Literasi Alqur’an : Keindahan Alqur’an Mampu Kalahkan Syair Bangsa Arab
Sumber Gambar :Literasi Alqur’an : Keindahan Alqur’an Mampu Kalahkan Syair Bangsa Arab
Oleh: M. Satibi*
Pendahuluan
Dalam sejarah, bangsa Arab sangat
mumpuni untuk membuat karya sastra. Hal ini menunjukan kecerdasan seseorang dan
menentukan derajat sebuah kabilah di jazirah Arab, bagi bangsa Arab ditentukan
dari sebuah karya sastranya, baik dalam bentuk puisi maupun syair.
Perkembangan syair bagi bangsa Arab
sebelum Islam turun sudah menjadi sebuah peradaban dan warisan kebudayaan
tertinggi pada masanya. Bagi bangsa Arab, Syair ibarat sihir yang mampu
melahirkan kekuatan sampai akirnya muncullah sebuah pepatah Arab “asy-syi'ru
diwanul arab” yang artinya puisi adalah rumah bagi bangsa Arab.
Sebelum Islam berkembang, syair dan
puisi yang ditulis oleh sastrawan Arab dengan menggunakan pelepah korma, dan
yang unggul akan ditempel di Ka’bah untuk dinikmati oleh bangsa Arab. Kabilah-kabilah
sangat bangga dan sangat menghormati para penyair yang ada di kabilahnya.
Karena mereka menyakini, orang yang lihai dan pandai mencipta syair dan
melantunkannya mempunyai kedudukan tertinggi, pangkat kehormatan disematkan
oleh mereka dalam pandangan penduduk Arab.
Bangsa Arab sangat kental dengan nuansa sastra dan bahasa yang diakui
secara nasional maupun internasional. Sebelum musik berkembang pesat, bangsa
Arab sebelum Islam masuk sangat maju dengan syair-syairnya yang terkenal di
jagat kesusastraan dunia. Para penyair terdepan di masa kenabian Muhammad, di
antaranya Imrul Qois, Al-Qomah, Thorfah, Zuhair bin Abi Sulma, Hassan bin
Tsabit dan lain-lain. Karya-karya mereka dibukukan dalam Diwan, semacam
perkumpulan yang mengesahkan layak atau tidaknya suatu karya sastra dikatakan
hebat dan adihulung.
Tidak
sedikit karya sastra Arab memiliki harmoni dan kesenyawaan antara linguistik maupun
rimanya. Totalitas dari buah karya mereka dianggap sesuai dengan bentuk kaidah
sastra yang berlaku, yang direprentasikan dalam satu disiplin ilmu kesusastraan
Arab, yakni ‘Arudh wal Qowafiy. Setelah Islam masuk, maka banyak para
penyair di setiap kabilah mengakui keindahan Alqur’an. Para penyair tersebut
tidak mampu untuk membuat syair yang mampu mengalahkan keindahan Alqur’an.
Nabi
Muhammad SAW hidup di tengah semarak sastra Arab yang sedang mengalami
puncaknya. Komunitas penyair di kalangan mereka saling bersaing. Jarang
diantara mereka yang memiliki sikap independen dan berjiwa merdeka, melainkan
senang dalam kerumunan mayoritas yang bersilat lidah. Sibuk mengkritik dan
menyerang pihak yang bukan golongan mereka. Oligarki
dan status quo dikalangan penyair sangat kental, sehingga akan sulit
memunculkan generasi muda yang berinisiatif melahirkan karya-karya genuine, kecuali mereka harus menginduk
pada sang master yang menjadi penguasa dari komunitasnya.
Syair
pada waktu itu sudah dianggap identitas sosial, bahkan menjadi media untuk
saling memuji komunitas yang tergabung dalam habitatnya. Setiap terjadi
pertikaian di kalangan suku-suku Arab, mereka saling mendeklamasikan
syair-syair unggulannya. Sampai kemudian, lahirlah Alqur’an di tengah-tengah semarak
dan keriuhan itu, lalu berupaya menghapus semua dikotomi dan kedigdayaan
mereka. Di dalam Alqur’an, telah diabadikan surat “As-Syuara” yang membicarakan
watak dan karakteristik para penyair yang menyerang teks-teks kebenaran (Alqur’an).
Dalam sejumlah literasi, perkembangan
bahasa dan sastra Arab banyak dipengaruhi oleh Alqur’an. Keindahan bahasa Arab
tidak hanya mempengaruhi bangsa Arab dari bahasanya saja, akan tetapi di
seluruh aspek kehidupan. Karena isi Alquran memuat seluruh sendi-sendi kehidupan
manusia. Tidak ada seorangpun yang bisa meniru dan menandingi keindahan bahasa Alqur’an
beserta kandungannya.
