LEGAL STANDING PERPUSTAKAAN DAN LITERASI DIGITAL DI ERA DIGITALISASI DALAM ASPEK YURIDIS
Sumber Gambar :LEGAL STANDING PERPUSTAKAAN DAN LITERASI DIGITAL DI
ERA DIGITALISASI DALAM ASPEK YURIDIS
Penulis
: Rizal Hidayat*
ABSTRAK
Perpusatakan dan
Literasi sangatlah penting di dalam perkembangan zaman dari sejak kecil
dibangku sekolah kita selalu dituntut untuk membaca dan menulis atau literasi, kalo
dihitung dari SD sampai SMA 12 tahun bergelut dengan buku, ditambah lagi
jenjang perguruan tinggi yang lamanya empat tahun jadi keseluruhannya 16 tahun
dan seterusnya, menuntut ilmu itu tak ada batasannya sampai akhir hayat untuk
bekal dunia dan akhirat yang namanya menuntut ilmu kalo menurut keyakinan
penulis “Tolabul Ilmi Faridhotun Ala Kulli Muslim artinya Menuntut ilmu itu
wajib bagi setiap muslim” (HR. Muslim).
Melihat pada
kondisi konkrit ini salah satunya Sulihah, umur 48 tahun sebagai pembantu rumah
tangga yang tidak bisa baca atau buta huruf yang mengakibatkan sulit untuk
mengenal lingkungan. Pada saat itu sulihah bekerja pada majikan yang beberapa
tahun jarang pulang, ketika ia setiap kali pulang kampung ke halamannya ia
selalu dibantu oleh anak majikannya untuk dipesankan tiket sebab akibat sulihah
buta huruf sehingga menyulitkan dirinya dalam bearktivitas.
Maka disitulah
sangat penting peran penyelenggara Pemerintah non Kementrian dalam hal ini Perpustakaan
untuk memberikan solusi giat dalam mengembangkan literasi dan gemar membaca
yang disajikan dari buku-buku yang berkualitas dan dilakukan secara
konvensional maupun secara literasi digital agar fleksibel dengan perkembangan
zaman di era digitalisasi ini, lalu perpustakaan mestinya harus melakukan upaya
untuk mendorong meningkatkan sumber daya manusia dalam elemen - elemen
masyarakat yang tujuannya yakni mencerdaskan kehidupan bangsa sesuai dengan amanat Undang-Undang 1945 dalam
pembukaan alinea ke empat.
Kata Kunci : Legal Standing
Perpustakaan, Literasi Digital.
PENDAHULUAN
Dewasa
ini Perpustakaan jarang sekali dijumpai pelajar, mahasiswa, aktivis, maupun dari
berbagai elemen-elemen masayarakat dan lainnya, begitu pula literasi sekarang
mulai terasa berkurang dikalangan masayarakat sehingga minat literasi
tendensius menurun padahal dari situlah awal perubahan hidup, kendati keadaan
di era digitalisasi ini kurang mengunjungi perpustakaan dan kurang berliterasi
hal itu sangat wajar sebab di era yang serba canggih ini digitalisasi ada di
genggaman tangan seperti handphone, laptop, dan lainnya bisa di ekploitasi
untuk literasi digital.
Ironisnya
pada perkembagan zaman sekarang ini dikalangan anak-anak, kalangan remaja,
kalangan tua, banyak peluang untuk membaca di perpustakaan maupun di handphone
yang seharusnya di manfaatkan untuk menggali keilmuan, membaca, menulis, tetapi
malah di pakai untuk hal-hal yang tak berfaedah contoh salah satunya bermain
tiktok sambil joget-jogetan dengan pakaian yang menonjolkan aurat sambil
menggibah, mencemooh, bahkan berpotensi mengakibatkan keresahan, ketertiban,
menimbulkan perselisihan sesama saudara, fitnah, ujar kebencian dll, tentu itu
merupakan pelangaran terhadap norma agama, norma kesusilaan, norma kesopanan,
dan norma hukum, serta asas kepatutan.
