KH. TB. A. SUCHARI CHATIB : Tokoh Perdamaian Dunia Dari Banten

Sumber Gambar :

KH. TB. A. SUCHARI CHATIB : Tokoh Perdamaian Dunia Dari Banten

Oleh Ratu Nizma Oman*

“Jika umat Islam ingin lepas dan merdeka dari penjajahan Barat maka setiap Muslim harus memperkokoh keimanan dan memperkuat keyakinan pada agama. Umat Islam harus bersatu dalam menghadapi Imperialisme sehingga terwujud persahabatan untuk perdamaian serta persahabatan umat Islam sedunia”.

(Pidato “Persahabatan Dunia Islam” yang disampaikan oleh K. H. Tb. A. Suchari Chatib di Tashken, Uzbekistan, Uni Soviet, 1955.).

 

Pewaris Para Ulama

Kyai Haji Tubagus Achmad Suchari Chatib bin K.H. Tb. Achmad Chatib bin K.H. Tb. M. Wasi Al - Bantani adalah keturunan dari Sultan Maulana Hasanuddin Banten. Ibunya, Ratu Hasanah binti K.H. Asnawi adalah keturunan dari Sultan Mataram. Suchari Chatib lahir di kampung Caringin - Labuan pada tanggal 17 Agustus 1920. Beliau adalah anak laki-laki pertama dari sepuluh bersaudara. Kemudian Tb. Suchari memiliki istri bernama Nyi Mas Ratna Juwita dan dikaruniai sembilan orang putra/putri.

Lingkungan keluarga sangat religius dan di didik dengan aturan Islam. Sifatnya pendiam dan gemar belajar. Beliau adalah seorang ulama yang juga ahli dalam bidang politik dan militer. Semasa sekolah dijuluki Siyasah Kabir/ ahli politik dan ahli ilmu bela diri. Beliau juga seorang komandan revolusioner tentara pejuang Hizbullah cabang Banten dan juga seorang politisi teladan yang tidak suka hidup mewah. Pernah menolak hadiah mobil Holden dari presiden Soekarno karena masih ingin merasakan penderitaan rakyat. Ulama kharismatik dari Banten yang kemudian diutus untuk perdamaian dunia dan menjalin persahabatan di dunia Islam. Dialah Suchari Chatib, putra Residen Banten dan cucu kesayangan Syeikh Asnawi Agung Caringin al Bantani. Pewaris para ulama.

Revolusi

Pada tahun 1926, terjadi peristiwa Perang Sanggoma (pertempuran di jembatan Sanggoma Caringin Labuan). Saat itu usia Tb. Suchari masih kanak-kanak sekitar 6 tahun. Timbullah perlawanan SI (Syarikat Islam) terhadap pemerintah Hindia-Belanda yang selalu menindas rakyat. Dipimpin oleh Syeikh Asnawi, ulama paling berpengaruh di Banten pada abad ke-20 dan menantunya, K.H. Tb. A. Chatib sebagai Panglima. Namun kemudian Ki Chatib dan para pejuang lainnya ditangkap karena ancaman dari pemerintah kolonial yang akan membantai rakyat. Setelah perang berlangsung dua hari dua malam dan dari kedua belah pihak banyak jatuh korban.

Kemudian Ki Agung Asnawi dan keluarganya diasingkan ke daerah Cianjur Jawa Barat. Sedangkan Ki Chatib diasingkan ke pulau Digul (Papua) bersama para pejuang yang lain. Suchari, kakak dan ibunya ikut diasingkan bersama sang kakek. Kemudian  Suchari mulai bersekolah disana tepatnya di M.I.S (Muawanah Ikhwan School). Beliau murid yang pandai. Pelajaran yang paling digemari adalah ilmu sejarah, ilmu bumi dan bahasa. Selama di Cianjur penuh dengan suka dan duka. Suka karena dapat belajar dan mengaji serta hidup sederhana sebagaimana lainnya. Duka karena ditinggal ayah yang menjalani hidup dalam tempat pengasingan yang berbeda dan terpaut jauh jaraknya.

Tahun 1931, Ki Agung Asnawi dipulangkan ke daerah asalnya Caringin bersama seluruh keluarga. Kemudian Tb. Suchari meneruskan sekolahnya dan mengaji di Madrasah M.A (Masyarikul Anwar) milik kakeknya. Ia pun mengaji pada sang kakek sampai selesai kelas VII. Pada tahun 1935, ia mulai diberi tugas mengajar. Sedangkan pada tahun 1937, wafatlah Ki Agung Caringin dan gemparlah seluruh Banten. Pada tahun itu pula Tb. A. Suhari Chatib meneruskan sekolahnya ke SMI Jami’at Khair Tanah Abang Jakarta Kemudian diterima kelas empat. Selama di Jakarta dua tahun selain sekolah ia pun bergabung di PSII (Partai Syarikat Islam Indonesia) dan aktif mengikuti kursus-kursus politik sehingga dikalangan siswa diikenal sebagai “Siyasah Kabir” atau ahli politik.

