Level Up Perpustakaan: Jurus Jitu Gaet Gen Z Biar Datang Langsung Pakai TikTok!
Sumber Gambar :Diah Sa’adiah*
"Perpustakaan yang powerful adalah yang beradaptasi dengan zaman tanpa kehilangan esensi sebagai tempat demokratisasi pengetahuan dan pelestarian jiwa bangsanya. TikTok hanyalah medium—misi kita tetap sama: menghubungkan manusia dengan ilmu dan sesama, merawat warisan, dan membangun masa depan Banten yang lebih cerah serta berbudaya."
Prolog: Kisah Sari, Skripsi, dan Seruan Leluhur dari Algoritma
Sari, mahasiswi semester akhir di salah satu universitas di Serang, menatap kursor yang berkedip di layar laptop dengan tatapan kosong. Tembok kamarnya terasa semakin sempit, dan tumpukan buku referensi di sampingnya seolah mengejek kebuntuannya. Skripsinya tentang strategi adaptasi UMKM lokal di era digital terasa ironis, karena ia sendiri gagal beradaptasi dengan stres.
Belajar di kos terlalu banyak distraksi—notifikasi ponsel, ajakan teman, suara bising dari jalanan. Pergi ke kafe? Itu adalah ritual membakar uang. Secangkir kopi seharga 50 ribu hanya memberinya beberapa jam produktivitas yang dipenuhi obrolan meja sebelah. Frustrasi, ia menyerah. Ponsel di tangan, ibu jari pun mulai menari di atas layar, membawa kesadarannya tenggelam dalam lautan konten TikTok.
Di antara video mukbang seblak Cilegon dan OOTD (Outfit of the Day) di mal Alam Sutera, sebuah klip 15 detik menghentikan gerak jarinya. Video itu dibuka dengan bidikan sinematik pada sebuah naskah kuno beraksara Arab Pegon, lalu transisi cepat ke seorang pustakawan muda yang tersenyum sambil menunjukkan fasilitas co-working space yang modern dan lengang. Teks di layar bertuliskan: “POV: Kamu lagi cari inspirasi, malah nemu harta karun Kesultanan Banten. Musik latar yang digunakan adalah audio yang sedang tren, namun dengan sentuhan instrumen gamelan yang samar. Video diakhiri dengan adegan speed test Wi-Fi yang angkanya melampaui koneksi di kafe favoritnya.
Sesuatu dalam diri Sari tergelitik. Itu bukan sekadar video promosi. Itu adalah sebuah undangan yang terasa personal. Tanpa pikir panjang, ia menekan tombol "Save" dan menambahkan "Perpustakaan Daerah Banten" sebagai tujuan di Google Maps-nya untuk esok hari. Algoritma tidak hanya memberinya solusi untuk tempat belajar, tapi juga secercah koneksi ke identitas yang selama ini hanya ia baca di buku pelajaran.
Kisah Sari adalah potret jutaan anak muda Banten. Menurut data We Are Social 2024, 73% Gen Z Indonesia aktif di TikTok, dengan rata-rata penggunaan harian yang fantastis. Yang lebih krusial, 68% dari mereka mengaku sering mengunjungi lokasi fisik yang mereka temukan di platform ini. Ini adalah bukti tak terbantahkan: TikTok bukan lagi sekadar panggung hiburan, melainkan sebuah discovery engine, kompas digital yang mengarahkan langkah kaki generasi muda.
Dan di sinilah peluang emas bagi perpustakaan di seluruh Banten—dari yang megah di ibu kota provinsi hingga yang terselip di sudut kampus. Gen Z sedang dalam pencarian abadi akan third place—ruang ketiga setelah rumah dan kampus. Sebuah tempat yang menawarkan lebih dari sekadar Wi-Fi gratis, tetapi juga rasa aman, komunitas, dan makna. Perpustakaan modern adalah jawaban paling paripurna untuk kebutuhan ini.