Maka
masyarakat ini harus sungguh-sungguh di akomodasi oleh pihak Penyelenggara
Pemerintah non Kementrian dalam hal ini Perpusatakaan harus melakukan secara
intens ke arah literasi dan gemar membaca menjadikannya sebagai budaya, hobi
kesehari - hariannya dengan pembimbing-pembimbing dari penyelenggara Pemerintah
Cq Perpusatakan secara hirarki serta
diberikan buku-buku yang berkualitas. Agar setiap elemen masyarakat itu
terlihat perkembangan potensi dan minat bakatnya untuk bisa dijadikan sebagai
bibit atau cikal bakal generasi bangsa yang baik secara hard skill maupun soft
skill nya dari situlah menurut pendapat penulis awal perubahaan yang tepat
untuk progres bangsa dan negara kedepannya. mengingat amanat konstitusi dalam alinea ke
empat Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 bahwa “Kemudian daripada itu untuk
membentuk suatu Pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa
Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan
umum, mencerdaskan kehidupan bangsa.” Artinya bahwa melindungi, memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa atau rakyat yakni suatu
kewajiban bagi pihak Penyelenggara Pemerintah Cq Lembaga Non Kementerian
Perpustakaan secara hirarki untuk intens melakukan peningkatan literasi dan
gemar membaca terhadap elemen - elemen masyarakat.
Upaya
untuk meningkatkan budaya literasi, gemar membaca buku, dalam meningkatkan
sumber daya manusia yang berkompeten dan berkulitas untuk bisa berintegrasi
serta menumbuhkan konteks interaksi sosial yang baik dalam berbangsa dan
bernegara, mengimplementasikan nilai-nilai luhur yang tercantum didalam
falsafah Pancasila sebagai warisan dari para pendiri bangsa, karena pada
hakikatnya keberhasilan suatu bangsa dilihat dari perkembangan literasi, gemar
membaca buku oleh karena itu Perpusatakaan harus mengakomodasi dan memberikan
kesempatan terhadap elemen-elemen
masyarakat.
METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan
untuk penelitian ini adalah metode normatif. dari fakta-fakta dilapangan dicari
permasalahan yang muncul dalam literasi dan gemar membaca pada elemen-elemen
masyarakat belakangan ini bukannya meningkat akan tetapi menurun Literasi dan
Gemar membaca pada elemen-elemen masyarakat terutama masyarakat menengah ke bawah.
Metode penelitian yang
digunakan pada saat ini mengacu pada Argumentasi Philipus M. Hadjon mengatakan
bahwa harus adanya keselarasan antara hukum yang tertulis (Law in The Book)
dengan hukum yang ada didalam lapangan (Law in The Action). Dengan menggunakan
metode ini penulis akan menguraiakan terkait masalah-masalah hukum yang ada
pada fakta-fakta dilapangan dengan menyesuaikan hukum yang tertulis dan
berlaku.
Membahas seputar
permasalahan hukum yang ada kemudian
dilakukan secara metode pendekatan keadaan dan secara normatif yuridis.
kemudian dari beberapa sumber-sumber hukum yang menurut teori dan asas-asas
hukum sehingga bisa memberikan solusi-solusi yang dapat menyelesaikan masalah-masalah
hukum.
Kemudian penulis akan
memberikan solusi yang dimana solusi itu tidak bertentangan dengan hukum yang
yang berlaku sehingga dapat memberikan jawaban setidak - tidaknya bisa menjawab
permasalahan hukum yang ada didalam problemtika literasi dan gemar membaca, yang
dimana selama ini pada fakta-fakta konkret mengenai melemahnya literasi dan
gemar membaca dari berbagai elemen - elemen masyarakat yang kurang konsekuen
dengan Undang-Undang No 43 Tahun 2007 dan Peraturan Pemerintah No 24 Tahun 2014
Tentang Perpustakaan.
Sehingga elemen - elemen
masyarakat yang dalam kategorinya buta aksara atau buta huruf pun harus mendapat
perlindungan hukum dan tidak ada perbedaan siapa pun dimata hukum berdasarkan
asas hukum yang ada di indonesia Equality Before Of The Law atau Semua Orang
sama di Mata Hukum serta berdasarakan Pasal 27 Undang - Undang Dasar 1945
menegaskan “ Segala warga negara Indonesia bersamaan kedudukannya di dalam
hukum dan Pemerintahan serta wajib menjunjung Hukum dan Pemerintahannya tanpa
terkecuali.’’