Dalam hal ini
Allah telah menantang bagi siapapun yang dapat meniru membuat Alqur’an. Seorang
penyair yang masyhur dan lihai dalam membuat syair seperti Musailamah Al-Kadzdzab
juga tidak bisa meniru Alquran. Ia mencoba membuat sebuah surah seperti Al-Qori’ah
dengan tema Al-Difa’. Pada saat itu Musailamah tidak mendapat pujian dari orang
Arab, akan tetapi mendapat cibiran dan ejekan, bahkan menjadi bahan tertawaan
orang-orang yang melihatnya. Karena apa yang dilakukannya adalah perbuatan
bodoh dan menampakkan kelemahannya di hadapan para orang Arab.
Tidak hanya
Musailamah Al-Kadzdzab, seperti pemilik Muallaqot As-Sab'u yang termasyhur di
zamannya seperti Antaroh ibn Syaddad, Zuhair bin Abi Salma, Umrul Qois, Amr bin
Kultsum, Labid bin Rabiah dan lain-lain juga mengakui keunggulan Alquran.
Keunggulan syair
pada zaman itu adalah kekuatan bahasa yang kokoh, matang, padat, kaidah bahasa
arab yang kuno. Saat itu bangsa Arab masih menggunakan bahasa Arab kuno atau
Al-Arabiyah Al-Qadimah, yaitu keindahan bahasa yang tinggi yang di dalamnya
terdapat aspek balaghah terdiri atas majaz, tasybih dan isti'arah dan pemaknaan
kata perkatanya begitu luas. Saat ini kata yang digunakan adalah
bahasa Shamiyah, Arab kuno atau menggunakan bahasa Parsi juga mewarnai syair
pada masa Jahiliah. Contohnya seperti dalam penggunaan kata
"Al-Qamhu", "Al-Ghaitsu", "Al-Matharu", dan
"Al-Burru".
Al-Jahiz menyebutkan bahwa kata Al-Qamhu
merupakan bahasa Shamiyah, "Al-Khintikah" bahasa Kufiyah dan
"Al-Burru" bahasa Hijaziyah. Perbedaan asal kata bahasa Arab
melahirkan banyak sinonim dari satu kata, dan dalam memahami syair tersebut
memerlukan pengetahuan bahasa yang luas (Al-Muallaqat, hal. 20).
Tema syair yang berkembang di zaman
sebelum Islam masuk ke bangsa Arab juga berbagai macam, diantaranya ialah Madh yaitu
puji-pujian, Ghozal yaitu romantisme, Hija yaitu sarkasme, Fakhr yaitu keberanian
dan beberapa beberapa tema lainnya.
Belum ada
tema baru seperti Khomriyat yaitu syair tentang khomer atau sosial politik
seperti syair pada zaman modern saat ini yang menjadi karakteristik para
penyair dalam mengungkapkan perasaan mereka. Karena pada zaman itu mayoritas
syair hanya masih berbentuk kesenian murni.
Keindahan Alqur’an
Alqur’an merupakan kitab suci umat
Islam yang mana kehebatannya tidak ada yang menandingi. Alquran juga menjadi
pegangan hidup dan menjadi rujukan bagi umat Islam dalam segala hal, ini
membuktikan bahwa Alqur’an adalah firman Allah SWT. Alqur’an tidak
hanya sebagai kalam Ilahi (ucapan Allah). Alqur’an tidak hanya mujizat Nabi
Muhamad SAW. Kitab suci ini di dalamnya membahas berbagai macam hal tentang
kehidupan di dunia maupun akhirat kelak. Membahas sesuatu yang ilmiah, maupun
yang bersifat ghaib. Semua ada di dalam Alqur’an. Bahkan, saat ini sudah banyak
sekali penemuan-penemuan yang baru diketahui di zaman modern, namun sebenarnya
di dalam Alqur’an segala sesuatunya sudah terdapat semuanya secara lengkap.
Alqur’an sendiri
diturunkan oleh Allah SWT ketika bangsa Arab berada di puncak yang sangat
tinggi dalam bidang bahasa dan sastranya, bahasa yang indah dengan berbagai
norma yang ada, membuat bangsa Arab sangat membangga-banggakan bahasa dan karya
sastra mereka.
Kemukjizatan
Alqur’an memang tidak lain adalah untuk menundukkan kesombongan bangsa Arab
atas bahasa yang mereka miliki, seakan-akan tidak ada bahasa dan karya sastra
yang melebihi karya mereka dari sisi keindahannya. Oleh karena itu, Alqur’an
turun dengan bahasa yang sangat istimewa mengalahkan keistimewaan bahasa dan
sastra Arab pada masa itu.
Menurut Prof Kana Suryadilaga, Alqur’an tidak hanya mampu
mengalahkan keindahan syair yang dibuat oleh bangsa Arab saat itu. Namun, Alqur’an
juga mampu mampu melembutkan dan meluluhkan hati yang keras. Dalam sejarah Umar bin Khattab
adalah orang yang sangat membenci Nabi Muhammad SAW. Bahkan Umar hendak
membunuh Nabi Muhammad, namun di tengah perjalanan dia bertemu dengan
Nuaim bin Abdullah. Nuaim mengatakan bahwa adik Umar, Fatimah binti
Khattab telah menyatakan masuk Islam. Umar semakin marah dan segera ke rumah
adiknya.
