Eksistensi Profesi Penerjemah dan Proses Penerjemahan Surat Keputusan Gubernur Jenderal era Kolonial

Sumber Gambar :

Eksistensi Profesi Penerjemah dan Proses Penerjemahan Surat Keputusan Gubernur Jenderal era Kolonial

Ditulis oleh :Ida Rowaida

Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

 

Eksistensi seorang penerjemah dipertanyakan saat teknologi dan informasi berkembang begitu pesatnya. Sebut saja dengan adanya Google Translate, UDictionary, iTranslate, Linguee dan masih banyak lagi yang menawarkan kemudahan secara instan dan gratis dalam menerjemahkan suatu teks bahasa asing. Namun faktanya, profesi itu masih tetap eksis sampai saat ini. Bahkan pada beberapa instansi pemerintah, profesi sebagai penerjemah termasuk ke dalam Jabatan Fungsional Tertentu (JPT). Seperti di Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Banten terdapat dua Penerjemah Ahli Pertama berstatus PNS, yaitu Sofyan Effendi, S.Th., dan Hafid, S. Sos. I.

Berdasarkan artikel Ascarya Solution, sebuah startup pendidikan yang menawarkan jasa Penerjemah Tersumpah menyebutkan bahwa perkembangan teknologi penerjemahan yang semakin pesat, tidak serta-merta mengurangi peran dari sebuah profesi penerjemah. Selalu saja ada pekerjaan yang berhubungan dengan penerjemahan yang perlu dilakukan oleh profesi tersebut. Karena, penerjemahan secara instan melalui aplikasi atau website tidak memiliki nilai kredibilitas yang mumpuni dibandingkan di terjemahkan oleh penerjemah ahli/tersumpah. Pengaturan Profesi Penerjemah juga memiliki landasan hukum yang sangat jelas, diatur dalam Undang-undang Nomor 24 tahun 2009 tentang Penerjemah dan Juru Bahasa. 

Sejalan dengan itu, menurut Ilzamudin dalam jurnalnya yang berjudul 'Proses Penerjemahan: Deskripsi Teoritik' menyatakan urgensitas profesi sebagai seorang penerjemah juga tidak mudah. Karena dalam praktiknya, Penerjemah tidak hanya memperhatikan aspek-aspek linguistik saja tetapi juga aspek-aspek non-linguistik untuk mencapai pamahaman yang sesuai dengan makna sebenarnya. Bukan sekedar pengalihbahasa semata. Terutama untuk penerjemahan dokumen resmi yang bersifat sangat mengikat, tidak sembarang orang dapat menerjemahkannya. Seperti isi kitab suci, undang-undang, perjanjian bisnis, surat-surat bisnis, bahkan penerjemahan naskah arsip kuno. 

Berikut contoh hasil penerjemahan naskah arsip kuno berbahasa Belanda tentang Surat Keputusan Gubernur Jenderal tahun 1914 oleh salah satu Penerjemah Ahli Pertama di Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Banten : 

https://jikp.bantenprov.go.id/read/berita/447/BESLUIT-No-7-tanggal-16011914.html 

Dalam praktiknya, penerjemahan naskah arsip kuno tersebut ditempuh dalam beberapa proses dengan penerapan dari teori Nida dan Taber (1974), yaitu:

1.    Analisis teks bahasa sumber (BSu) yang terdiri atas analisis hubungan gramatikal, analisis makna dari masing-masing kata dan kombinasi kata-kata.

2.      Transfer yakni materi yang telah dianalisis pada tahap pertama ditransfer di dalam benak penerjemah dari bahasa sumber (Bsu) ke dalam bahasa sasaran (Bsa). Pada tahap ini biasa disebut juga dengan tahap transliterasi.

3.    Restrukturisasi materi yang telah ditransfer sedemikian rupa sehingga sepenuhnya bisa diterima dalam bahasa sasaran atau bahasa penerima. 

Dalam menterjemahkan naskah arsip kuno, terutama arsip berbahasa Belanda yang diterbitkan pada zaman kolonial, selain memenuhi tiga tahap di atas, juga perlu untuk memperhatikan padanan istilah dan teks pararel. Menurut hasil wawancara dengan Penerjemah Ahli, Sofyan menyatakan bahwa padanan istilah dan teks pararel itu penting karena penggunaan tata bahasa dalam naskah kuno ternyata berbeda dengan penggunaan tata bahasa orang-orang Belanda saat berkomunikasi sehari-hari. 

Dalam Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Institut Teknologi dan Bisnis Ahmad Dahlan, Syihaabul Hudaa memaparkan bahwa padanan merupakan suatu bentuk pemutakhiran bahasa Indonesia yang terbilang unik, dikarenakan memunculkan istilah baru dalam bahasa Indonesia. Sejalan dengan pendapat diatas, menurut Irma dan Bakri dalam Jurnal Mabasan, serapan bahasa sumber (BSu) ke bahasa saduran (BSa) kerap kali tidak proporsional. Hal ini menjadikan kaidah padanan berbeda dengan kaidah transliterasi dan serapan kata dalam bahasa Indonesia. Bentuk kata padanan sudah tidak bisa ditelusuri kemiripan dengan bahasa aslinya. 

