggal pendirinya yakni Abdul Manaf Zamzani
pada 1982.
Industri penerbitan buku islam di
Indonesia kembali bergairah pada tahuan 1980-an saat memasuki masa-masa
kreatif dunia perbukuan Indonesia dengan munculnya beberapa penerbit buku umum
dan buku religi (Islam) yang tampil lebih modern. Ditandai dengan hadirnya penerbit-penerbit mayor yang sudah
mapan seperti Mizan, Pustaka Salman, Pustaka Panjimas, Pustaka Firdaus, al-Bayan,
Gema Insani Press dan lain-lain. Masa
tersebut juga merupakan masa berseminya karya-karya tokoh pemikir Islam Indonesia modern, yaitu Amien Rais,
Abdurrahman Wahid (Gus
Dur), Nurcholish Madjid,
dan Jalaluddin
Rakhmat. Tokoh
Islam lain yang patut disebutkan dan
karyanya berpengaruh adalah Emha Ainun
Nadjib. Itulah fase baru yang kemudian menjadikan buku-buku Islam
menyumbang omzet tinggi dalam transaksi buku secara nasional seperti yang
disampaikan beberapa toko buku5.
Di samping penerbit mayor, masih banyak
pula penerbit-penerbit indie milik pesantren, sekolah, maupun kelompok agama
tertentu yang tersebar di seluruh Indonesia. Melihat
perkembangan Di
Indonesia, selain munculnya kalangan intelektual santri yang memacu pertumbuhan
buku-buku bertemakan Islam, terdapat pula geliat intelektual muda kampus yang
basis kegiatannya berada di masjid-masjid kampus. Tentu kita mengenal Pustaka
Salman (1980) yang berbasis dari aktivis masjid salman (ITB) dan Shalahuddin Press
(1983) dengan basis aktivis masjid Shalahuddin (UGM).
Cendekiawan muslim, Azyumardi Azra menilai,
kian meningkatnya penerbitan peredaran buku-buku Islam dalam dasawarsa-dasawarsa
terakhir, tidak hanya ditandai dengan keragaman disiplin keilmuan keislaman,
tapi juga oleh keragaman wacana yang berkembang. Antusiasme pembaca dan penerbit
kepada buku-buku Islam pada satu pihak, dan kenyataan sulitny amendapatkan naskah-naskah
asli karangan "ulama", pemikiran dan cendekiawan, mendorong penerbit untuk
melirik buku-buku terjemahan dari asing, terutama berbahasa Arab dan Inggris
yang diterbitkan di berbagai tempat di luar Indonesia6.
Selain itu, penulis juga berfikir bahwa fenomena hijrah di kalangan masyarakat
Indonesia akhir-akhir ini juga membuat kebutuhan bacaan dengan tema Islam
meningkat karena semangat keberagamaan yang juga meningkat sehingga turut berpengaruh
pada tingkat konsumsi buku islam.
Perkembangan
industri penerbitan buku islam juga memberikan sumbangsih pada keragaman tema
tulisan dalam buku yang beredar di masyarakat. Pembaca memiliki banyak
referensi dengan berbagai tema yang disajikan. Jika dirunut, sejak periode
1980-an peningkatan jumlah penerbitan buku-buku Islam terjadi pada hampir semua
disiplin keilmuan, seperti Al Quran dan Hadis, syariah dan fikih, ibadah, kalam
dan teologi, tasawuf, pendidikan Islam, sejarah dan biografi, sosial budaya dan
pembangunan, politik Islam, ekonomi dan bisnis, kesehatan, ilmu pengetahuan dan
teknologi, kesenian, dan sebagainya7. Namun, jika melihat daftar buku yang
direkomendasikan dan menjadi best seller
di Gramedia pada Agustus 2018 adalah buku islam dengan tema fikih dan syariah8 .
Tidak
dapat dimungkiri jika buku menjadi media yang banyak diminati seseorang untuk
menuangkan gagasan maupun pengetahuannya. Tak jarang, buku acap kali juga
menjadi representasi kontestasi ideologi pemikiran keislaman seseorang. Selain
itu, dalam konteks keagamaan, menulis buku bertema islam dalam berbagai genre juga
digunakan sebagai media dakwah. Dalam sejarahnya pula, buku menjadi hal yang
prestisius dan dijadikan pencitraan bagi penguasa.
