Kolaborasi Human Library dan Dokter Literasi

Sumber Gambar :

Oleh : Bella Muhammad Anugrah, S.Pd*

Human Library adalah sebuah konsep di mana orang-orang dengan pengalaman hidup yang beragam, seperti orang dengan kecacatan, penyintas kekerasan, atau orang dari latar belakang budaya yang berbeda, menjadi "buku hidup" yang dapat "dipinjam" oleh orang lain untuk berinteraksi langsung dan mendengarkan cerita hidup mereka. Tujuan dari Human Library adalah untuk mempromosikan pemahaman, mengurangi stereotip, dan mendorong empati dan pemahaman yang lebih baik antara individu-individu yang berbeda. Beda halnya dengan Dokter literasi yang memuat program atau inisiatif Pustakawan yang bertujuan untuk meningkatkan literasi khususnya dalam bidang meningkatkan minat baca di kalangan masyarakat.

Dokter literasi ini biasanya pustakawan atau sukarelawan yang bekerja dengan berbagai kalangan usia baik anak-anak atau pun orang dewasa untuk memberikan dukungan, bimbingan, dan sumber daya untuk membantu meningkatkan kemampuan membaca dan memberikan pemahaman terkait kesulitan dalam hal berliterasi atau memiliki kesulitan membaca atau memahami teks. 

Akan tetapi ada keterkaitan antara Human Library dan Dokter Literasi yaitu terletak pada fokus keduanya untuk meningkatkan pemahaman dan pengetahuan di masyarakat. Meskipun Human Library lebih berfokus pada pertukaran langsung antara individu-individu dengan pengalaman hidup yang beragam, dan Dokter Literasi lebih berfokus pada pengembangan keterampilan dan pemahaman membaca, keduanya memiliki tujuan yang serupa dalam meningkatkan pemahaman dan empati di masyarakat.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa Human Library memberikan kesempatan bagi individu untuk mendengarkan dan belajar dari pengalaman hidup orang lain, sedangkan Dokter Literasi memberikan dukungan dan sumber daya untuk meningkatkan kemampuan pemahaman tersebut. Dari hal tersebut bisa didasari betapa pentingnya pustakawan yang memiliki kemampuan berselancar pada kreatifitas dan inovasi dalam berkolaborasi dengan para ahli keilmuan lainnya.

Kolaborasi pustakawan ini merujuk pada kerjasama antara pustakawan atau profesional perpustakaan dalam melaksanakan tugas-tugas mereka. Kolaborasi ini dapat terjadi dalam berbagai bentuk, termasuk:

1. Pengembangan Koleksi: Pustakawan dapat berkolaborasi dengan pustakawan lain atau dengan spesialis bidang 

    lain untuk mengembangkan koleksi perpustakaan yang lebih luas dan relevan.

2. Penyediaan Layanan: Kolaborasi dapat terjadi dalam penyediaan layanan perpustakaan, seperti program-program

    literasi, pelatihan penggunaan sumber daya informasi, atau pelayanan referensi.

3. Penelitian dan Pengembangan: Pustakawan dapat berkolaborasi dalam penelitian dan pengembangan bidang

    perpustakaan, seperti studi pengguna, evaluasi koleksi, atau pengembangan teknologi informasi.

4. Jaringan Profesional: Kolaborasi juga terjadi dalam konteks jaringan profesional, baik melalui asosiasi

    perpustakaan lokal, nasional, atau internasional, atau melalui komunitas online.

5. Pengelolaan Proyek: Pustakawan dapat berkolaborasi dalam proyek-proyek khusus, seperti digitalisasi koleksi,

    pengembangan platform perpustakaan online, atau peningkatan aksesibilitas bagi penyandang disabilitas.

Kolaborasi pustakawan dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi layanan perpustakaan serta memungkinkan pertukaran pengetahuan dan pengalaman antarprofesional untuk meningkatkan praktik terbaik dalam bidang perpustakaan. Dalam hal ini kolaborasi yang disorot yaitu terkait penyedia layanan dimana seorang pustakawan menyediakan layanan perpustakaan tidak hanya sebatas pada layanan tekstual akan tetapi mampu menciptakan layanan secara visual audio, dengan bentuk seperti ini maka akan tercipta layanan yang multi-dimensi dimana  layanan tersebut mengacu pada pendekatan dalam menyediakan layanan yang mempertimbangkan berbagai aspek dan kebutuhan yang kompleks dari pengguna atau pelanggan seperti hal nya program Dokter literasi yang memang memfokuskan pada pelayanan secara langsung. Hal Ini mencakup pengertian bahwa setiap individu memiliki kebutuhan yang beragam dan bahwa satu pendekatan standar mungkin tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan semua orang.

