Literasi Media Sebagai Model Pembelajaran Untuk Memunculkan Nalar Kritis

Sumber Gambar :

Oleh Resha Hidayatullah*

Pendahuluan

Era society 5.0 memaksa masyarakat untuk merubah tatanan sosial kehidupan masyarakat. Menjadikan teknologi bagian dari kehidupan manusia yang tidak dapat dipisahkan. Dibalik kelamnya dampak buruk era digital, justru menuai banyak manfaat selama manusia mampu menggunakan teknologi digital dengan baik dan bijak.

Begitu juga di dunia pendidikan, teknologi banyak memberikan kontribusi besar sebagai penunjang sarana pembelajaran untuk siswa. Salah satu contoh implementasi dari literasi media dalam dunia pendidikan adalah pemanfaatan media sosial seperti youtube, tik tok, dan instagram untuk menyebarkan dan menemukan referensi baru perihal mata pelajaran yang ingin diajarkan kepada siswa. Bagi pegiat sosial, media dapat dijadikan sebagai alat untuk mengedukasi masyarakat tentang kebijakan publik pemerintah.

Perkembangan teknologi ini pula yang akhirnya melahirkan istilah literasi media yang berbasis pada media sosial. Akhir-akhir ini literasi media menjadi isu yang populer. Pasalnya, literasi media dijadikan sebagai alat untuk mempermudah masyarakat dalam mendapatkan informasi. Dalam media sosial, penyebaran informasi dapat menyebar dengan cepat. Bagi seorang pebisnis, literasi media dimanfaatkan untuk mendapatkan pendapatan dengan cara menggunakan sosial media sebagai alat untuk menyebarkanluaskan produk yang ia jual. Begitupun dengan pegiat literasi media dijadikan alat untuk mengakses informasi di media massa dengan menginterpretasikan sebuah pesan melalui literasi media. Artinya, literasi media sangatlah penting untuk dipahami karena memiliki peran penting bagi penggunanya, terutama untuk menemukan dan menyebarkan informasi yang benar dan dapat dipertanggungjawabkan (Hasriana et al., 2021).

Atas dasar latar belakang diatas, penulis ingin membuat sebuah esai menarik untuk membahas esensi dari literasi media dan tips dalam menemukan sebuah makna untuk mendapatkan informasi yang akurat menggunakan sebuah media.

Definisi Literasi Media

Literasi media dapat dipahami sebagai keterampilan yang dapat diasah oleh setiap orang dalam mencari, memilih, memahami makna, serta mencocokkan informasi dengan apa yang diperoleh sesuai dengan kebutuhan isi media dalam konteks komunikasi setiap individu. Sejalan dengan pendapat Nurmalina (2020:38) bahwa literasi media dapat dipahami sebagai suatu keterampilan setiap individu dalam kegiatan mengumpulkan informasi, mengakses, menganalisis, evaluasi, dan komunikasi terhadap pesan yang dibutuhkan (Viera Valencia & Garcia Giraldo, 2019).

Media terbagi dalam dua kategori, yaitu media massa dan media online. Media massa dipahami sebagai media tulis yang bersifat hard file seperti koran dan majalah. Namun dengan perkembangan teknologi media massa akhir-akhir ini mengalami penurunan minat dan segera memodifikasinya menjadi media online seperti surat kabar online dan majalah online. Untuk media online sendiri, terdapat media sosial yang mampu menyampaikan informasi lebih cepat. Hampir setiap lembaga media memiliki akun media sosial seperti facebook, instagram, twitter, bahkan tik tok. Desain visualisasi dalam penyampaian informasi dengan menayangkan sebuah konten yang kreatif meningkatkan minat penasaran dari setiap audiens. Artinya, ada perbedaan karakter dan fungsi diantara dua media tersebut, namun bisa dijadikan sebuah kolaborasi untuk menyampaikan sebuah pesan yang lebih luas dan cepat.

Beragam definisi tentang literasi media telah banyak dikemukakan oleh para ahli dan beberapa pihak pegiat literasi, namun secara garis besar literasi media disebutkan sebagai media penghubung dengan khalayak banyak dan dapat mengambil kontrol atas media tersebut. Literasi media merupakan kemampuan menilai makna dari setiap jenis pesan, mengorganisasikan makna tersebut menjadi suatu informasi yang berguna, kemudian membangun pesan untuk disampaikan kepada orang lain.

Pada dasarnya, literasi media berusaha memberikan kesadaran kritis kepada masyarakat ketika harus dihadapkan dengan berbagai media dan pesatnya perkembangan informasi dalam media tersebut. Seringkali para tokoh menyebutkan bahwa generasi saat ini merupakan generasi yang kebanjiran informasi, namun tidak mampu mengolahnya menjadi informasi yang menunjang keilmuan, bahkan seringkali masyarakat tergiring pikirannya oleh sebuah opini yang memiliki tujuan untuk kampanye gelap atau sebuah hoax. Kesadaran kritis menjadi inti dari literasi media (Pengertian Literasi Media, n.d.).

