Literasi Digital dan Literasi Baca : Simbiosis Mutualisme untuk Indonesia Maju di Era Informasi

Sumber Gambar :

Oleh Nasywa Azarine Maheswari*

Pendahuluan

Di era digital yang semakin maju, arus informasi mengalir deras melalui layar gawai. Meskipun demikian, buku-buku tetap menjadi sumber pengetahuan dan nilai-nilai yang tak lekang oleh waktu. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan menegaskan bahwa perpustakaan berfungsi sebagai wahana pendidikan, penelitian, pelestarian, informasi, dan rekreasi untuk meningkatkan kecerdasan dan keberdayaan bangsa (Perpustakaan Nasional RI, 2007)1. Oleh karena itu, penting untuk mengintegrasikan literasi baca dan literasi digital guna mencapai literasi yang holistik.

Pembahasan

Literasi, yang diartikan oleh Muhammad Syarif Bando, (Kepala Perpustakaan Nasional Republik Indonesia) sebagai kedalaman pengetahuan seseorang dengan dampak pada perilaku kreatif dan inovatif, menjadi kunci dalam menghadapi tantangan global. Literasi baca dan literasi digital, dua sisi mata uang ini, memiliki peran unik namun saling melengkapi (hlm.9)2. Membaca membuka cakrawala pemikiran kita, sedangkan literasi digital memperluasnya ke skala global. Meskipun keduanya memiliki kekuatan unik, mereka saling melengkapi dalam membentuk individu yang berpengetahuan luas dan adaptif terhadap perubahan. Literasi baca, dengan kedalamannya, menumbuhkan kemampuan berpikir kritis dan empati, sementara literasi digital membuka akses ke informasi tak terbatas dan kolaborasi global

Literasi Baca: Jendela ke Kedalaman Pemikiran dan Empati

Buku bukan sekadar hiburan, melainkan jendela yang membuka wawasan kita ke dunia lain, ke masa lalu, ke pikiran dan perasaan orang lain. Membaca buku melatih kemampuan berpikir kritis, menganalisis argumen, dan mengembangkan empati. Penelitian dari York University menunjukkan bahwa membaca fiksi sastra dapat meningkatkan kemampuan seseorang untuk memahami perspektif orang lain dan meningkatkan kecerdasan emosional (Cahyani, Hutagalung, & Harahap, 2024)3. Selain itu, buku-buku nonfiksi memberikan pengetahuan mendalam tentang berbagai topik, dari sejarah dan sains hingga filsafat dan seni (Nudiati & Sudiapermana, 2020)4.

Tantangan dan Solusi untuk Literasi Baca di Indonesia

Sayangnya, data UNESCO menunjukkan bahwa tingkat literasi baca di Indonesia masih rendah, dengan hanya sekitar 1% penduduk yang membaca buku secara rutin. Rendahnya minat baca, akses terbatas ke buku berkualitas (di beberapa daerah, buku masih sulit didapat dan buku berkualitas mahal), serta kurangnya infrastruktur pendukung seperti perpustakaan dan taman baca yang memadai, menjadi penghambat utama (Arafik, M., & Rini, T. A. (2021)5. Namun, tantangan ini dapat diatasi. Pemerintah, melalui Perpustakaan Nasional RI, memiliki peran penting dalam meningkatkan literasi baca. Dalam Rencana Strategis Perpustakaan Nasional Republik Indonesia Tahun 2020-2024, salah satu sasaran strategisnya adalah "Terwujudnya Pembangunan Literasi dan Kegemaran Membaca Masyarakat ditandai dengan Meningkatnya Indeks Pembangunan Literasi dan Kegemaran Membaca." (Nasional, P,R. (2020)6

Upaya peningkatan literasi baca dapat dilakukan dengan meningkatkan kualitas perpustakaan, menyediakan buku-buku yang terjangkau, dan mendukung program-program literasi di sekolah dan masyarakat. Selain itu, perubahan juga harus dimulai dari diri sendiri dengan meningkatkan kesadaran akan pentingnya membaca. Gerakan literasi dan promosi literasi di media sosial juga dapat menjadi langkah efektif.

Literasi Digital: Gerbang ke Dunia Informasi Tak Terbatas dan Kolaborasi Global

Tingginya tingkat penggunaan internet di kalangan mahasiswa, sebagaimana ditunjukkan oleh survei APJII, semakin menegaskan pentingnya literasi digital. Kemampuan untuk memanfaatkan platform pembelajaran online seperti Coursera dan edX membuka peluang tak terbatas bagi mahasiswa dan individu di seluruh Indonesia untuk mengakses pendidikan berkualitas tinggi dari universitas-universitas terbaik di dunia. Hal ini sejalan dengan pendapat Herlambang, dkk (2021) yang menyatakan bahwa perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah menghasilkan perubahan besar dalam sejarah peradaban manusia, termasuk dalam bidang pendidikan.

