Literasi Keuangan Untuk Masyarakat Pedesaan

Sumber Gambar :

Oleh: Resha Hidayatullah*

Pendahuluan

Mengutip keterangan pejabat OJK Agusman yang dikutip di media republika.co.id bahwa peningkatan literasi keuangan pada masyarakat mampu mendorong tingkat kesejahteraan dan kemandirian, terkhusus di daerah pedesaan. Pernyataan ini disebutkan dalam kegiatan Festival Budaya Desa Ekosistem Keuangan Inklusif. Kegiatan ini didorong oleh faktor Survei yang dilakukan oleh OJK tahun 2017 yang menyebutkan bahwa tingkat literasi keuangan masyarakat Indonesia di tahun 2013 adalah 21,5 persen dan meningkat sebesar 29,7 persen dengan provinsi NTB sebagai daerah yang tingkat literasi keuangannya paling rendah dengan jumlah sebesar 21,8 persen atau dua terbawah setelah Papua Barat (Subekti & Puspaningtyas, 2023).

Sedangkan hasil Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) 2022 menunjukan bahwa literasi keuangan masyarakat desa hanya mencapai 48,43 persen dan inklusi nya sebesar 82,69 persen. Tentu angka tersebut masih menjadi kategori di bawah rata-rata dibandingkan di wilayah perkotaan yang sudah mencapai 50,52 persen dengan tingkat inklusi sebesar 86,73 persen.

Dalam beberapa penelitian pun membahas tentang permasalahan literasi keuangan yang sering terjadi di negara berkembang. Bahkan Indonesia sendiri dinilai sebagai negara berkembang dengan masyarakat yang belum memiliki rekening perbankan (unbankable) tertinggi (Cahyaningtyas et al., 2020). Hal ini menunjukan bahwa Indonesia termasuk negara yang rendah akan literasi keuangannya. Sejalan dengan penelitian lain bahwa negara berkembang mayoritas penduduknya tidak memiliki akses ke layanan keuangan formal (Suryani & Israfiani, 2021).

Tidak hanya literasi keuangan yang rendah, data diatas juga mendeskripsikan bahwa inklusi keuangan penduduk Indonesia sangat tinggi. Inklusi keuangan ditafsirkan sebagai ketersediaan kepada masyarakat terhadap akses lembaga, produk dan layanan dan jasa keuangan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Inklusi keuangan yang tinggi pada masyarakat Indonesia menunjukan bahwa sebagian masyarakat sebetulnya sudah menggunakan produk layanan lembaga keuangan. Salah satunya adalah transaksi digital.

Namun hal demikian belum menentukan bahwa masyarakat Indonesia mampu menggunakan fasilitas itu dengan baik dan sesuai berdasarkan pemanfaatan atas kebutuhan masyarakat itu sendiri. Sebagai contoh kecil di kalangan muda yang menggunakan aplikasi dana atau pinjaman online untuk memenuhi kebutuhan konsumtif. Jika melihat keadaan di desa mungkin kita sudah tidak asing dengan istilah bank keliling yang menawarkan pinjaman dengan bunga yang tinggi, akan tetapi uang tersebut digunakan untuk memenuhi kebutuhan konsumtif rumah tangga. Hal ini biasanya terjadi di keluarga yang kurang mampu dengan penghasilan rata-rata di bawah 1 juta.

Melihat kasus tersebut penulis ingin memerikan sebuah opini dalam tulisan ini tentang literasi keuangan pada masyarakat desa. Literasi keuangan di definisikan sebagai pengetahuan, keterampilan, dan keyakinan yang mempengaruhi tindakan masyarakat dalam mengambil keputusan dan pengelolaan untuk mencapai kesejahteraan masyarakat. Alasan penulis untuk mengambil objek permasalahan di desa selain tingkat literasi yang rendah, desa pula termasuk masyarakat dengan tingkat kemiskinan yang tinggi karena kurangnya edukasi tentang keuangan di desa.