Perjalanan panjang industri penerbitan dan dinamika pertumbuhan buku-buku bertema islam menjadi saksi tentang perjalanan panjang keberaksaraan di Indonesia. Industri perbukuan memiliki kontribusi besar dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia masyarakat Indonesia. Kalangan industri buku dihadapkan pada upaya keras menanamkan minat membaca di kalangan generasi muda di tengah masyarakat yang kental berbudaya lisan. Oleh sebab itu, industri penerbitan buku merupakan bagian yang tak dapat dipisahkan dari proses berjalanannya literasi. Masyarakat Indonesia yang mayoritas muslim dan pasang surut penerbitan buku islam perlu dilirik guna melihat tingkat literasi masyarakat Indonesia.
Kita dan Literasi
Berbicara
masalah literasi, di masyarakat kita latah dengan aktivitas membaca buku
atau gerakan membangun minat baca, padahal seharusnya tidak sekadar membangun minat membaca individu. Akan tetapi, literasi merupakan
pembelajaran seumur hidup yang membuat
individu memiliki kemampuan untuk mengelola informasi yang dihasilkan dari
kemampuan mengenal dan membaca informasi. Berbagai macam survei hasil pengukuran aktivitas membaca di
Indonesia beberapa waktu lalu yang sempat menjadi viral dijadikan landasan
untuk melanggengkan kampanye literasi hingga hari ini. Namun sayangnya, yang
menjadi capaian utama gerakan literasi adalah masyarakat gemar membaca,
ketersediaan dan distribusi merata sumber bacaan terjamin, maka sukses sudah
gerakan literasi tersebut. Padahal, pada kenyataannya belum tuntas. Sukses
bukan berarti tuntas. Sehingga, gerakan
literasi yang dikampanyekan seharusnya pada akhirnya dapat berubah menjadi
budaya literasi di masyarakat Indonesia.
Terkait
literasi ini, di kalangan muslim populer dengan perintah iqra’ yang artinya “Bacalah”. M.Quraish Shihab dalam aL-Misbah menafsirkan kata Iqra memiliki beragam makna
antara lain: membaca, menyampaikan, menelaah, mendalami, meneliti, mengetahui
ciri-ciri sesuatu9. Merujuk pada tafsir tersebut, maka perintah
membaca tak berhenti pada aktivitas membaca buku, namun mengharuskan seorang
individu juga melakukan aktivitas mengenali pengetahuan sehingga pada akhirnya
menjadi umat yang berpengetahuan.
Kata
‘literasi’ belum menjadi lema di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) yang
disusun oleh Badan Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Namun, pada lema
‘aksara’, kita dapat menemukan kata ‘keberaksaraan’ yang sama maknanya dengan literasi
yaitu kemampuan membaca dan menulis. Makna tersebut adalah makna umum dari
‘literasi’ yang selama ini kita kenal. Namun, perlu kesepakatan bersama tentang
definisi literasi literasi termasuk ruang lingkup maupun praktiknya agar tidak
ada lagi makna ambigu pada lema literasi yang akan berpengaruh pada praktiknya
di lapangan. Aktivitas literasi sebenarnya sudah akrab di masyarakat Indonesia.
Tentu saja jika literasi dimaknai secara luas. Kita tahu, di setiap wilayah
yang ada di Indonesia memiliki kearifan lokal yang masih dipegang teguh sebagai
adat masyarakat setempat. Kearifan lokal Indonesia
yang begitu indah dan beragam membuat para sastrawan mengabadikannya dalam
karya sastra. Sebut saja Andrea Hirata, Pramoedya Ananta
Toer, Chairil Anwar, Taufik Ismail melalui buku-bukunya yang sangat populer dan
laris di kalangan masyakarakat Indonesia.
Lantas, apa hubungan penerbitan dan
tingkat literasi masyarakat Indonesia? Bisakah peningkatan jumlah terbitan
dapat djadikan tolok ukur tingkat literasi masyarakat kita? Mengambil pendapat
Yona Primadesi dalam bukunya “Dongeng Panjang Literasi Indonesia”, pertumbuhan
penerbitan buku yang ber-ISBN ternyata menjadi salah satu tolok ukur tingkat
literasi di Indonesia. Perpustakaan Nasional (PERPUSNAS) setiap tahun berkewajiban memberikan laporan mengenai data
ISBN di Indonesia pada lembaga ISBN internasional yang berpusat di Paris,
Prancis. Keberadaan ISBN dalam setiap terbitan buku digunakan sebagai salah
satu instrumen untuk mengukur perkembangan literatur di sebuah negara. Karena
perkembangan literatur berkorelasi positif terhadap tingkat literasi masyarakat
di sebuah negara. Oleh karena itu, setiap penerbit diwajibkan untuk mengurus
“akta kelahiran” berupa ISBN pada setiap terbitannya.
