LITERASI MEMBACA DAN KESEHATAN MENTAL

Sumber Gambar :

Oleh  : Resha Hidayatullah*

Pendahuluan

Literasi menjadi bagian penting dalam aspek yang menunjang pembangunan kualitas individu setiap manusia. Literasi tidak hanya kemampuan untuk membaca saja, namun bagaimana seseorang mampu memahami dan mengkomunikasikan point of view yang ia baca. Oleh karena itu definisi literasi mencakup hal yang luas. Diantaranya adalah literasi membaca. Dimana menurut UNESCO dalam Purwati Purwati (2017), keterampilan ini adalah manifestasi dari kemampuan nyata, yang secara khusus mencakup keterampilan kognitif dalam membaca dan menulis, tanpa memandang konteks, sumber, atau metode penguasaan keterampilan tersebut.

Membaca dianggap sebagai jendela ilmu karena dengan membaca, kita dapat memperluas wawasan dan menambah pengetahuan. Seperti yang kita ketahui, proses memperoleh pengetahuan, terutama melalui sains, sangat bergantung pada aktivitas membaca. Sekitar 80-90% dari ilmu pengetahuan diperoleh melalui membaca. Oleh karena itu, kebiasaan membaca adalah hal yang sangat penting dan mendasar yang harus dikembangkan sejak dini untuk meningkatkan kualitas pendidikan (Aswat & Nurmaya G, 2019). Subakti (2019) menyatakan bahwa pengetahuan akan meningkat jika kita rutin membaca buku-buku dan melakukan latihan secara terus-menerus (Lestari et al., 2021).

Oleh karena itu, dasar dari pengetahuan dan wawasan yang luas dinilai dari seberapa banyak seseorang mampu membaca buku. Namun perlu digaris bawahi bahwa definisi literasi membaca tidak selesai pada taraf kuantitas buku bacaan dan sumber informasi yang didapat oleh seseorang, akan tetapi seberapa kuat pemahaman seseorang dalam memahami isi bacaan dan penerapan nya bagi kehidupan pribadinya sendiri. Sehingga apa yang dia baca bisa bermanfaat bagi kualitas kehidupannya.

Di era digitalisasi sumber pengetahuan sangat berlimpah, tidak hanya berbentuk buku namun produk-produk konten digital sering kali ditelan mentah-mentah oleh masyarakat tanpa dasar pemahaman yang kuat. Sehingga banyak mis-informasi yang didapat oleh masyarakat yang pada akhirnya memperkeruh pandangan hidup seseorang. Tak heran jika kita sering mendengar bahwa generasi zaman sekarang merupakan generasi yang terbawa arus media digital yang menyebabkan life quarter Crisis pada anak muda semakin memburuk akibat standar hidup yang tidak sesuai kemampuan hidupnya. Atau bahasa anak zaman sekarang adalah standar hidup Tik Tok dan Instagram. 

Selain itu, kita harus menerima kenyataan pahit bahwa hari ini Indonesia menurut data riset dari kesehatan dasar (Riskesdes) tahun 2018 menyatakan bahwa jumlah penderita gangguan jiwa di Indonesia mengalami peningkatan. Hal ini terlihat dari naiknya prevalensi rumah tangga yang memiliki orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) berdasarkan indikator keluarga sehat secara nasional, dengan persentase penderita gangguan jiwa berat yang mendapatkan pengobatan dan tidak ditelantarkan sebesar 17,08%. Situasi ini diperburuk oleh tingginya stigma terhadap ODGJ di masyarakat, yang muncul akibat minimnya pemahaman tentang kondisi mereka. Stigma yang kuat ini sering membuat masyarakat enggan untuk mengakses layanan kesehatan mental. Salah satu faktor signifikan yang memengaruhi kondisi kesehatan mental di masyarakat adalah rendahnya literasi kesehatan mental (cpmh, 2020).

Maka di sinilah pentingnya literasi membaca bagi kesejahteraan mental masyarakat. Kesehatan adalah kebutuhan mendasar bagi setiap individu, yang tidak hanya mencakup kesehatan fisik, tetapi juga kesehatan jiwa. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), kesehatan jiwa adalah kondisi kesejahteraan fisik, mental, dan sosial, yang tidak hanya diartikan sebagai ketiadaan penyakit, tetapi juga mencakup penilaian subjektif terhadap kesejahteraan psikologis, rasa percaya diri, otonomi, dan realisasi diri seseorang (World Health Organization, 2014). WHO juga menegaskan bahwa ada empat kriteria utama yang menentukan kesehatan jiwa seseorang: mengenali potensi diri, mampu mengatasi stres sehari-hari, produktif, dan bermanfaat bagi orang lain. Dengan tingkat bacaan yang tinggi, dan pemahaman yang mendalam tentang literasi kesehatan. Masyakat kita bisa meningkatkan self-improvement yang kuat, sehingga dapat membentuk pribadi yang berkualitas.