Pada tahun 1942, meluaslah Perang Dunia ke Asia Pasifik dan ke Indonesia yang disponsori oleh Jepang. Tentara Jepang (Dai Nippon) mulai masuk melalui Laut Sunda dan mundurlah tentara Belanda dari Indonesia. Sebab Jepang telah membom negeri kincir angin itu. Akibatnya hancurlah tentara kolonial Belanda berikut sekutunya yaitu Inggris, Amerika dan Australia. Pada saat itulah pemerintah kolonial Belanda sedang terancam bahaya perang dengan Jepang. Negaranya sudah dikuasai oleh Fasis Jerman.

Disaat itulah Kh. Tb. Achmad Chatib yang masih ditahan di pulau terpencil Digul akhirnya berhasil dipulangkan ke Caringin sebagai tahanan kampung (selat ares) setelah kurang lebih 17 tahun lamanya diasingkan. Kemudian Tb. Suchari dapat bertemu kembali dengan ayahnya dan keluarga lainnya yang sudah cukup lama terpisah.

Jepang yang awalnya menyatakan sebagai pelindung Asia namun semakin lama terasa kekejamannya para tentara Jepang itu. Rakyat susah dan mereka harus kerja paksa tanpa dibayar. Terjadi kelaparan dan banyak yang meninggal. Nyawa seolah tiada harganya lagi. Para perempuan diperkosa dan diambil paksa. Tanah sawah mulai mengering dan kemarau berkepanjangan. Akhirnya timbullah perlawanan dari rakyat dan para ulama yang dipimpin oleh Achmad Chatib.

Setelah mendengar hal itu, maka para pemuda segera mengadakan persiapan-persiapan untuk merebut kekuasaan dari pihak Jepang. Diantaranya mengadakan rapat segi empat antara para ketua pemuda yaitu Tb. A. Suchari Chatib, Tan Malaka, Ayip M. Dzukhri dan Tahrir. Empat pemimpin pemuda yang meliputi daerah Banten untuk mengerahkan seluruh pemuda supaya merebut kekuasaan dari tangan Jepang setelah ada komando dari pusat berupa proklamasi kemerdekaan Indonesia. Persiapan disusun sedemikian rupa dan mulailah bekerja keras semuanya hingga pada bulan Agustus sampai kemenangan berhasil direbut kembali dari tangan para penjajah.

Tanggal 17 Agustus 1945 di proklamirkanlah kemerdekaan Indonesia oleh Soekarno yang kemudian diangkat sebagai Presiden RI dan Bung Hatta wakilnya atas nama seluruh rakyat Indonesia. Disaat itulah para pemuda bergerak serentak mulai mengibarkan bendera sang merah putih. Maka berjalanlah pemerintahan Revolusioner setelah penaklukan kemerdekaan.

Kemudian K.H. Tb. A. Chatib diangkat menjadi Residen Banten. Mulailah beliau menyatukan dan mentertibkan pemerintahan ke jalan revolusi menghendaki perubahan dan penggantian susunan dan personalisasi pemerintahan. Dengan kebijaksanaan Residen Banten maka diangkatlah para Kiai sebagai Bupati, Wedana, Camat dan Lurah untuk mengamankan dan menentramkan keadaan. Terjadi gejolak-gejolak pasca revolusi seperti pemberontakan atas nama Dewan Rakyat yang diboncengi oleh gerakan komunis dan agresi Belanda kedua pada tahun 1948 namun semua itu dapat diatasi oleh para pejuang yang sudah ahli di bidang militer dan para pemuda yang siap bertempur di garis depan termasuk Tb. A. Suchari Chatib, sang komandan tentara Hizbullah Banten.

Mengisi Kemerdekaan

Pada Tahun 1950, saat RI menang dan kedaulatan diserahkan dari tangan Belanda kepada RI. Tb. Suchari dan keluarganya (Ayip Dzukhri, kakak ipar dan Ibunda Ratu Hasanah) yang sempat ditahan Belanda untuk menjadi jaminan di Banten kemudian dibebaskan dengan segala perjanjian tidak memusuhi tentara Belanda sebelum mereka angkat kaki dari tanah para ulama pejuang itu. Kemudian secara resmi habislah perjuangan fisik dengan tentara Belanda dan Inggris.