Maka jangan sampai di
dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) ini mendiskreditkan terhadap
individu - individu atau kelompok - kelompok buta aksara atau buta huruf, pihak
penyelenggara Pemerintah non Kementerian dalam hal ini Perpustakaan harus
bertanggung jawab terhadap elemen - elemen masyarakat yang masih buta aksara
atau buta huruf baik anak-anak, remaja, orang tua, maupun orang tua usia berkelanjutan
harus di berikan pemahaman literasi dan gemar membaca tanpa mengurangi rasa
semangat dari amanat Falasafah Pancasila dan Undang-Undang 1945 serta
nilai-nilai luhur para pendiri bangsa serta Norma - Norma Hukum, Asas - Asas Hukum,
maupun Hukum kebiasaan yang hidup dalam masyarakat.
Legal Standing Perpustakaan
Berdasarkan Pasal 1
ayat 1 Undang-Undang No. 43 Tahun 2007 Tentang Perpustakaan menyatakan bahwa
“Perpustakaan adalah Institusi pengelola koleksi karya tulis, karya cetak, dan
atau karya rekam secara profesional dengan sistem yang baku guna memenuhi
kebutuhan pendidikan, penelitian, pelestarian, informasi, dan rekreasi para
pemustaka” kemudian pada ayat 2 menegaskan “ Koleksi Perpustakaan adalah semua
informasi dalam bentuk karya tulis, karya cetak, dan atau karya rekam dalam
berbagai media yang mempunyai nilai pendidikan, yang dihimpun, diolah dan di layankan”
dari penjelasaan diatas jelas bahwa eksistensi Perpustakaan hadir untuk
memenuhi pendidikan, penelitian, pelestarian informasi yang di layankan maksudnya
untuk mengembangkan Literasi dan Minat Baca serta menginformasikan koleksi
karya tulis, karya cetak, karya rekam secara profesional yang harus disalurkan
dan di layankan ke warga masyarakat Indonesia khususnya dibidang pendidikan.
Kemudian Pasal 5 ayat
1 UU No.43 Tahun 2007 menyebutkan “Masyarakat mempunyai hak yang sama” pada
huruf a “memperoleh layanan serta memanfaatkaan dan mendayagunakan fasilitas
perpustakaan” berdasarkan fakta hukum pada tanggal 25 Januari 2023, di Balai
Desa Gambirmanis, permasalahannya yang Pertama Perpustakaan Desa belum
mempunyai bangunan tersendiri yang memisahkan rak buku dengan pelayanan. Kedua,
bahan pustaka belum dikelola dengan maksimal salah satunya belum mendapatkan
inventarisasi buku dan label. pada permasalahan yang kedua itu titik
permasalahnnya ada pada Sumber Daya Manusia (SDM) Desa, sebab mereka minimnya
ilmu pengetahuan mengenai manajemen perpustakaan akibat kurangnnya penyuluhan
dari penyelenggara Pemerintah non Kementrian dalam hal ini Perpustakaan secara
hirarki. Ketiga, ekistensi Perpustakan di Desa tidak terpublikasi dengan baik
sehingga tidak semua warga masyarakat mengetahui adanya Perpustakaan Desa, bagi
penulis hal itu sangat prihatin dan menyayangkan pihak Perpustakaan kurang
maksimal dalam menjalankan hak dan kewajibannya sebagai salah satu unsur
penyelenggara Pemerintah.
Jadi suatu hal yang
wajar sampai sekarang masyarakat Indonesia tingkat literasi dan minat bacanya
masih jauh dengan apa yang ditegaskan dalam Pasal 5 Ayat 1 Huruf a UU No.43
Tahun 2007 Tentang Perpustakaan, masyarakat belum benar-benar merasakan hak
yang sama dari institusi perpusatakaan, sebab beberapa faktor tadi yang menjadi
penyebab permasalahannya. Kemudian selanjutnya dijelaskan dalam Pasal 7 Ayat 1 Huruf b UU No. 43 Tahun 2007
menyebutkan “Menjamin kelangsungan penyelenggaraan dan pengelolaan Perpustakaan
sebagai pusat sumber belajar masyarakat” kemudian pada Huruf c menyebutkan pula
bahwa “Menjamin ketersediaan layanan Perpustakaan secara merata di tanah air.”