Masyarakat Indonesia yang didominasi
oleh umat islam memberikan sumbangsih pada dunia literasi yang tidak dapat
diabaikan oleh kita semua. Industri penerbitan buku islam dengan berbagai
dinamikanya nyatanya telah melahirkan beberapa penulis buku populer seperti Oki
Setiana Dewi, Habiburrahman el shirazy, Asma Nadia, Felix Xiaw, Asma Nadia dan
lain sebagainya. Penulis-penulis muslim tersebut menjadi influencer bagi
umat islam untuk mmebaca sehingga buku-buku yang mereka tulis menjadi best-seller.
Contoh lain adalah keberadaan cendekiawan-cendekiawan muslim yang muncul dari
kalangan akademisi seperti Azzumardi Azra, Kuntowijoyo, Amin Rais, Nadirsah
Hosein, Emha Ainun Najib dan masih banyak lagi
juga menulis buku turut memberikan andil dalam perkembangan industri
penerbitan buku di Indonesia.
Tabel
1. Data peringkat penjualan buku TB Gramedia pada tahun 2014.
|
No |
Jenis
Buku |
Eksemplar |
|
1 |
Buku Anak |
10.135.778 |
|
2 |
Buku Religi& Spiritual |
3.421.197 |
|
3 |
Buku Fiksi |
3.264.185 |
|
4 |
Buku Pelajaran/Sekolah |
3.427.828 |
|
5 |
Buku Referensi dan Kamus |
1.687.873 |
|
6 |
Buku Bisnis dan Ekonomi |
954.045 |
|
7 |
Buku Pengembangan Diri |
823.324 |
|
8 |
Buku Ilmu Sosial |
720.519 |
|
9 |
Buku Psikologi |
749.667 |
|
10 |
Buku Masakan |
669.046 |
Berdasarkan data tersebut dapat dilihat bahwa penjuaan buku dengan tema religi menempati posisi kedua dalam penjualan. Buku-buku ini selalu menarik perhatian kaum Muslim di Indonesia yang populasinya mencapai 87% dari total populasi penduduk Indonesia.
Akses dan Pemerataan Distribusi Buku
Tak
dapat dimungkiri bahwa wilayah Indonesia yang sangat luas turut berpengaruh
pada akses masyarakat pada buku maupun sumber informasi lain. Hal tersebut
berpengaruh juga pada distribusi buku dari penerbit-penerbit maupun toko buku.
Pemerataan akses informasi bagi masyarakat menjadi salah satu aspek penting
dalam ketuntasan program Gerakan Literasi Nasional (GLN). Oleh karena itu,
keberadaan perpustakaan menjadi sangat penting dalam menjamin ketersediaan
akses pada sumber bacaan maupun sumber informasi.
Data
yang dilansir oleh Perpustakaan Nasional (Lakip Perpusnas 2016) menyebutkan bahwa
tingkat ketersediaan perpustakaan secara nasional baru terpenuhi 20 persen,
yakni baru 154.359 perpustakaan dari rasio kebutuhan sebesar 767.951
perpustakaan. Adapun perpustakaan umum, yakni perpustakaan yang diselenggarakan
oleh pemerintah dari tingkat pusat, daerah, kecamatan, sampai desa, serta
perpustakaan komunitas (Pasal 22 UU No.43/2007 tentang Perpustakaan) baru
mencapai ketersediaan 26 persen dari rasio yang dibutuhkan. Begitu pula
keberadaan toko buku juga masih tergolong sedikit dan tidak merata. Jaringan
toko buku Gramedia, misalnya, baru sekitar 113 toko, sementara jaringan toko
buku lainnya jauh lebih sedikit lagi jumlahnya. Toko-toko buku tersebut umumnya
juga terletak di kota besar atau setidaknya di ibu kota provinsi atau ibu kota
kabupaten, sehingga akses masyarakat di pelosok tidak terwadahi.