Bagian 1: Membedah DNA Gen Z Banten – Generasi Simpang Tiga
Untuk memenangkan hati mereka, kita harus memahami jiwa Gen Z Banten yang unik, sebuah generasi yang hidup di persimpangan antara tradisi, industri, dan kosmopolitanisme.
- 1. Mobilitas Supercharged di Atas Arteri Banten: Gen Z Banten sangat dinamis. Mereka terbiasa melintasi batas kota menggunakan KRL Commuter Line Rangkasbitung, melesat di atas Tol Tangerang-Merak, atau menyusuri Jalan Raya Serang. Seorang mahasiswa dari Pandeglang bisa dengan mudah menghabiskan akhir pekan di mal Bintaro Xchange. Artinya, jangkauan konten perpustakaan tidak lagi terbatas oleh geografi. Konten dari Perpusda Banten bisa memikat mahasiswa di Cilegon, dan sebaliknya. Perpustakaan harus memposisikan diri sebagai destinasi yang worth the trip.
- 2, Evolusi Budaya Nongkrong: Dari Saung ke Co-working Space: Tradisi "kumpul" atau "nongkrong" sudah mendarah daging. Jika dulu episentrumnya adalah saung di pedesaan atau alun-alun kota, kini bergeser ke kafe-kafe di Gading Serpong, Pasar Lama Tangerang, atau kawasan kuliner Anyer. Perpustakaan dapat menawarkan evolusi dari budaya ini: "Nongkrong Produktif". Sediakan ruang diskusi yang nyaman, pojok kreatif dengan papan tulis, dan bahkan area semi-terbuka yang mengadopsi nuansa saung modern. Jadikan perpustakaan sebagai alternatif yang lebih cerdas, nyaman, dan hemat.
- 3, Kalkulator Ekonomi di Kepala Gen Z: Dengan UMK (Upah Minimum Kota/Kabupaten) yang bervariasi dan biaya hidup yang terus merangkak naik di kawasan penyangga Jakarta, Gen Z Banten sangat sadar ekonomi. Mereka adalah generasi "pemburu promo" dan "pencari value". Ini adalah keunggulan terbesar perpustakaan! Promosikan secara eksplisit: "Akses gratis ke database jurnal internasional seharga ribuan dolar," atau "Baca novel bestseller dunia tanpa harus bayar 150 ribu di toko buku." Ini adalah value proposition yang tak terkalahkan.
- 4, Identitas Lokal & Dahaga Akan Narasi Akar Rumput: Di tengah gempuran budaya global, ada kerinduan yang mendalam akan identitas lokal. Gen Z Banten bangga dengan predikat "Tanah Jawara". Mereka haus akan narasi yang menghubungkan hiruk pikuk modernitas dengan akar sejarah mereka yang kaya—cerita tentang pelabuhan Karangantu yang kosmopolitan, kegigihan Sultan Ageng Tirtayasa melawan VOC, atau kebijaksanaan Syekh Nawawi al-Bantani yang mendunia. Perpustakaan tidak hanya menyimpan buku; ia menyimpan DNA budaya Banten. Inilah "konten" paling otentik yang tidak dimiliki oleh tempat lain.
Bagian 2: TikTok Playbook – Meracik Konten yang Menghubungkan Masa Lalu dan Masa Depan
Strategi konten kita harus berlandaskan pada satu premis kuat: menjadikan warisan budaya Banten relevan dan keren di mata Gen Z. Gunakan formula Hook (3 detik) -> Story -> Call-to-Action (CTA) yang sudah terbukti.
Pilar Konten 1: "Banten Reimagined" – Kisah Rakyat dan Legenda dalam Lensa Gen Z. Ubah cerita rakyat yang mungkin terdengar kuno menjadi saga mini yang epik, lucu, atau inspiratif.