Memahami Pentingnya Literasi Keuangan Terhadap Tingkat Kesejahteraan Masyarakat

Secara bahasa literasi di artikan sebagai tingkat pemahaman, keterampilan, atau pengetahuan tentang sesuatu. Sedangkan secara istilah literasi keuangan itu dipahami sebagai bentuk pemahaman dan pengetahuan masyarakat tentang penggunaan atau keyakinan yang mempengaruhi sikap seseorang dalam mengambil keputusan terhadap management keuangan (Cahyaningtyas et al., 2020). Dalam pengertian lain juga dijelaskan bahwa literasi keuangan adalah suatu rangkaian kegiatan atau proses peningkatan pengetahuan, keterampilan konsumen dan keyakinan konsumen atau masyarakat agar mampu menerapkan pengelolaan keuangan secara lebih baik (Cahyaningtyas et al., 2020). Ada 4 kategori yang menggolongkan seseorang memiliki tingkat literasi keuangan, yaitu;

  1. Well literate, yakni memiliki pengetahuan dasar tentang jasa keuangan, termasuk fitur, manfaat dan resiko, hak dan kewajiban terkait produk dan jasa keuangan, serta memiliki keterampilan dalam menggunakan produk dan jasa keuangan.
  2. Sufficient literate, memiliki pengetahuan dan keyakinan terhadap jasa keuangan serta produk dan jasa keuangan, termasuk fitur, manfaat dan resiko, hak dan kewajiban.
  3. Less literate, hanya memiliki pengetahuan tentang lembaga keuangan, baik produk maupun jasanya
  4. Not Literate, tidak memiliki pengetahuan dan keyakinan tentang lembaga jasa keuangan, serta tidak mempunyai keterampilan bagaimana menggunakan produk dan jasa dari lembaga keuangan tersebut.

Adapun indikator untuk mengukur tingkat literasi masyarakat terhadap keuangan bisa adalah sebagai berikut;

  1. Pengetahuan keuangan, dimana pengetahuan merupakan komponen penting untuk mengukur tingkat literasi seseorang dalam rangka membantu mereka dalam hal membandingkan suatu produk dan jasa dari lembaga keuangan. Pengetahuan tersebut dapat memberikan dorongan terhadap keputusan keuangan seseorang karena telah mendapatkan informasi yang tepat dan baik.
  2. Perilaku keuangan, hal ini penting dalam literasi keuangan. Perilaku konsumen lah yang pada akhirnya menentukan pembentukan keuangan baik untuk jangka pendek ataupun jangka panjang
  3. Sikap keuangan, point ini fokus pada time horizon responden terhadap uang dan perencanaan keuangan untuk masa depan.

Sedangkan Inklusi keuangan itu sendiri dipahami sebagai suatu kondisi yang efektif dalam masyarakat dan mampu mengakses terhadap kredit, tabungan, serta sistem pembayaran dan asuransi dari seluruh penyedia layanan finansial. Meskipun menurut BI sendiri inklusi keuangan atau keuangan yang inklusif tidak memiliki definisi yang baku namun pada dasarnya inklusi keuangan pun dijadikan sebagai tolak ukur kondisi financial yang baik untuk masyarakat (Indonesia, n.d.). Dengan tingkat inklusifitas keuangan yang tinggi menandakan bahwa akses terhadap layanan jasa keuangan di Indonesia memadai. Tinggal bagaimana memahamkan masyarakat terhadap penggunaan yang bijak tentang layanan jasa keuangan tersebut.