Faktanya tidak seperti itu, Serta masih
kurang selaras dengan Pasal 38 ayat 1 dan ayat 2. Pada fakta - fakta diatas
yang penulis uraikan diatas bahwa Perpustakaan secara hirarki belum konsekuen
dalam melaksanakan kewajibannya yang diatur berdasarkan Pasal 7 Huruf a, Huruf
b, Huruf c dan Huruf f Undang-Undang No. 43 Tahun 2007 Juncto Pasal 77 Huruf a,
Huruf b, Huruf c, Huruf d Peraturan
Pemerintah No 24 Tahun 2014 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang No. 43 Tahun 2007
Tentang Perpustakaan.
Literasi Digital di
Era Digitalisasi
Literasi ialah
kemampuan menulis dan membaca dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
sedangkan menurut Lucia Ratih Kusumadewi (Dosen Universitas Indonesia) bahwa literasi
dikaitkan dengan kemampuan membaca dan menulis huruf latin dan huruf lainnya,
tanpa harus mengerti apa yang dibaca atau ditulis, selain itu dalam hal ini
literasi sebaiknya dibangun atas dasar apa yang dikatakan Paulo Freire
“Conscientisation” yaitu proses belajar yang bertujuan melahirkan “kesadaran
kritis” individual atau kelompok yang bersifat otonom, memanusiakan, dan
memerdekakan, artinya, literasi menyangkut pula sebuah proses penanaman metode
berfikir yang dapat bermanfaat bagi pembangunan manusia.
Belakangan ini melihat
fakta-fakta dan data yang konkret buta aksara atau buta huruf di Indonesia
tahun 2017 yang lalu Mendikbud pada 8 September 2017 mencatat 27% atau 3,4 juta
orang yang buta aksara atau buta huruf kemudian melihat pada sumber data Badan
Pusat Satatistik (BPS) 4,50% atau 11,5 juta orang yang buta aksara atau buta
huruf jadi perbedaanya sumber data dari Kemendikbud dengan Badan Pusat
Statistik (BPS) empat kali lipat lebih besar.
Kemudian melihat pada
data Persentase buta huruf di Indonesia sejak tahun 2013 (6,08%), 2014 (4,88%),
2015 (4,78%), 2016 (5,62%), 2017 (4,50%), dalam lima tahun terahir itu total
penurunanya sekitar 1,5% saja, kendati
buta aksara atau buta huruf di Indonesia menurun, melihat pada fakta - fakta
literasi di tanah air ini peringkat ke- 60 dari 61 negara dibawah negara
Boswana dibawah Indonesia ada Thailand berdasarkan tingkat penelitian The
World’s Most Literatur Study Tahun 2016 tolak ukur penelitian ini dilihat dari minat
baca akses warga terhadap komputer, akses surat kabar akses perpustakaan dan
sistem pendidikan di setiap negara.
Melemahnya literasi
dan gemar membaca di Indonesia mengakibatkan Sumber Daya Manusia (SDM) tak
berkualitas atau tak bermutu sehingga daya saing di berbagai bidang tatanan
negara terkena dampaknya dalam persaingan globalisasi apalagi di era
digitalisasi ini, kemungkinan bisa jadi Indonesia beberapa tahun kedepan akan
dijajah oleh tekhnologi yang super canggih kedepannya, akan tetapi Indonesia
masih bisa melakukan perubahan - perubahan secara berkala dengan memanfaatkan
lembaga Pemerintah non Kementerian dalam hal ini Perpustakaan secara hirarki
dengan harapan ada peningkatan literasi dan gemar membaca terhadapa elemen -
elemen masyarakat yang tujuannya bangsa Indonesia bisa berasing di era
digitalisasi ini secara global.