Teknologi tidak hanya memudahkan akses terhadap informasi dan sumber belajar, tetapi juga membuka peluang untuk pembelajaran sepanjang hayat, di mana individu dapat terus belajar dan mengembangkan keterampilan baru di luar pendidikan formal. Platform seperti Coursera, edX, dan Khan Academy menyediakan beragam kursus dari universitas top dunia yang dapat diakses oleh siapa saja dengan koneksi internet. Keberadaan platform ini tidak hanya meningkatkan aksesibilitas pendidikan, tetapi juga memberikan fleksibilitas bagi individu untuk belajar sesuai dengan minat dan kebutuhan mereka.

Literasi Digital

Kunci menghadapi tantangan era informasi literasi digital bukan hanya tentang keterampilan teknis, seperti mengoperasikan perangkat keras dan perangkat lunak, tetapi juga tentang kemampuan memahami, mengevaluasi, dan menggunakan informasi secara kritis di dunia digital. Literasi digital juga mencakup kemampuan berkomunikasi dan berkolaborasi secara efektif di platform online, serta memahami dan mengatasi risiko-risiko seperti cyberbullying, berita palsu, dan pelanggaran privasi (Sundari, 2024).7

Kemampuan memahami informasi secara kritis sangat penting dalam era digital, di mana informasi tersebar luas dan tidak selalu dapat diandalkan. Literasi digital membantu individu untuk membedakan antara informasi yang akurat dan misinformasi, serta untuk mengevaluasi sumber informasi secara kritis. Selain itu, kemampuan berkomunikasi dan berkolaborasi secara efektif di platform online menjadi semakin penting dalam dunia kerja dan pendidikan yang semakin terhubung secara digital.

Pentingnya literasi digital juga ditekankan oleh Perpustakaan Nasional RI (2019). Literasi digital dianggap sebagai salah satu dari enam literasi dasar yang harus dimiliki oleh masyarakat Indonesia, selain literasi baca tulis, literasi numerasi, literasi sains, literasi finansial, dan literasi budaya dan kewargaan8. Dengan demikian, literasi digital merupakan komponen penting dalam membangun masyarakat yang berpengetahuan dan berdaya saing di era digital.

Perbandingan Literasi Digital dan Literasi Baca: Mencari Titik Temu

Literasi baca dan literasi digital memiliki kekuatan dan kelemahan masing-masing. Studi dari Norwegian University of Science and Technology menunjukkan bahwa membaca teks cetak dapat meningkatkan pemahaman dan retensi informasi lebih baik daripada teks digital. Hal ini didukung oleh penelitian Mangen, Walgermo, & Brønnick (2013) yang menemukan bahwa siswa yang membaca teks cetak cenderung memiliki pemahaman yang lebih mendalam dan mengingat informasi lebih baik dibandingkan mereka yang membaca teks digital. Ini mungkin disebabkan oleh faktor-faktor seperti gangguan dari notifikasi digital, kemudahan untuk berpindah-pindah antar halaman atau aplikasi, dan kurangnya kedalaman dalam membaca sekilas.9

Namun, literasi digital menawarkan kecepatan, aksesibilitas, dan interaktivitas yang tak tertandingi. Berbeda dengan buku cetak yang terbatas pada informasi yang sudah ada di dalamnya, literasi digital memungkinkan kita untuk mengakses informasi terbaru dengan cepat dan mudah melalui internet. Selain itu, literasi digital juga memungkinkan kita untuk berinteraksi dengan informasi secara lebih dinamis, misalnya dengan memberikan komentar, berpartisipasi dalam diskusi online, atau bahkan membuat konten sendiri.

Sinergi untuk literasi yang holistik

Bagaimana kita dapat memadukan kedua kekuatan ini untuk mencapai literasi yang holistik? Keduanya bukanlah lawan, melainkan mitra. Dengan menggabungkan keduanya, kita dapat menciptakan sinergi yang kuat. Misalnya, kita dapat menggunakan teknologi digital untuk mengakses buku elektronik dan artikel ilmiah dari berbagai belahan dunia, kemudian menganalisisnya dengan keterampilan berpikir kritis yang diasah melalui literasi baca. Hal ini sejalan dengan pandangan Ngainun Naim (2016) yang menekankan pentingnya mengintegrasikan literasi baca dan literasi digital untuk menciptakan generasi yang tidak hanya cerdas secara digital, tetapi juga memiliki kemampuan berpikir kritis dan analitis yang kuat.10

Penutup

Literasi digital dan literasi baca adalah dua sisi dari mata uang yang sama dalam era informasi ini. Keduanya penting untuk perkembangan intelektual, emosional, dan sosial kita. Dengan memanfaatkan teknologi untuk memperluas akses ke informasi dan buku, sambil tetap menghargai nilai-nilai luhur dari literasi baca tradisional, kita dapat menjadi generasi yang tidak hanya cerdas secara digital, tetapi juga bijaksana, kritis, dan berwawasan luas.