Adapun indikator pengukuran inklusi keuangan menurut peraturan pemerintah (2016) dijelaskan sebagai berikut:

  1. Ketersediaan/akses lembaga keuangan. Akses atau ketersediaan lembaga keuangan formal digunakan untuk mengukur penggunaan dan keterjangkauan fisik dan harga bagi konsumen.
  2. Penggunaan produk dan layanan jasa keuangan. Penggunaan mengukur aktualitas produk dan jasa keuangan
  3. Kualitas. Untuk mengukur sebuah atribut produk atau jasa keuangan telah memenuhi kebutuhan pelanggan

Jadi hipotesis sederhana mengenai hubungan literasi keuangan dengan tingkat inklusi keuangan masyarakat tidak berpengaruh secara signifikan. Akan tetapi, inklusi keuangan bisa dijadikan sebagai tolak ukur bagaimana suatu masyarakat sebetulnya sudah terpenuhi secara akses untuk menggunakan layanan jasa keuangan agar digunakan secara bijak dan sesuai kebutuhan. Namun tingkat inklusi keuangan saja tidak cukup untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Diperlukan literasi keuangan untuk meningkatkan pemahaman financial masyarakat. Sehingga konsumen dapat mengambil sikap yang bijak untuk perencanaan keuangan masa depan. Hal ini diperlukan untuk mengurangi tingkat kemiskinan masyarakat desa. Karena pada kenyataannya masyarakat desa sendiri masih terjebak dalam penggunaan yang salah terhadap produk dan layanan jasa keuangan yang mengakibatkan mereka terbelit dengan hutang dan jatuh dalam kemiskinan.

Pengaruh Modal Sosial Terhadap Inklusi Keuangan Masyarakat

Permasalahan baru yang ada di masyarakat desa yang mendorong kesejahteraan masyarakat desa tidak hanya sebatas akses yang cukup terhadap pelayanan lembaga jasa keuangan. Modal sosial ternyata lebih berpengaruh terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat. Hal ini bisa dilihat dari data diatas yang menunjukan tingkat inklusi keuangan yang tinggi namun tidak memberikan efek terhadap literasi keuangan dan kesejahteraan masyarakat sendiri.

Dalam sebuah penelitian karya Hanifah Sri Suryani dan Rani Israfiani menyebutkan bahwa modal sosial berpengaruh terhadap inklusi keuangan masyarakat, khususnya masyarakat dengan usia produktif (Suryani & Israfiani, 2021). Sejalan dengan penelitian lain yang dilakukan oleh Pulungan & Nduru (2019) yang menyatakan bahwa terdapat pengaruh secara simultan antara modal sosial dan inklusi keuangan.

Modal sosial itu sendiri di pahami sebagai serangkaian atau nilai-nilai informal yang dijadikan sebagai sandaran oleh masyarakat yang mungkin terjadinya sebuah kontrak kerjasama diantara mereka (Widodo, 2016). Adapun pengukuran terhadap modal sosial bisa dilihat dari beberapa faktor sebagai berikut (Balau, 2016):

  1. Kepercayaan, disebut juga sebagai suatu tindakan dalam bentuk keinginan untuk mengambil resiko dalam suatu hubungan-hubungan sosial yang dilandasi oleh perasaan yakin kepada orang lain yang akan melakukan sesuatu seperti yang diharapkan dan akan senantiasa bertindak dalam suatu pola tindakan yang saling mendukung.
  2. Norma, di dalamnya berisi tindakan norma-norma sosial yang berperan untuk mengontrol bentuk-bentuk perilaku seseorang yang tumbuh dalam masyarakat.
  3. Jaringan, merupakan salah satu kunci keberhasilan membangun hubungan sosial atau dalam arti lain sebagai modal sosial yang terletak pada kemampuan sekelompok orang dalam suatu asosiasi atau perkumpulan yang melibatkan diri dalam suatu jaringan antar kelompok.

Jika merujuk pada hasil penelitian diatas, kita bisa menyimpulkan bahwa pengaruh modal sosial juga menjadi faktor penting untuk meningkatkan inklusi keuangan yang optimal. Sedangkan, masyarakat desa sendiri termasuk dalam lingkungan yang masih kental dengan pengaruh budaya lokal dan norma-norma sosial. Sedangkan tekanan yang dipengaruhi oleh perubahan era yang serba teknologi membuat kultur masyarakat desa goyah. Harga akan kebutuhan pokok yang semakin meningkat dari berbagai sektor membuat masyarakat semakin sulit mengelola dan membuat keputusan keuangan yang tepat untuk masa depan.