-
- 1. Ide Konkret 1: "GRWM (Get Ready With Me) ala Jawara Banten"
Berawal dari cerita: Kisah Nyimas Gamparan, pejuang wanita dari Cikande yang gigih melawan Belanda. Kemudian eksekusi TikTok: Seorang kreator (atau pustakawan muda) melakukan tutorial makeup/memakai hijab sambil bercerita dengan gaya Gen Z. "Okay guys, hari ini kita GRWM sambil spill aibnya kompeni. Kenalin, Nyimas Gamparan, cewek Cikande yang lebih galak dari debt collector. Dia bikin Belanda kocar-kacir cuma pake strategi gerilya. Keren kan?". Lalu dibuat visual: Transisi makeup modern dengan ilustrasi atau arsip foto perjuangan. Dan CTA: "Mau tau lebih banyak soal srikandi-srikandi Banten? Koleksi biografi pahlawan kita di lantai 2 lengkap banget. Yuk, jadi jawara di bidangmu sendiri!"
-
- 2. Ide Konkret 2: "Investigasi Mitos: Legenda Pulo Manuk"
Berawal dari cerita: Mitos bahwa Pulo Manuk di pesisir selatan Banten adalah tempat berkumpulnya burung dari seluruh dunia untuk rapat. Kemudian eksekusi TikTok: Formatnya seperti video "conspiracy theory" yang sedang tren. "Teori konspirasi Banten part 1: Benarkah burung-burung sedunia punya 'markas besar' di Pulo Manuk? Mari kita bedah mitosnya vs. data ilmiah!". Lalu membuat visual: Klip drone Pulo Manuk yang indah, disandingkan dengan screenshot dari jurnal ornitologi atau artikel tentang migrasi burung yang diakses dari database digital perpustakaan. Dan CTA: "Penasaran sama fakta ilmiah di balik mitos lokal lainnya? Akses database National Geographic dan Scopus gratis pake Wi-Fi perpus. Link di bio!"
Pilar Konten 2: "Pejuang Banten: The Original Influencers". Posisikan pahlawan sejarah bukan sebagai figur kaku di buku pelajaran, tetapi sebagai visioner, strategis, dan inovator pada masanya.
- 1. Ide Konkret 1: "3 Strategi Bisnis Sultan Ageng Tirtayasa yang Bikin VOC Panik"
Dimulai dari cerita: Sultan Ageng Tirtayasa sebagai seorang CEO (Chief Executive Officer) dan ahli geopolitik. Kemudian eksekusi TikTok: Video dengan tempo cepat, teks besar, dan audio bisnis yang sedang tren. Lalu "Diversifikasi Aset": Visual sawah irigasi (karya monumental Sultan) dan pelabuhan. Teks: "Gak cuma ngandelin lada, beliau bangun 30km kanal irigasi buat ketahanan pangan. Visioner!". Dan "Membuka Pasar Internasional": Visual peta perdagangan dengan panah ke Inggris, Prancis, Denmark. Teks: "Mainnya udah lintas benua, langsung kerjasama sama negara Eropa buat ngelawan monopoli VOC." Kemudian "Perang Asimetris": Visual perahu kecil Banten melawan kapal besar VOC. Teks: "Gangguin jalur logistik VOC pake armada kecil tapi lincah. The real 'disruptor'!". Terakhir CTA: "Lagi ngerjain skripsi ekonomi atau Hubungan Internasional? Studi kasus Sultan Ageng ini lebih keren dari studi kasus di buku teks impor. Biografi lengkapnya ada di koleksi langka kami!"
- 2. Ide Konkret 2: "Syekh Nawawi al-Bantani: Ulama Lokal, Pengaruh Global"
Dimulai dari cerita: Syekh Nawawi sebagai ikon global scholar dari Banten. Kemudian eksekusi TikTok: Format "glow up" atau "from this to this". Dan visual: Dimulai dengan foto desa Tanara, tempat kelahiran Syekh Nawawi. Lalu transisi cepat menunjukkan sampul kitab-kitab karyanya, peta dunia dengan pin di negara-negara tempat karyanya diajarkan (Mesir, Suriah, Turki, dll), dan foto Masjidil Haram tempat ia mengajar. Serta teks di Layar: "Anak desa dari Tanara, Banten, yang jadi 'guru besar' di Makkah dan karyanya jadi rujukan dunia sampai hari ini. #BantenPride". Terakhir CTA: "Merinding? Kami juga. Karya-karya asli beliau yang sudah didigitalisasi bisa kamu akses di ruang arsip digital kami. Sebuah warisan untuk dunia, berawal dari Banten."