Sebenarnya semangat
elemen - elemen masyarakat itu ada, akan tetapi harus dilakukan sentuhan agar
passion literasi dan gemar membaca itu semangatnya muncul dalam dirinya
masing-masing, tidak hanya itu sarana dan prasana serta infrastrukutur
teknologi komunikasi informasi yang lainnya harus bisa mengakomodasi mendukung
keadaan masyarakat pada pedesaan peloksok yang kurang terjangkau dalam
mengikuti kegiatan literasi dan gemar membaca. sudah saatnya Perpustakaan
menciptakan Literasi Digital yang bisa diakses di handphone untuk bisa literasi
secara virtual tak hanya itu, juga memberikan referensi-referensi yang
berkualitas, menjual buku-buku original dan berkualitas daripada elemen-elemen
masyarakat membeli buku di marketplace yang belum tentu menjamin original atau
tidaknya. Sekiranya menurut penulis jika itu dilakukan secara intens jelas akan
membawakan perubahaan ke arah yang mencerdaskan kehidupan bangsa serta meningkatkan
individu - individu maupun kelompok - kelompok yang masih berada dalam kategori
buta aksara atau buta huruf yang mengakibatkan sulitnya dalam beradaptasi di
era digitalisasi ini.
Penyebab Literasi di
Indonesia rendah, menurut Chairil Abidin (Dosen Universitas Indonesia) bahwa
ada empat faktor yang menyebabkan tingkat Literasi Indonesia rendah diantaranya
yakni :
-
Gizi buruk, melihat kebelakngan ini gizi buruk di Indonesia
tahun 2013 mencapai 17,8% dan tubuh pendek (Stunting) naik menjadi 36,8%
-
Kualitas Pendidikan bahwa kualitas guru di indomesia masih
rendah dariapada apa yang diharapkan, hasil uji komptensi belakangan ini pada
tahun 2015 rata-rata 53,02%
-
Infrastruktur Pendidikan, di tanah air ini infrastruktur
pendidikan masih kurang menjangkau seperti listrik, akses terhadap internet,
teknologi komunikasi informasi.
-
Rendahnya Minat baca, bahwa menurut Chairil Abidin dulu sebelum
kemerdekaan pelajar diwajibkan membaca 25 judul buku.
Solusi meningkatkan
Literasi di Indonesia ialah meningkatkan masalah gizi buruk sedini mungkin,
merekrut dan meningkatkan kualitas guru, membangun dan meningkatkan
infrastruktur pendidikan, memasukan kembali buku bacaan wajib kedalam kurikulum
untuk meningkatkan Literasi dan minat baca pada elemen-elemen masyarakat.
Menurut Lukman Solihin
(Peneliti Kemendibud) bahwa ada tiga hal yang menunjukan akses terhadap buku
sulit di Indonesia, yang pertama adalah jumlah Perpustakaan Sekolah yang baru
memenuhi sekitar 61,45% dari 147.503 sekolah, lalu Perpustakaan Desa 30% dari
77.95 Desa / Kelurahaan tetapi Perpustakaan hanya 20% saja padahal Pemerintah
sudah meningkatkan biaya operasional
sekolah dari 5% ke 20% untuk pengembangan Perpustakaan tapi dana habis untuk
membeli buku pelajaran saja dan akibatnya itu bisa berpengaruh pada minat baca
anak sebab buku-buku yang tersedia tak bervariatif, begitu pula Perpustakaan
Desa pun hanya terealisasi 30% saja.
Perkembangan di era
digitalisasi sekarang justru berbalik arah terasa meningkat sejak tahun 2015 sampai
sekarang dari berbagai kalangan elemen-elemen masyarakat Indonesia, sebagian
individu-individu atau kelompok-kelompok masih ada yang gemar membaca dengan
memanfaatkan teknologi komunikasi dan informasi melalui handphone, mengupdate
kondisi-konidisi melalui media sosial atau medsos seperti facebook, twitter,
instagram, menonton youtube, searching google dalam mencari ilmu pengetahuan
secara global karena itu mudah diakses beda halnya dengan membeli buku yang
berkualitas jarang sekali ditemui di pedesaan tetapi sayangnya infrastrukutur
teknologi komunikasi informasi di pedesaan yang pelosok masih mengalami
berbagai kendala sinyal, itu menjadi catatan yang signifikan bagi Penyelengara
Pemenerintah non Kementrian dalam hal ini Perpustakaan secara hirarki untuk
membangun infrastrukur di bidang teknologi komunikasi informasi.
