Ketika Budaya Baca Menjadi Wacana
Sumber Gambar :Ketika Budaya Baca Menjadi Wacana
Oleh :Â Ai Bida Adidah Shofa*
Â
Pendahuluan
Bagi masyarakat yang berbudaya akademik, membaca merupakan suatu kegiatan yang tidak boleh ditinggalkan. Semakin rutin ia membaca maka akan semakin mendorong rasa ingin tahu dalam dirinya, sehingga tidak ada waktu luang yang terbuang dalam kehidupannya. Kebiasaan seperti ini hanya terjadi pada masyarakat yang sudah tinggi tingkat literasinya, membaca sudah merupakan bagian dari kehidupan mereka. Mereka senantiasa akrab dengan buku. Sambil menunggu bis atau kereta mereka asyik membaca buku, bukan mengobrol. Kondisi tersebut jauh berbeda dengan masyarakat kita pada umumnya. Jangankan di terminal bis atau di stasiun kereta, di perpustakaan pun sepi pengunjung.
Aspek Budaya
Sebenarnya apabila dikatakan budaya baca masyarakat Indonesia rendah bisa jadi merupakan kesimpulan yang tergesa-gesa. Dalam kehidupan sehari-hari masih dapat kita jumpai pengemudi becak, supir angkot atau profesi lain yang tidak termasuk kumunitas masyarakat intelektual begitu bernafsu terhadap bahan bacaan. Sering kita jumpai pengemudi becak yang menemukan sobekan koran tidak serta merta mereka membuangnya tetapi akan dinikmatinya terlebih dahulu. Tidak sedikit pula dari kalangan ini yang membeli koran untuk mengisi waktu luang mereka sambil menunggu penumpang.
Apabila indikator budaya membaca adalah minat membaca koran, maka tidak dapat dikatakan bahwa masyarakat Indonesia tidak memiliki budaya membaca. Permasalahannya barangkali tidak dapat digambarkan sesederhana itu. Akan tetapi sejauh mana kemauan membaca tersebut mampu mendorong terwujudnya kualitas sumber daya manusia. Bagaimanakah golongan terpelajar sebagai kalangan yang diidam-idamkan sebagai agen perubahan memiliki kebiasaan membaca.
Kebiasaan bukan sesuatu yang datang dengan tiba-tiba, demikian pula dengan membaca. Kebiasaan membaca juga tidak bisa ditumbuhkan secara instan, karena kebiasaan membaca menyangkut perilaku seseorang. Dalam teori prilaku, kebiasaan dapat ditumbuhkan kalau dilakukan secara terus menerus tetapi juga diperlukan pemaksaan, dalam artian hal ini diperlukan penekanan pada seseorang agar melakukan kegiatan membaca, sehingga terbentuk kebiasaan membaca.
Kebiasaan membaca tidak bisa dilepaskan dari budaya masyarakatnya. Artinya, untuk menumbuhkan budaya membaca juga tidak lepas dari aspek yang menyangkut budaya. seperti telah kita ketahui bersama bahwa masyarakat Indonesia cenderung memiliki budaya lisan dibanding dengan budaya menulis, banyaknya seni pertunjukan rakyat yang diwariskan secara lisan adalah contoh kuatnya budaya lisan, demikian juga budaya yang berkembang di masyarakat sehari-hari. Tradisi orang tua dulu yang mempunyai kebiasaan mendongeng sebelum tidur, walaupun cerita yang disampaikan hanya berkisar pengulangan belaka. Lonjakan perubahan budaya masyarakat yang seharusnya dari lisan kemudian ke tulisan lalu membaca, diperparah dengan keadaan perkembangan teknologi komunikasi yang dahsyat. Masyarakat cenderung mengambil alih teknologi terlebih dahulu ketimbang membaca. Oleh karena itu, untuk menumbuhkan minat membaca apalagi menumbuhkan budaya membaca, selain membutuhkan waktu yang panjang juga dibutuhkan sentuhan yang bernuansa budaya dalam artian yang lebih luas.