Pilar Konten 3: "Perpus Life Hacks & Aesthetic Showcase". Ini adalah konten "roti dan mentega" yang menunjukkan value langsung dari perpustakaan.
Pertama, Library Tour dengan Twist Lokal: Tunjukkan "Reading book dengan view Jembatan Rante, ikon kota Serang" atau "Study pods di perpustakaan kampus UPH yang desainnya sekelas co-working space Jakarta". Kedua, Speed Test Battle: Lanjutkan ide ini dengan perbandingan yang lebih dramatis dan lucu. Ketiga, Unboxing New Arrivals: "Buku-buku ini baru mendarat dari luar negeri, bahkan belum ada di Gramedia. Stok terbatas, siapa cepat dia dapat!" Ciptakan FOMO (Fear of Missing Out).
Bagian 3: Membangun Ekosistem – Dari Konten ke Komunitas, Konten hebat harus didukung oleh ekosistem yang kuat.
Pertama, User-Generated Content (UGC) yang Terstruktur: Challenge: "Banten Heritage Hunt Challenge" bisa dibuat lebih dalam. Peserta harus memindai QR Code di dekat artefak atau buku sejarah, yang akan membawa mereka ke filter Instagram Stories khusus bertema Kesultanan Banten. Hashtag Campaign: Untuk #PerpusBantenJourneyKu, feature cerita terbaik setiap bulan. Contoh post dari user: "Dulu benci sejarah, tapi setelah nemu diari seorang prajurit Banten abad 18 di arsip digital Perpusda, gue jadi ketagihan. Gila, ternyata leluhur kita sekeren itu! #PerpusBantenJourneyKu".
Kedua, Kolaborasi Lintas Batas: Dengan Kreator Lokal: Ajak food vlogger Banten untuk "review kantin jujur perpustakaan" atau fashion vlogger untuk "OOTD ngampus nyaman buat baca seharian di perpus". Dengan Komunitas: Gandeng komunitas sejarah (seperti Komunitas Historia Indonesia), komunitas literasi, atau bahkan komunitas kreatif seperti Tangsel Creative Hub untuk mengadakan workshop atau diskusi bersama di perpustakaan.
Bagian 4: Menaklukkan Tantangan – Strategi di Balik Layar
Ide cemerlang seringkali terbentur realitas. Berikut cara mengantisipasinya. Pertama, tantangan 1: Keterbatasan SDM : Solusi: Berdayakan staf muda, rekrut relawan/magang dari jurusan komunikasi/DKV. Dan Identifikasi satu atau dua staf di bawah 30 tahun yang paling aktif di media sosial. Beri mereka tugas "Proyek Eksperimen TikTok" dengan alokasi waktu 2-3 jam seminggu. Biarkan mereka bebas berkreasi.
Kedua, Tantangan 2: Anggaran yang Terbatas. Solusi: Fokus pada otentisitas berbiaya rendah (UGC, behind-the-scenes). Kolaborasi dengan sistem barter. Langkah Pertama: Buat proposal kolaborasi sederhana untuk 5 kreator mikro lokal Banten (<10.000 followers). Tawarkan mereka eksposur di kanal resmi perpustakaan dan akses eksklusif sebagai imbalan untuk 1-2 video TikTok.
Ketiga, Tantangan 3: Birokrasi dan Kultur yang Kaku. Solusi: Mulai dari pilot project, gunakan data untuk advokasi, bentuk "Tim Inovasi". Langkah Pertama: Pilih satu ide konten yang paling mudah dieksekusi dan paling kecil risikonya (misal: "Library Tour"). Jalankan selama sebulan, kumpulkan datanya (views, shares, comments, peningkatan pengunjung yang bertanya tentang video tsb), lalu presentasikan hasilnya ke pimpinan.