Maka menurut pendapat
penulis disitulah Perpustakaan secara hirarki harus hadir melakukan
penyeluhan-penyeluhan secara intens ke masarakat khususnya masyarakat yang buta
aksara atau buta huruf, mentransformasikan ilmu pengetahuan, mengakomodasi buku-buku
yang berkualitas dan biaya ringan, serta referensi-referensi dari para ahli
yang terkemuka di tingkat nasional maupun internasioal dan harus terbuka secara
umum. Tak hanya itu Perpustakaan harus melihat pada perkembangan era
digitalisasi ini secara global dengan memperhatikan masayarakat yang tidak
mampu, jadi bagi masyarakat yang tidak mampu Literasi harus dilakukan secara
konvensional kemudian bagi masyarakat yang sekiranya mampu mestinya
Perpustakaan menciptakan Literasi secara Digital agar dalam kegiatan itu
menyelaraskan dengan perkembangan era digitalisasi 5.0 sebab jika tak dilakukan
maka masyarakat primitif akan tenggelam oleh perkembangan yang super canggih
ini.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil
penelitian dan pembahasan yang diuraikan diatas, maka penulis dapat menarik
kesimpulan :
1.
Legal Standing Perpustakaan Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang No. 43
Tahun 2007 Tentang Perpustakaan, Eksistensi Perpustakaan hadir untuk memenuhi
pendidikan, penelitian, pelestarian informasi yang di layankan maksudnya untuk
mengembangkan Literasi dan Minat Baca serta
pelayanan pada elemen-elemen masyarakat khususnya masyarakat yang
kategori buta aksara atau buta huruf, diberikan pelayanan yang baik, diberikan
bimbingan, serta dipublikasikan sebagaimana mestinya. Pasal 5 ayat 1 UU No.43
Tahun 2007, Masyarakat mempunyai hak yang sama, pada huruf a memperoleh layanan
serta memanfaatkaan dan mendayagunakan fasilitas perpustakaan. Pasal 7 Ayat 1
Huruf b UU No. 43 Tahun 2007 menyebutkan menjamin kelangsungan penyelenggaraan
dan pengelolaan perpustakaan sebagai pusat sumber belajar masyarakat, Huruf c
disebutkan juga bahwa Menjamin ketersediaan layanan perpustakaan secara merata
di tanah air. Pasal 77 Huruf a, Huruf b, Huruf c, Huruf d Peraturan Pemerintah No 24 Tahun 2014 Tentang
Pelaksanaan Undang - Undang No, 43 Tahun 2007 Tentang Perpustakaan. secara
yuridis masyarat diberikan pelayanan yang baik, dibentuk menjadi cerdas dan
mendapatkan hak yang sama serta mendapatkan fasilitas yang sama dan Perpustakaan
mempunyai kewajiban terhadap tanggungjawab pelayanan dan pembimbingan terhadap
masayarakat.
2.
Dewasa ini di era digitalisasi 5.0 sudah saatnya Perpustakaan
menciptakan inovasi - inovasi Infrastruktur komunikasi informasi secara
digital, sehingga membangun literasi yang dilakukan tidak hanya secara
konvensional akan tetapi dilakukan juga dengan versi modern yaitu Literasi Digital
selaras dengan perkembangan digitalisasi, serta membuat layanan e-commerce dan markerplace untuk menyediakan variatif kebutuhan masayarakat di
bidang Perpustakaan.
*Mahasiswa Fakultas
Hukum Universitas Binas Bangsa. email : rizalhdyt175@gmail.com
REFERENSI
Pasal 27 Undang-Undang Dasar
1945, Undang-Undang No. 43 Tahun 2007 Tentang Perpustakaan. Pasal 77 Huruf a, Huruf b, Huruf c, Huruf
d Peraturan Pemerintah No 24 Tahun 2014
Tentang Pelaksanaan Undang-Undang No, 43 Tahun 2007 Tentang Perpustakaan. Philipus
M Hadjon dan Tatiek Sri 2005, Argumentasi Hukum, Yogyakarta: UGM Pers. Youtube
NarasiTv Buka Data. m.kumparan.com, Artikel Inggar Dwi Oktafiani, Optimalisasi
Ds. Gambirmanis edukasi Balai Desa. Badan Pusat Statistik (BPS). Data Mendikbud
8 September 2016/2017. Artikel Lucia R Kusumadewi (Dosen UI) Pengertian
Literasi, Artikel Chairil Abidin (Dosen UI) Faktor Lemahnya Literasi Situs The
Conversastion.com.