Tujuan Literasi Media

Menurut Silverblatt ada empat tujuan umum literasi media, yaitu kesadaran kritis, diskusi, pilihan kritis, dan aksi sosial. Namun kesadaran kritis yang paling utama adalah memberikan manfaat bagi netizen atau penikmat media untuk mendapatkan informasi secara faktual dan terbukti kebenarannya terkait coverage media dengan membandingkan antara media yang satu dengan media yang lain. Dengan membandingkan hasil informasi yang didapat, nalar kritis masyarakat akan terbangun dan merasa butuh terhadap informasi dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat dapat menginterpretasikan pesan yang terkandung dalam informasi tersebut, membangun sensitivitas terhadap program-program sebagai media pembelajaran kebudayaan, dan mengetahui hubungan antar pemilik media dan pemerintah yang mempengaruhi isi dari pesan media, apabila isi media tersebut adalah kebijakan publik pemerintah. Serta mempertimbangkan media dalam sebuah keputusan individu setiap masyarakat yang menerima informasi dari media yang dia baca.

Kesadaran kritis inilah yang menjadi tujuan utama literasi media. Hal ini terjadi karena tidak semua media bersifat netral, terutama pada kasus media sosial. Seperti kasus akhir-akhir ini sangat banyak sekali buzzer tim pemenangan pemilu yang menyerang dengan memberikan isu-isu atau informasi yang bersifat hoax dan perlu dipertanyakan kebenarannya. Akan tetapi media yang bersifat formal dan memiliki legalitas seperti Kompas, Detik dan lainnya selalu membawa nilai, baik ekonomi, politik, maupun budaya. Keseluruhannya selalu memberikan dampak bagi setiap individu bagaimana ia menjalani kehidupan sehari-hari.

Jemes Potter memberikan penekanan bahwa literasi media dibangun atas personal locus, struktur pengetahuan dan skil. Yang dimaksud Jemes Potter sebagai personal locus adalah tujuan dan kendali setiap individu akan informasi. Ketika seseorang menyadari kebutuhan akan informasi, maka kesadaran itu akan menuntun kepada proses pemilihan informasi secara cepat, begitupun sebaliknya. Struktur pengetahuan merupakan seperangkat informasi yang terorganisir dalam pikiran kita. Untuk mengimplementasikan literasi media maka kita membutuhkan struktur informasi yang kuat dari efek media yang dibaca, isi media, industri media, fakta pada dunia nyata, dan diri kita sendiri. Sementara, kemampuan merupakan alat yang digunakan untuk meningkatkan kemampuan literasi media kita.

Menurut Jemes Potter, ada tujuh kemampuan yang harus dimiliki seseorang untuk meraih kesadaran kritis bermedia melalui literasi media. Adapun kemampuan dalam literasi media adalah sebagai berikut; (1) Kemampuan analisis, (2) Evaluasi, (3) Pengelompokan, (4) Induksi merupakan cara pengambilan kesimpulan atas pengelompokan yang kemudian di generalisasi atas pola-pola elemen dari isi berita tersebut ke dalam pesan yang lebih besar, (5) Deduksi merupakan prinsip umum untuk menjelaskan isi berita secara spesifik, (6) Sintesis adalah pengumpulan elemen-elemen isi berita menjadi satu struktur informasi baru, (7) Abstracting merupakan hasil deskripsi singkat, jelas, dan akurat untuk menggambarkan esensi dari isi berita tersebut secara lebih singkat dari pesan aslinya (Pengertian Literasi Media, n.d.).

Implementasi Literasi Media Kepada Masyarakat

Menurut Hoobs (1996) berpendapat bahwa literasi media merupakan kemampuan, penempatan mengevaluasi, menggunakan dan mengkomunikasikan suatu informasi yang ada dalam media baik media cetak maupun media digital melalui berbagai sumber termasuk sumber teks, visual, dan video. Penulis menggaris bawahi pada point mengkomunikasikan, bagaimana masyarakat mampu menyampaikan pesan yang sudah di baca dan di analisis dengan kemampuan yang sudah dijelaskan di atas (Wahidin, 2018).

Maka pada proses komunikasi, dan penyampaian informasi perlu adanya kontrol sosial dalam masyarakat, sebaiknya pemerintah ikut andil untuk mensosialisasikan pentingnya Undang-Undang ITE yang mengontrol setiap media agar bisa menyampaikan informasi yang tepat dan tidak mengandung unsur hoax. Tidak menuntut kemungkinan persentase pemahaman masyarakat terhadap literasi media masih lah kurang. Sehingga diperlukannya kontrol sosial.