Bagian 5: Visi Jangka Panjang – Dari TikTok ke Warisan Digital
TikTok adalah pintu gerbang, bukan tujuan akhir. Pertama, Diversifikasi Platform: Instagram: Untuk konten yang lebih polished. Carousel infografis "5 Fakta Mengejutkan tentang Debus Banten" atau IG Live bedah buku dengan penulis lokal. YouTube: Rumah untuk konten yang lebih dalam. Video esai 10 menit tentang "Jalur Rempah di Banten" yang syutingnya di Museum Situs Kepurbakalaan Banten Lama. Atau, serial dokumenter "Penjaga Naskah Kuno" yang mengikuti pekerjaan para arsiparis. Podcast: "Suara Pustaka Banten" – wawancara mendalam dengan sejarawan, budayawan, dan inovator muda Banten.
Kedua, Institutional Integration: Visi akhirnya adalah mengintegrasikan strategi digital ini ke dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) bidang Kebudayaan dan Pendidikan. Posisikan perpustakaan sebagai aset vital dalam pengembangan SDM dan pariwisata budaya di Banten.
Kesimpulan Akhir: Perpustakaan Sebagai Penjaga Api Kebudayaan Banten
Mengubah scrolling menjadi stepping adalah sebuah misi yang jauh lebih dalam dari sekadar marketing. Ini adalah upaya untuk menyalakan kembali api kebanggaan dan keingintahuan akan identitas Banten di hati generasi penerus. Di era di mana informasi terfragmentasi dan sejarah seringkali terlupakan, perpustakaan berdiri sebagai benteng terakhir—penjaga kebenaran, penyimpan memori kolektif, dan inkubator bagi masa depan.
Setiap Gen Z seperti Sari yang melangkahkan kaki ke perpustakaan karena video TikTok adalah sebuah kemenangan. Mereka tidak hanya datang untuk Wi-Fi gratis atau tempat yang tenang. Mereka datang, mungkin tanpa sadar, untuk menyentuh jiwa tanah kelahiran mereka. Mereka bisa menjadi sutradara film yang mengangkat kisah Nyimas Gamparan, entrepreneur yang terinspirasi oleh strategi Sultan Ageng, atau cendekiawan yang melanjutkan warisan Syekh Nawawi.
Ambil smartphone Anda, buka TikTok, dan mulailah bercerita. Karena di setiap sudut perpustakaan di Banten, ada kisah seorang jawara yang menunggu untuk diceritakan kembali. Mari kita jadikan perpustakaan bukan hanya tempat paling keren, tetapi juga tempat paling berakar bagi Gen Z Banten.
*Pengurus APPTIS Pusat 2024 - 2028
Sumber Inspirasi & Bacaan Lanjutan
1. We Are Social (2024). "Digital Indonesia Report: Social Media Trends with Regional Breakdown"
2. Deloitte Global (2024). "Millennial and Gen Z Survey: Digital Native Preferences"
3. Microsoft Corporation (2023). "Attention Spans Research: Digital Content Consumption"
4. Influencer Marketing Hub (2024). "State of Influencer Marketing for Educational Institutions"
5. Harvard Business Review (2023). "Digital Marketing ROI: Online to Offline Conversion"
6. Nielsen Global Media (2023). "Trust and Consumer Behavior in Social Media Era"
7. TikTok Creator Portal. "Best Practices for Educational Content"
8. Library Journal (2023). "Engaging Digital Natives: Modern Library Marketing"
9. Data & Society Research Institute. "Digital Culture and Decision Making"
10. Godin, Seth. "Community Building in Digital Age"
11. Vaynerchuk, Gary. "Jab, Jab, Jab, Right Hook"
12. McKinsey & Company (2024). "Experience Economy and Regional Development"
13, Pemerintah Provinsi Banten. "RPJMD Banten 2022-2027: Pendidikan dan Kebudayaan"
14, Dinas Pendidikan Provinsi Banten. "Strategi Pengembangan Literasi Digital"
15. UNTIRTA. "Community Engagement Programs: Annual Report 2023"