Untuk itu, pustakawan semestinya menguasai segala lini referensi dari informasi yang didapat dengan kolaborasi antara pustakawan dan profesi lainnya untuk memperluas akses informasi, meningkatkan kualitas layanan, dan memajukan inovasi dalam bidang perpustakaan dan informasi. kolaborasi antara pustakawan dan profesi lainnya dalam konsep Human Library (Perpustakaan Manusia) melibatkan berbagai pihak untuk menyelenggarakan acara di mana orang-orang "dipinjam" sebagai "buku hidup" yang menceritakan pengalaman hidup mereka kepada pembaca atau pendengar. Sebagaimana tujuan dari Human Library sebelumnya yaitu mampu memfasilitasi dialog langsung antara orang-orang dari latar belakang yang berbeda.  Contoh kerjasama yang terlibat dalam Human Library:

1. Komunitas Lokal: Kolaborasi dengan organisasi dan kelompok masyarakat lokal dapat membantu dalam

    menjangkau lebih banyak pembaca atau pendengar potensial. Organisasi ini dapat membantu dengan

   mempromosikan acara, menyediakan sukarelawan, atau bahkan menyediakan tempat.

2. Pustakawan dan Perpustakaan: Perpustakaan sering menjadi tempat di mana acara Human Library diadakan.

    Pustakawan berperan dalam mengorganisir acara, memilih "buku hidup", menyediakan ruang, dan

    mempromosikan kegiatan kepada masyarakat.

3. Lembaga Pendidikan: Sekolah, perguruan tinggi, atau lembaga pendidikan lainnya dapat menjadi mitra dalam

    menyelenggarakan acara Human Library sebagai bagian dari program literasi, pendidikan multikultural, atau

    pengembangan kepribadian siswa.

4. Komunitas dan Lembaga Non-profit: Organisasi yang peduli terhadap isu-isu sosial seperti hak asasi manusia,

   kesetaraan gender, keberagaman, dan inklusi sosial juga dapat menjadi mitra yang berharga dalam mengadakan

   acar Human Library.

5. Media dan Promosi: Kerjasama dengan media lokal atau platform online dapat membantu meningkatkan

    visibilitas acara dan menarik minat masyarakat luas untuk berpartisipasi.

6. Pendukung Keuangan: Dukungan keuangan dari sponsor atau pemberi dana dapat membantu dalam menyediakan

    anggaran untuk promosi, pengadaan peralatan, dan kompensasi bagi pembicara atau peserta.

7. Volunteer: Banyak acara Human Library mengandalkan sukarelawan untuk berperan sebagai "pustakawan" dan

   membantu dalam mengelola acara serta membantu peserta dalam memilih "buku hidup" yang mereka ingin

   pinjam.

       Kerjasama antara semua pihak ini membantu menciptakan lingkungan yang inklusif dan mendukung untuk acara Human Library, memastikan bahwa pesan yang ingin disampaikan dapat sampai kepada masyarakat luas dengan cara yang paling efektif.

Menurut sumber artikel dari Kompas.com  (24/09/2021) bahwaHuman Library atau disebut juga Perpustakaan Manusia pertama kali diciptakan pada tahun 2000 di Copenhagen, Denmark oleh Ronni Abergel dan Dany Abergel, bersama dengan saudara-saudaranya, Asma Mouna dan Christoffer Erichsen. Mereka merancang konsep ini sebagai respons terhadap serangan kekerasan rasial yang meningkat di Denmark pada waktu itu. Ide dasarnya adalah untuk menciptakan ruang di mana orang-orang dari latar belakang yang berbeda bisa berkumpul, berdialog, dan berbagi pengalaman hidup mereka untuk mengatasi stereotip dan prasangka.

Acara pertama Human Library diadakan di Festival Roskilde, sebuah festival musik terkenal di Denmark, pada tahun 2000. Di sana, para pengunjung festival memiliki kesempatan untuk "meminjam" orang-orang yang menceritakan pengalaman mereka sebagai "buku hidup". Konsep ini sangat sukses, dan sejak itu, Human Library telah menyebar ke berbagai negara di seluruh dunia.

Human Library kemudian berkembang menjadi gerakan global yang bertujuan untuk mempromosikan dialog antarbudaya, penghapusan diskriminasi dan penghargaan terhadap keberagaman. Acara-acara Human Library diadakan di berbagai lokasi, termasuk perpustakaan, sekolah, kampus universitas, festival, dan acara komunitas lainnya.Selama bertahun-tahun, Human Library telah menjadi alat efektif dalam membuka pikiran, mempromosikan pemahaman lintas budaya, dan memperkuat toleransi dan inklusi sosial. Ini juga telah menjadi platform yang kuat untuk memperjuangkan hak asasi manusia dan memerangi berbagai bentuk diskriminasi, seperti rasisme, homophobia, Islamophobia, dan berbagai prasangka dan stereotip lainnya.

Human library ini menjadi wadah penting dalam kegiatan dasar pada program dokter literasi yang dari awal memang memfokuskan para pustakawan untuk ikut terjun berperan menjadi konsultan bagi masyarakat yang memang membutuhkan bantuan akses dalam sharing referensi. Kegiatan sharing ini membutuhkan bantuan tambahan yang memang tidak bisa dilakukan oleh pustakawan seorang diri melainkan butuh kolaborasi yang tidak terbatas oleh ruang dan waktu terutama disesuaikan dengan kebutuhan para pemustakanya.

*Pustakawan BBPVP Serang


Share this Post