Memahami Pentingnya Modal Sosial Dan Bentuk Impelemtasi Peningkatan Literasi Keuangan Yang Efektif

Berdasarkan analisis penulis diperlukan literasi keuangan berdasarkan modal sosial yang sesuai dengan lingkungan masyarakat pedesaan. Paradigma yang dibangun dalam peningkatan literasi keuangan harus didasari nilai-nilai modal sosial. Hal ini dilakukan untuk menanggulangi masyarakat terhadap penggunaan layanan jasa keuangan yang lebih bijak.

Masyarakat yang memiliki tingkat literasi keuangan akan paham apa saja produk dan jasa lembaga keuangan yang sesuai dengan kebutuhan mereka. Untuk mencapai kesejahteraan secara keuangan masyarakat tidak cukup hanya mengetahui dan memahami lembaga jasa maupun produk keuangan saja, diperlukan adanya perubahan sikap dan perilaku keuangan di masyarakat desa.

Sejalan dengan pernyataan Atkinson dan Messy (2013) bahwa penyebab utama ketidak pemahaman masyarakat yang tidak menggunakan jasa keuangan adalah kurangnya kesadaran dalam kaitannya dengan berbagai jenis produk dan jasa keuangan, dan apakah mereka termasuk pada klasifikasi yang tidak memenuhi persyaratan tertentu, tingkat kepercayaan yang rendah, dan perilaku tertentu yang menghambat penggunaan dan kepercayaan terhadap produk keuangan formal yang menciptakan hambatan untuk mengakses lembaga keuangan tersebut.

Hal demikian yang harus dipertimbangkan oleh para pemangku kebijakan maupun pihak jasa keuangan. Civil society atau lembaga swadaya masyarakat, juga ikut berperan sebagai pemerhati sosial untuk memberikan sosialisasi dan edukasi bersama apabila ada oknum-oknum jasa keuangan yang tidak amanah. Bentuk sosialisasi atas literasi keuangan harus memperhatikan faktor-faktor psikologi dan sifat-sifat yang tertanam dalam norma-norma masyarakat tersebut, yang menentukan tindakan dan keputusan masyarakat secara spesifik dalam lingkungan.

Metode yang bisa digunakan untuk mencapai target luaran dalam peningkatan literasi keuangan adalah sebagai berikut; pertama, metode pembelajaran yang menempatkan pengabdian sebagai pelaku utama dalam setiap proses pembelajaran. Kedua, metode survey yang selanjutnya diikuti dengan bentuk sosialisasi untuk mengetahui kebutuhan atas jasa dan produk apa saja yang dibutuhkan masyarakat oleh pemangku kebijakan, baik dari perangkat desa yang bekerja sama dengan lembaga keuangan sekitar.

Adapun rincian materi yang bisa disampaikan dalam metode pembelajaran adalah pengelolaan kas, aset tetap, dan hutang serta penyampaian materi tentang jenis-jenis lembaga jasa keuangan dan produk-produk lembaga jasa keuangan, termasuk materi tentang pasar modal (Cahyaningtyas et al., 2020). Pemahaman diatas disesuaikan dengan keadaan sosial dan ekonomi masyarakat sekitar atau dalam artian disini adalah masyarakat pedesaan. Masuknya aspek psikologi dan pemaparan berdasarkan keadaan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat akan lebih mudah dipahami oleh masyarakat. Tentunya, literasi digital juga menjadi salah-satu materi yang penting untuk disampaikan kepada masyarakat melihat jenis-jenis penipuan sangat banyak terjadi dalam ranah keuangan digital.