Belum tercapainya
target pemenuhan kebutuhan adanya perpustakaan sesuai amanat undang-undang
serta keberadaan toko buku di wilayah Indonesia erat kaitannya dengan pasang
surut industri penerbitan di Indonesia. Kedua pihak tersebut
(perpustakaan&toko buku) menjadi pangsa pasar penjualan besar bagi
penerbit. Jumlah penjualan dari toko buku selalu diukur untuk menentukan target
pasar dan melihat minat tema-tema yang diinginkan oleh masyarakat. Sedangkan
perpustakaan menjadi lembaga formal yang menjadi sarana bagi masyarakat untuk
mendapatkan akses terhadap sumber bacaan.
Data
IKAPI pada tahun 2011 menunjukkan bahwa 70% distribusi buku fiksi maupun
nonfiksi terserap di pulau Jawa dan Bali. Di samping karena sebagian besar
penerbit berproduksi di pulau Jawa, hal ini juga disebabkan tingginya biaya
pengiriman buku ke luar Jawa. Selain itu, jumlah Perguruan Tinggi dan
Pesantren-pesantren yang didirikan di Jawa dan Bali menyebabkan tingkat
konsumsi buku bacaan sangat tinggi di Jawa & Bali dibandingkan dengan
pulau-pulau lain. Peran pemerintah sangat penting dalam menghadapi kesenjangan
pemerataan distribusi buku dan akses terhadap informasi. Diharapkan,
Perpustakaan Nasional dapat dengan segera memenuhi kebutuhan keberadaan
perpustakaan sesuai dengan amanat undang-undang dari tingkat desa hingga
kabupaten di seluruh daerah yang ada di Indonesia. Pegiat-pegiat literasi juga
dibutuhkan sinerginya untuk menghidupkan aktivitas di perpustakaan tersebut dan
sumber bacaan yang ada dapat dimanfaatkan secara maksimal.
* Pustakawan Universitas Banten
Referensi
1. Databoks, ‘Indonesia, Negara Berpenduduk Muslim
Terbesar Dunia’, 11 November, 2016, 209
2. Indonesia, Ikatan Penerbit, Industri Penerbitan Buku Indonesia Dalam
Data Dan Fakta (Jakarta: Ikatan Penerbit Indonesia, 2015
3. Istiarni, Atin, Khazanah
Penerbitan Buku Islam Di Indonesia (Yogyakarta, 2016). https://www.researchgate.net/publication/301325284_
KHAZANAH_ PENERBITAN_BUKU_ISLAM_DI_INDONESIA>
4. Meutia Ersa Anindita, Yuk,
Pertebal Iman Dengan 5 Buku Islami Terlaris Di Bulan Agustus!, 2018
5. Munip, Abdul, Transmisi
Pengetahuan Timur Tengah Ke Indonesia: Studi Tentang Penerjemahan Buku
Berbahasa Arab Di Indonesia 1950-2004 (Yogyakarta: Bidang Akademik UIN
Sunan Kalijaga, 2008)
6. Nasional, Perpustakaan, ISBN
7. No Title
8. Shihab, Muhammad Quraish, Tafsir
Al-Mishbah Pesan, Kesan Dan Keserasian Al-Qur’an, 15th edn (Jakarta:
Lentera Hati, 2011)
Catatan kaki :
1 Databoks, ‘Indonesia, Negara Berpenduduk Muslim
Terbesar Dunia’, 11 November, 2016,
209
2 Atin Istiarni, Khazanah
Penerbitan Buku Islam Di Indonesia (Yogyakarta, 2016)
3 Perpustakaan Nasional, ISBN
4 Abdul Munip, Transmisi
Pengetahuan Timur Tengah Ke Indonesia: Studi Tentang Penerjemahan Buku
Berbahasa Arab Di Indonesia 1950-2004 (Yogyakarta: Bidang Akademik UIN
Sunan Kalijaga, 2008).
5 Ikatan Penerbit Indonesia, Industri Penerbitan Buku Indonesia Dalam Data Dan Fakta (Jakarta:
Ikatan Penerbit Indonesia, 2015).
6 No Title
7 Istiarni.
8 Meutia Ersa Anindita, Yuk, Pertebal Iman Dengan 5 Buku Islami Terlaris Di Bulan Agustus!,
2018
9 Muhammad Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah Pesan, Kesan Dan Keserasian Al-Qur’an, 15th edn
(Jakarta: Lentera Hati, 2011).