 

*Nasywa Azarine Maheswari (Mahasiswi Ilmu Perpustakaan dan Informasi Islam UIN SMH Banten

Email : 231390017.nasywaazarine@uinbanten.ac.id

 

Catatan Kaki

[1] Indonesia, P. N. R. (2007). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2007 Tentang Perpustakaan.

2 Perpustakaan Nasional RI. (2023). Kajian Indeks Pembangunan Literasi Masyarakat (IPLM) Tahun 2023. Perpustakaan Nasional RI.

3 Cahyani, N., Hutagalung, E. N., & Harahap, S. H. (2024). Berpikir Kritis Melalui Membaca: Pentingnya Literasi Dalam Era Digital. IJEDR: Indonesian Journal of Education and Development Research, 2(1), 417-422.

4 Nudiati, D., & Sudiapermana, E. (2020). Literasi sebagai kecakapan hidup abad 21 pada mahasiswa. Indonesian Journal of Learning Education and Counseling, 3(1), 34-40.

5 Arafik, M., & Rini, T. A. (2021). Pengembangan Implementasi Gerakan Literasi Sastra Anak Mampukah Menumbuhkan Minat Baca Siswa Sekolah Dasar. Ilmu Pendidikan: Jurnal Kajian Teori Dan Praktik Kependidikan, 6(2), 75.

6 Nasional, P,R. (2020). Peraturan Perpustakaan Nasional Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2020 Tentang Rencana Strategis Perpustakaan Nasional Tahun 2020-2024. no. Agustus, 2020

7 Sundari, E. (2024). Transformasi Pembelajaran Di Era Digital : Mengintegrasikan Teknologi Dalam Pendidikan Modern. Sindoro: Cendikia Pendidikan, 4(5), 25-35.

8 Perpustakaan Nasional, R. I. (2019). Standar nasional perpustakaan provinsi, kabupaten/kota, kecamatan, desa/kelurahan. Jakarta: Perpustakaan Nasional RI.

9 Mangen, A., Walgermo, B. R., & Brønnick, K. (2013). Reading linear texts on paper versus computer screen: Effects on reading comprehension. International journal of educational research, 58, 61-68.

10 Fadilah, A. D., Adinda, N. T., & Rahman, I. F. (2024). Mewujudkan Pendidikan Inklusif Dan Berkelanjutan Dengan Literasi Digital: Peran Teknologi Di Era Sdgs 2030. MERDEKA: Jurnal Ilmiah Multidisiplin, 1(5), 106-121.

 

Daftar Pustaka

Arafik, M., & Rini, T. A. (2021). Pengembangan Implementasi Gerakan Literasi Sastra Anak Mampukah Menumbuhkan Minat Baca Siswa Sekolah Dasar. Ilmu Pendidikan: Jurnal Kajian Teori Dan Praktik Kependidikan, 6(2), 75.

Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII). (2024). APJII jumlah pengguna internet Indonesia tembus 221 juta orang. https://apjii.or.id/berita/d/apjii-jumlah-pengguna-internet-indonesia-tembus-221-juta-orang

Cahyani, N., Hutagalung, E. N., & Harahap, S. H. (2024). Berpikir Kritis Melalui Membaca: Pentingnya Literasi Dalam Era Digital. IJEDR: Indonesian Journal of Education and Development Research, 2(1), 417-422.

Herlambang, Y. T. (2021). Teknologi Pendidikan di Era Revolusi Industri 4.0. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Indonesia, P. N. R. (2007). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2007 Tentang Perpustakaan.

Mangen, A., Walgermo, B. R., & Brønnick, K. (2013). Reading linear texts on paper versus computer screen: Effects on reading comprehension. International journal of educational research, 58, 61-68.

Naim, N. (2016). Meretas Jalan Literasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Nudiati, D., & Sudiapermana, E. (2020). Literasi sebagai kecakapan hidup abad 21 pada mahasiswa. Indonesian Journal of Learning Education and Counseling, 3(1), 34-40.

Perpustakaan Nasional RI. (2023). Kajian Indeks Pembangunan Literasi Masyarakat (IPLM) Tahun 2023. Perpustakaan Nasional RI

Perpustakaan Nasional, R. I. (2019). Standar nasional perpustakaan provinsi, kabupaten/kota, kecamatan, desa/kelurahan. Jakarta: Perpustakaan Nasional RI.

Perpustakaan Nasional, R. I. (2020). Peraturan Perpustakaan Nasional Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2020 Tentang Rencana Strategis Perpustakaan Nasional Tahun 2020-2024.


Share this Post