Pasca kemerdekaan, Tb. A. Suchari mulai bertugas memberikan penyuluhan sosial di Banten, diantaranya di Kabupaten Lebak, Kabupaten Pandeglang dan Kabupaten Serang. Kesibukan masyarakat pada saat itu memang lebih ditekankan pada urusan sosial untuk menampung segala akibat revolusi dari mulai pembakaran rumah dan kota, orang-orang cacat jasmani dan rohani serta kemelaratan sandang, pangan dan papan dll.

Tb. A. Suchari Chatib pada waktu itu sering mengunjungi desa-desa untuk memberi penyuluhan sosial dan mengkader pemuda-pemuda umtuk mempertahankan dan membela masyarakat dan Negara dari penjajahan dimana pun berada. Kesempatan yang baik itu dapat digunakan untuk menyalakan semangat gotong royong dari seluruh rakyat Banten. Sehingga benar-benar diadakan pembangunan dari rakyat untuk rakyat.

Tokoh Perdamaian Dunia

Setelah pelantikan pemerintah daerah Kabupaten Serang, Tb. A. Suchari Chatib melawat ke luar negeri untuk memenuhi undangan dari Mufti Khan dari Tashken ibukota Uzbekitan. ulama-ulama Indonesia yang diundang berjumlah sepuluh orang.

Tb. A. Suchari Chatib diminta menjadi qori mengaji pada acara pertemuan ulama sedunia itu. Sebab mereka mendengar ada orang Banten yang pandai mengaji dan bersuara merdu. Beliau juga menyampaikan pidato persahabatan sekaligus menjadi penerjemah bahasa Arabnya. Tema pidato Tb. A. Suchari Chatib yaitu : “Persatuan Umat Islam dalam Menghadapi Imperialisme dan Persahabatan untuk Perdamaian”.

Berikut pokok-pokok pemikiran isi pidato beliau, yang juga disampaikan dalam berbagai kesempatan di berbagai negara yang beliau kunjungi :

 “Marilah kita menoleh sejenak pada dunia dan Negara kita. Pertarungan dunia komunis dan dunia kapitalis sejak dahulu sampai sekarang belum juga habis dan mungkin tiada akan habis-habisnya satu sama lain kalah-mengalahkan, gempur – menggempur untuk memperluas pengaruhnya masing-masing walaupun telah diusahakan perdamaian oleh kedua belah pihak, namun perang dingin masih terus menyala-nyala dan perselisihan paham terus menajam”

“Kemenangan Komunis di Pnom Penh tentu tiada akan membawa kesudahan, dan pertentangan antara kedua belah pihak, tetap ada yang jelas kedua-duanya akan berusaha menyebarkan pengaruh-pengaruhnya di kawasan Asia Tenggara ini, termasuk juga di Indonesia” 

Karenanya kita sebagai umat Islam harus lebih waspada dan masing-masing menjaga segala akses-akses daripadanya, dengan memperkuat iman dan ketahanan nasional kita, yaitu persatuan umat Islam sedunia berdasarkan firman ALLAH SWT. :

“Hendaknya kamu berpegang teguh kepada tali ALLAH segenapnya dan jangan berpecah-pecah” (QS. 3:13).

Saudara-saudara, hanya dengan persatuan yang diikat oleh tali ALLAH lah yang dapat menyelamatkan umat dan Negara dari api, baik api neraka yang sangat pedih maupun api fitnah yang dapat menghancurkan umat ataupun api komunis dan kapitalis.”

“…. Munculnya Islam yang dipimpin oleh Nabi besar Muhammad saw. Itu diantaranya adalah untuk menyelamatkan umat manusia dari cengkeraman kekejaman kerajaan Furus dan Rum yang telah menguasai dunia pada masa itu. Untuk menggalang hal yang demikian itu harus diwujudkan ukhuwwah islamiyah yang kukuh dan kuat……”. 

“…. Kemudian marilah kita lihat umat Islam yang berserakan di seluruh dunia ini, pada umumnya masih lemah, karena masih belum bisa berdiri diatas relnya sendiri. Dan sangat mudah sekali dimasuki pengaruh-pengaruh kiri maupun kanan. Negara Arab umpanya, masih terbagi-bagi ; ada yang kekanan dan ada pula yang kekiri begitu pula yang lain-lainnya. Padahal kalau mereka bersatu, pasti dapat mewujudkan kekuatan raksasa guna keselamatan dan kesejahteraan umat Islam di dunia ini.”

(Sumber dari Catatan Harian K.H.Tb.A.Suchari Chatib dan berbagai sumber)

*Penulis adalah cucu K.H.Tb.A.Suchari Chatib

Penulis dan pegiat literasi.


Share this Post