Selain itu, sudah menjadi rahasia umum pada masyarakat bahwa smartphone sudah bukan lagi barang asing bagi anak usia dini. Maka, sangat diperlukan peran orang tua sebagai kontrol terhadap penggunaan smartphone pada anak. Alangkah lebih menariknya, jika orang tua mengajarkan kepada anak berpikir kritis sejak dini melalui media pembelajaran elektronik atau digital.

Dalam hal ini, penulis memiliki sebuah rumusan menarik, untuk mensosialisasikan literasi media kepada masyarakat dan menciptakan lingkungan berliterasi media sejak dini untuk melahirkan nalar kritis pada anak. Ada tiga pihak yang harus ikut andil untuk mensosialisasikan literasi media kepada masyarakat. Pertama pemerintah. Pemerintah berperan sebagai kontrol sosial perkembangan informasi digital yang ada pada masyarakat dengan memberikan sosialisasi kepada guru. Kedua, guru sebagai panjang tangan kepada orang tua siswa melalui komite sekolah untuk mensosialisasikan literasi media kepada anak. Ketiga, orang tua sebagai kontrol atas perkembangan literasi media pada anak. Jadi, alangkah masifnya jika implementasi dari literasi media disosialisasikan kepada murid melalui guru dan orang tua. Guru sebagai penyampai materi tentang literasi media dan pengasah kemampuan murid dengan memberikan pembelajaran kemampuan dalam literasi media dan orang tua sebagai kontrol dan pembantu anak untuk mengaplikasikannya pada kehidupan sehari-hari.

Selain itu, penulis berpikir bahwa pembelajaran melalui media terutama media visual sangat menarik perhatian masyarakat, terutama pada anak usia dini. Dan dari aplikasi media, terutama media sosial lebih mengedepankan visual sebagai penyampaian informasi. Karena dinilai sangat menarik perhatian masyarakat. Levie dan Lentz dalam Azhar Arsyad menjelaskan bahwa fungsi media, terutama media visual dapat memancing fungsi atensi, fungsi afektif, fungsi kognitif, dan fungsi kompensatoris kepada karakter anak. Artinya, untuk anak usia dini bisa dimulai untuk menerapkan literasi media melalui channel media visual dalam proses pembelajarannya (Wahidin, 2018).

 Kesimpulan

Kesimpulannya adalah literasi media memiliki peran yang sangat penting dalam konteks sosial saat ini. Hal ini tidak hanya sebatas dalam mencari informasi, tetapi juga dalam membedakan informasi yang valid dari yang tidak. Kemampuan untuk menganalisis, mengevaluasi, dan mensintesis informasi dari berbagai sumber menjadi kunci dalam literasi media, yang pada gilirannya membantu dalam pembentukan pemikiran kritis yang kuat dan keberanian untuk meninjau berbagai opini yang muncul.

Bagaimana kita dapat meningkatkan literasi media? Pertama, kita perlu memiliki kesadaran kritis yang tinggi dalam mengkonsumsi media, mampu membedakan antara media yang objektif dan yang tidak. Kedua, penting untuk mengembangkan kemampuan analisis, evaluasi, dan sintesis informasi secara sistematis. Terakhir, melibatkan peran orang tua dan guru dalam sosialisasi literasi media kepada anak-anak merupakan langkah penting untuk membentuk kecerdasan kritis sejak usia dini, sehingga mereka dapat menjadi generasi yang mampu berpikir kritis dalam menghadapi arus informasi yang terus berkembang.

Secara keseluruhan, literasi media bukan hanya tentang bagaimana kita mengakses informasi, tetapi juga tentang bagaimana kita menggunakan dan menyampaikan informasi tersebut dengan bijak. Dengan literasi media yang kuat, kita dapat menjadi bagian dari masyarakat yang cerdas, kritis, dan mampu memilah informasi yang relevan dari yang tidak. Oleh karena itu, mari bersama-sama menjadi individu yang literat dalam menghadapi era media digital ini.

* Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Daftar Pustaka

Hasriana, N., Dilla, S., & Ridwan, H. (2021). Pemanfaatan Media Sosial pada Kemampuan Literasi Media Siswa SMAN 4 Kendari. Jurnal Literasi Perpustakaan Dan Informasi: Jurnal Penelitian Kajian Perpustakaan Dan Informasi, 1(3), 152–160. https://doi.org/10.52423/jlpi.v1i3.22007

Pengertian Literasi Media. (n.d.). Diskominfo Bandung. https://diskominfo.badungkab.go.id/artikel/17916-pengertian-literasi-media

Viera Valencia, L. F., & Garcia Giraldo, D. (2019). 済無No Title No Title No Title. In Angewandte Chemie International Edition, 6(11), 951–952. (Vol. 2).

Wahidin, U. (2018). Implementasi Literasi Media Dalam Proses Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Dan Budi Pekerti. Edukasi Islami : Jurnal Pendidikan Islam, 7(02), 229. https://doi.org/10.30868/ei.v7i2.284


Share this Post