Kedua metode tersebut tidak hanya dilakukan pada orang tua saja, namun harus mencakup anak-anak dan pemuda. Penanaman literasi keuangan bisa dilakukan sejak dini melalui lembaga pendidikan yang bekerjasama dengan orang tua. Pengelolaan keuangan bisa dilakukan dengan cara menabung, menggunakan rekening bank, membuat perencanaan anggaran dana yang disesuaikan dengan masing-masing kebutuhan pos, pengenalan terhadap investasi di pasar modal atau menggunakan jasa pembiayaan atau multifinance (Consulting, 2023).

Kesimpulan Dan Saran

Memahami pentingnya literasi keuangan tidak hanya sekedar untuk meningkatkan tingkat inklusi keuangan saja. Namun, lebih jauh yaitu untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Berdasarkan data diatas tingkat literasi keuangan masyarakat masih lah rendah, meskipun akses terhadap layanan jasa keuangan sudah cukup. Meskipun tingkat inklusi tinggi, tidak menutup kemungkinan bahwa rendahnya literasi keuangan di masyarakat desa tidak berdampak signifikan terhadap kesejahteraan keluarga mereka. Tentunya hal ini dipengaruhi juga oleh tingkat pemahaman atas penggunaan akses jasa keuangan yang disalahgunakan. Untuk itu diperlukan modal sosial untuk menilai perspektif masyarakat terhadap penggunaan jasa keuangan yang tepat sasaran seusai dengan keadaan sosial ekonomi masyarakat. Karena pada dasarnya sikap dan perilaku masyarakatlah yang menentukan pengambilan keputusan keuangan masyarakat yang tepat.

Adapun saran yang ingin penulis sampaikan adalah diperlukannya sinergi antara pemangku kebijakan, pengelola jasa keuangan, dan lembaga pendidikan untuk meningkatkan literasi keuangan masyarakat pedesaan. Tentunya tidak hanya keuntungan bagi lembaga keuangan masyarakat yang menjadi target utama namun tingkat kepercayaan masyarakat terhadap lembaga tersebut agar tetap menjadi konsumen yang tetap. Sehingga tidak ada yang dirugikan diantara keduanya. Literasi keuangan juga perlu dilakukan sejak dini agar si anak memiliki financial planing yang tepat. Sehingga menimbulkan sifat kemandirian financial sejak dini. Pemahaman akan manfaat dan pentingnya literasi keuangan akan sangat berpengaruh terhadap peningkatan kesejahteraan dan penekanan tinggi angka kemiskinan Indonesia, khususnya masyarakat pedesaan.

 

Daftar Pustaka

Cahyaningtyas, S. R., Ramadhani, R. S., & Isnaini, Z. (2020). Edukasi Literasi Keuangan Kepada Masyarakat Desa Mekarsari Narmada. Jurnal Abdimas Independen, 1(2), 86–90. https://doi.org/10.29303/independen.v1i2.19

Consulting, M. (2023). Literasi Keuangan: Pengertian, Manfaat, dan Penerapannya. Bizhare.Id. https://www.bizhare.id/media/keuangan/literasi-keuangan

Indonesia, B. (n.d.). Inklusi Keuangan. Bank Indonesia. https://bi.go.id/en/fungsi-utama/stabilitas-sistem-keuangan/keuangan-inklusif/default.aspx

Subekti, R., & Puspaningtyas, L. (Red R. co. i. (2023). Literasi Keuangan Masyarakat Desa Baru 48,43 Persen. Republika.Co.Id. https://ekonomi.republika.co.id/berita/s2r1n7502/literasi-keuangan-masyarakat-desa-baru-4843-persen

Suryani, H. S., & Israfiani, R. (2021). Pengaruh Literasi Keuangan dan Modal Sosial Terhadap Inklusi Keuangan Masyarakat Usia Produktif di Sumbawa. 4(3), 35–42.

*Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


Share this Post