Misalnya saja kata mouse yang sering kita gunakan dipadankan dengan kata tetikus dalam bahasa Indonesia. Kata tetikus merupakan bentuk padanan kata dalam bahasa Indonesia karena tidak dapat ditelusuri kemiripan dengan kata asalnya. Nah, dalam penerjemahan naskah arsip kuno di atas, Besluit No 7, padanannya terdapat pada kata Residen yang secara literal memiliki makna sebuah jabatan pemerintah daerah dengan wilayah pemerintahannya disebut Karisidenan, yaitu pembagian administratif dalam sebuah pemerintahan wilayah di Hindia Belanda (Indonesia) yang ada hingga tahun 1950-an. Kata residen dan Karisidenan termasuk dalam kata padanan, karena jika disamakan posisinya dengan Provinsi yang dipimpin oleh gubernur saat ini, tidak semua dari 34 provinsi pernah memiliki karesidenan dan seorang residen. 

Selanjutnya tentang penelusuran teks pararel dalam proses menterjemahkan naskah arsip kuno. Penelusuran ini membutuhkan perhatian yang serius. Karena, para penerjemah harus mengchek satu persatu arti suatu kata apakah maknanya sama dengan makna kata yang digunakan pada zaman dibuatnya tulisan dari naskah kuno tersebut. Dalam Besluit No 7 yang berisi tentang Surat Keputusan Gubernur Jenderal ditulis pada tahun 1914, dapat kita temukan kata Alg. Rek. Dua buah singkatan yang merujuk pada Algemeene Remenaker yang artinya adalah Badan Pemeriksa Keuangan Umum. Penemuan kepanjangan dua kata serta makna itu tidak bisa asal menebak, harus benar-benar sesuai dengan makna sesungguhnya yang dimaksud oleh si penulis pada waktu itu. 

Nah, cara menemukan kepanjangan dan arti dari Alg. Rek., serta kata-kata lain yang sulit diterjemahkan dalam Besluit No 7, penerjemah mengecek teks pararel pada dua naskah, yaitu Inventaris Arsip Binnenlandsch Bestuur Serie Toegangen (1887-1949) dan Inventaris Arsip Departement Van Binnenlandsch Bestuur: Seri Grote Bundel (Afdeeling E) (1835) 1860-1942 yang diterbitkan oleh Arsip Nasional Indonesia, bagian Deputi Bidang Konservasi Arsip. 

Setelah dirasa tuntas menterjemahkan, penerjemah masih harus melakukan pengecekan guna memeriksa secara cermat berkaitan dengan kesalahan-kesalahan minor seperti salah ketik, ejaan, dan kesalahan mekanis lainnya. Selain itu, hal yang paling fatal berupa kesalahan-kesalahan yang bersifat major itu juga harus mendapat perhatian dan kehati-hatian, seperti kekurangtepatan dalam memberikan padanan, baik pada tataran kata, frasa, klausa, kalimat, hingga wacana. Tahap akhir adalah dengan membuat daftar pustaka terkait sumber referensi apa saja yang digunakan selama proses penerjemahan dan memberi kesimpulan isi dari naskah arsip kuno yang telah diterjemahkan tersebut. 

Maka dapat dipahami bahwa isi dari Besluit No 7 adalah tentang surat keputusan dari Gubernur Jendral yang memerintahkan pemberian subsidi kepada Sekolah Puteri Swasta di Pandeglang sebesar 198f untuk perluasan sekolah itu pada tahun 1914. Berdasarkan tahun ditulisnya surat itu, kita akan mengetahui bahwa tahun 1914 merupakan tahun dimana periode penerapan trilogi politik etis Belanda berlangsung (1901-1942). Penerapan ini merupakan gagasan dari C. Th. Van Deventer yang mengkonsepsikan trilogi itu dalam wujud irigasi, edukasi dan imigrasi. Menurut Fajar dalam jurnalnya yang membahas pendidikan pada periode penerapan politik etis, kita juga akan mengetahui siapa Gubernur Jendral yang memerintahkan penulisan Surat Keputusan (Besluit No 7) itu. Dia adalah Gubernur Jenderal Alexander Willem Frederik Idenburg yang memerintah tahun 1909-1916.

Daftar Pustaka

1.  Effendi, Sofyan dan Ida Rowaida. Terjemahan Besluit No 7 Tanggal 16/01/1914 https://jikp.bantenprov.go.id/read/berita/447/BESLUIT-No-7-tanggal-16011914.html

2.    Artikel Profesi Penerjemah: Apakah Masih Diperlukan Di Era Internet Ini? Ponorogo: Ascarya Solution Allianz, 2022

3.   Setiawan, Irma dan Bakri. Ketaksaan Padanan Kata dan Ungkapan Bahasa Asing dalam Bahasa Indonesia: Sebuah Kajian Politik Bahasa untuk Penyempurnaan Pedoman Umum Pembentukan Istilah dan Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi IV. Mataram: Jurnal Mabasan 9 (1), 55-65, 2015

4.   Hudaa, Syihaabul. Transliterasi, Serapan, dan Padanan Kata: Upaya Pemutakhiran Istilah dalam Bahasa Indonesia. Tanggerang Selatan: Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2 (1), 1-6, 2019

5.     Ma'mur, Ilzamudin. Proses Penerjemahan: Deskripsi Teoritik. Serang: Jurnal Alqalam 24 (3), 421-437, 2007

6.     Eugene A. Nida clan Charles R. Taber, The Theory and Practice of Translation (Liden : E.J. Brill, 1974)

7. Shidiq Sofyan Heru, Fajar dkk. Sistem Pendidikan Kolonial Belanda di Indonesia Tahun 1900-1942. Jember: Artikel Mahasiswa, 1-8, 2014.


Share this Post