Secara teoritis, merubah perilaku bukan persoalan mudah, apalagi yang menyangkut persoalan sistem nilai. Budaya membaca lebih terkait pada pembiasaan. Merubah perilaku yang tidak terkait dengan nilai, memiliki kemungkinan untuk diubah dibanding dengan budaya yang menyangkut nilai. Untuk menumbuhkan budaya membaca perlu merubah pola pikir masyarakat. Artinya masyarakat perlu ditanamkan secara terus menerus arti penting dan keuntungan membaca.
Dapat ditarik suatu pengertian bahwa secara kultural bangsa Indonesia adalah masyarakat yang lebih cenderung memiliki budaya melihat dan bicara dibanding budaya atau kebiasaan membaca. Dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat Indonesia pada umumnya memiliki minat yang tinggi untuk melihat sesuatu.
Perkembangan Teknologi Informasi
Masyarakat moderen sebagai produk globalisasi dan revolusi teknologi informasi memunculkan berbagai masalah sosial. Pengaruh kehidupan moderen, arus informasi maupun semakin membudayanya nilai sosial mempengaruhi tingkat perkembangan, perilaku, dan permasalahan yang dihadapi anak. Media masa, khususnya televisi merupakan biang keladi yang paling handal untuk mempengaruhi perilaku anak. Fenomena tersebut merupakan trend yang tidak dapat dihindari. Perkembangan teknologi informasi juga berdampak pada sikap dan perilaku siswa SD. Tidak sedikit dari mereka yang sudah menggunakan teknologi informasi baik berupa handphone, facebook, twiter maupun internet. Tidak jarang kondisi ini menimbulkan efek negatif bagi mereka.
Kehadiran teknologi informasi semestinya disikapi secara proporsional. Sikap gagap teknologi adalah suatu yang tidak boleh terjadi, tetapi sikap kaget akan memalukan dan merugikan. Kecenderungan yang terjadi pada generasi muda pada umumnya saat ini adalah hanya mampu menggunakan teknologi komunikasi bukan memanfaatkannya. Istilah menggunakan lebih memberikan kesan netral yang belum tentu memiliki nilai positif, tetapi istilah memanfaatkan lebih memiliki nuansa positif.
Beberapa Alternatif
Penutup
Menumbuhkan minat baca bukan sekedar persoalan teknis tetapi lebih merupakan persoalan budaya yang terkait dengan perilaku masyarakat. Upaya menumbuhkan minat dan budaya baca harus ditumbuhkan sejak usia dini. Faktor lingkungan, khusunya keluarga, menjadi salah satu penentu keberhasilan upaya ini. Oleh karena itu, keluarga mesti menciptakan suasana agar anak-anak mereka yang masih usia dini dibiasakan dengan budaya membaca. Hal ini tidak bisa dilakukan secara instans tetapi harus dilakukan secara terus menerus dan memerlukan waktu relatif panjang.
Merubah pola pikir masyarakat merupakan langkah yang harus dilakukan untuk menciptakan kondisi yang kondusif bagi tumbuhnya minat baca. Selain hal yang sifatnya teknis, membidik anak usia dini merupakan hal yang lebih strategis untuk mewujudkan masyarakat pembelajar (learning society). Diperlukan keterpaduan dan kesungguhan dari berbagai pihak untuk sebuah cita-cita besar, bangsa yang memiliki kualitas handal. Selain itu pula harus diyakinkan bahwa membaca merupakan awal dari sebuah cita-cita.
Terhadap teknologi informasi harus dilakukan upaya yang lebih maksimal untuk merubah penggunaan menjadi pemanfaatan. Upaya ini dapat ditempuh dengan pengenalan secara dini teknologi informasi dengan segala aspeknya secara kontekstual. Penggunaan teknologi di perpustakaan adalah untuk menunjang pelayanan maksimal kepada masyarakat, ketika mereka membutuhkan atau mencari informasi, dapat di akses secara cepat, tepat dan akurat.
 *Peminat masalah sosial