Sesampainya di rumah Fatimah, Umar mendengarkan Fatimah
sedang membaca surat Thaha ayat 1-8. Umar mulai bergetar hatinya hingga
akhirnya meluluhkan kerasnya hati itu dan membuat Umar memeluk Islam.
Tidak hanya itu mukzijat Alqur’an mampu
mengalahkan sihir. Iblis dan setan senantiasa ingin menggelincirkan umat
manusia, agar menjadi pengikutnya. Ketika setan sudah bersemayam dalam diri
manusia, maka perilakunya dapat melebihi setan. Iblis walaupun hafal Alqur’an,
tetapi dia sombong sehingga diusur dari surga. Sihir-sihir yang dibuat setan
mampu dikalahkan kehebatan Alqur’an. Sihir-sihir itu, Rasulullah mengusirnya
dengan cara ruqyah.
Alqur’an hebat karena mampu mengalahkan bahasa ibu. Bahasa
ibu adalah bahasa pertama kali yang diajarkan ibu kita sendiri. Dalam sebuah
penelitian, anak hingga usia 3 tahun mampu menangkap 1.250 kosa kata dan terus
bertambah sebanyak 50 kosa kata setiap bulan. Di usia 8 tahun anak-anak sudah
mampu menangkap 3.650 kosa kata. Sedangkan jumlah kata dalam Alqur’an ada
77.439 kata. Dan penakluk Konstatinopel, Muhammad Sultan Alfatih mampu
mengahafal seluruh Alqur’an diusianya yang masih 8 tahun.
Alqur’an
mampu mengalahkan peradaban kehidupan yang lain. Masyarakat jahiliyah jauh
dari peradaban maju seperti saat ini. Tetapi setelah Nabi Muhammad datang,
dengan berpegang pada Alqur’an, beliau mengubah zaman jahiliyah tersebut. Alqur’an mampu mengalahkan
kejeniusan manusia. Menurut Prof. Kana, IQ manusia paling tinggi mencapai
200-250 dan dianggap sangat jenius. Begitu juga dengan teknologi tapi Alqur’an
melebihi itu semua. Sebagaimana dikisahkan dalam Alquran Al-Anbiya ayat 30.
أَوَلَمْ يَرَ الَّذِينَ كَفَرُوا
أَنَّ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ كَانَتَا رَتْقًا فَفَتَقْنَاهُمَا ۖ وَجَعَلْنَا
مِنَ الْمَاءِ كُلَّ شَيْءٍ حَيٍّ ۖ أَفَلَا يُؤْمِنُونَ
"Dan
apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu
keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya.
Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka
tiada juga beriman."
Banyak kaum
muslimin yang dengan tekun mempelajari kitab suci Alqur’an sebagai karya
sastra, dan mengungkapkan rahasia keindahan dan kemukjizatannya. Kemukjizatan
estetis Alqur’an yang oleh kaum muslimin dipandang sebagai bukti keilahianNya.
Agar Alqur’an diterima dan dimuliakan sebagai wahyu Tuhan, maka orang-orang
yang dituju Alqur’an haruslah berada pada tingkat perkembangan sastra yang
dapat memahami bahwa Alqur’an bukanlah karya manusia. Fenomena tantangan Alqur’an
terhadap siapa saja yang mau menandingi keindahan sastranya, mengharuskan
bangsa Arab yang menantangnya, orang yang menghakimi dan yang menjadi wasit
kontes ini harus memiliki kemampuan mengenali keunggulan sastra dari Alqur’an.
Tanpa fenomena historis ini, Alqur’an tidak dapat menunjukkan kekuatannya yang
menghancurkan, menakutkan, mempesonakan, mengharukan, dan menggerakkan. Dan
tanpa kemampuan ini, bangsa Arab tidak akan mengakuinya sebagai wahyu Tuhan yang
maha Agung. (Wildana Wargadinata dan Laily Fitriani, Sastra Arab dan Lintas
Budaya, Malang: UIN Malang Press, 216-217).
Keindahan Alqur’an
mencerai-beraikan semua norma keunggulan sastra yang pernah dikenal bangsa
Arab. Setiap ayat Alqur’an memenuhi semua norma keindahan sastra yang mereka
kenal, bahkan mengunggulinya. Oleh karena itu, Alqur’an mampu memperdaya
lawan-lawannya begitu dipresentasikan. Bacaannya sangat mempesona dan
mengangkat mereka ke puncak tertinggi kenikmatan sastra. Itulah mengapa bangsa
Arab menganggap Alqur’an sebagai mukjizat, sehingga mereka mengakui asal-usul
kelahirannya, dan tunduk kepada perintahnya. Bangsa Arab sangat menikmati
keindahan ayat demi ayat dalam Alqur’an, mereka seakan hanyut dengan keindahan
sastranya. Sehingga, merekapun malu membuat karya sastra seperti yang selama
ini mereka bangga-banggakan. Dan kini karya yang mereka buat terpengaruh dengan
Alqur’an, baik itu dari segi makna, lafadh, susunan dan gaya bahasa.
*Penulis adalah Warga Pandeglang