Dampak Literasi Membaca terhadap Kesehatan Mental

Secara garis besar penulis merangkum bahwa ada tiga dampak pengaruh tingkat literasi membaca masyarakat terhadap kesehatan mental masyarakat. Yang pertama, literasi membaca dapat merangsang stimulasi kognitif dan peningkatan kemampuan berpikir. Stimulasi kognitif ini merupakan aktivitas yang dilakukan untuk meningkatkan fungsi kognitif dan sosial. Sebetulnya, tidak hanya membaca dalam meningkatkan kognitif seseorang, ada kegiatan-kegiatan lain seperti menari, mendengar musik, bersosialisasi, dan kegiatan-kegiatan lain yang dapat merangsang fungsi otak manusia. Membaca buku atau majalah tidak hanya memberikan informasi, tetapi juga menjaga otak tetap aktif, yang berkontribusi pada peningkatan fungsi kognitif. Aktivitas membaca merangsang imajinasi, menjadikannya salah satu metode efektif untuk melatih otak.

Dampak yang kedua adalah membaca dapat mengurangi stres dan meningkatkan relaksasi. Hari ini disain bacaan dan pengetahuan sering ditulis dalam bentuk tulisan feature, yang membuat bacaan lebih ringan. Sebagai contoh adalah buku Dunia Shopia, dimana buku ini membahas filsafat dengan pembawaan yang ringan. Buku ini berbentuk novel, sehingga para pembaca bisa tetap enjoy dalam membaca karena tulisannya berbentuk cerita namun tetap membawa esensi dasar teori-teori filsafat berdasarkan pemikiran tokoh-tokohnya. Tidak hanya itu, contoh lain buku pengembangan diri yang berjudul Filosofi Teras, dimana buku ini membahas tentang filosofi stoicism yang dikomparasi dengan pengalaman pribadi seorang penulis. Sehingga pembaca bisa merasakan bahwa dirinya sendiri masuk dalam alur cerita buku tersebut. Dengan memperbanyak bacaan buku seperti ini justru bisa menjadi daya refleksi bagi seorang pembaca (Fimela, 2024).

Selain itu, literasi dapat mengembangkan empati dan kecerdasan emosional. Jika dilihat dari penelitian Khusnul Khotima Pembelajaran literasi memiliki peran penting dalam mengembangkan kecerdasan berpikir dan emosi remaja. Dengan memperoleh wawasan yang luas melalui literasi, remaja dapat mengembangkan kemampuan pengendalian diri yang baik. Dengan kata lain, budaya literasi yang tertanam dalam diri remaja dapat membantu mereka mengontrol daya pikir dan emosi dengan lebih efektif. Hal ini tentu menjadi keuntungan bagi remaja, karena mereka dapat menghadapi perubahan dan perkembangan, khususnya dalam aspek pemikiran dan emosi, dengan lebih baik.

Tantangan dalam Meningkatkan Literasi Membaca

Tantangan dalam meningkatkan literasi membaca masyarakat terbagi menjadi dua faktor yaitu, faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal merupakan faktor dari individu masyarakat itu sendiri, seperti kemampuan membaca, kebiasaan membaca, dan faktor lain yang mempengaruhi motivasi belajar masyarakat. Faktor yang kedua yaitu faktor eksternal. Menurut penelitian yang di kutip dari jurnal pendidikan guru sekolah dasar edisi 32 tahun ke-7 2018 menyebutkan bahwa faktor eksternal itu bisa berupa lingkungan dan orang-orang yang berpengaruh dalam masa pendidikan anak (Sari, 2018).

Lingkungan membaca dimensi nya cukup luas. Mulai dari lingkungan rumah, sekolah, dan akses pemerintah dalam menyediakan infrastruktur yang membantu budaya literasi masyarakat. Budaya membaca yang baik tidak bisa tercipta dengan baik jika sarana dan prasarana membaca tidak mendukung dengan baik.

Dalam sebuah opini yang dimuat oleh Kompas, Indonesia masih memiliki permasalahan dalam akses buku-buku berkualitas. Menurut Nirwana Ahmad Ahmaloka sebagai penggerak literasi membaca masyarakat Sulawesi Selatan, banyak buku yang diakses kurang berkualitas, karena tidak mampu mengembangkan imajinasi, menggunakan bahasa dan kosakata yang baik, atau memberikan inspirasi.

Selain itu, di era digital yang seharusnya menjadi peluang dalam mengakses sumber informasi dalam menambah literasi bacaan masyarakat justru memiliki potensi negatif yang besar bagi masyarakat, terutama anak kecil yang membutuhkan sedikit sentuhan kedisiplinan dalam membiasakan membaca sebagai kunci pertama dalam meningkatkan literasi. Masalah ini pun menjadi salah satu faktor eksternal yang mematikan budaya literasi di masyarakat. Pasalnya, secara psikologis manusia memiliki sel dopamine yang menjadikan efek candu terhadap kesenangan. Jika, seorang anak hanya di berikan konsumsi belajar dari sebatas siaran televisi atau channel YouTube, maka sel dopamine seorang anak akan memerintahkan otak anak untuk belajar hanya dari sebuah siaran saja. Tanpa pengawasan dan kedisiplinan, masalah ini akan menjadi bumerang sendiri bagi pertumbuhan otak dan minat baca seorang anak.

Strategi untuk Meningkatkan Literasi Membaca dan Kesehatan Mental

Membaca merupakan pintu pertama dalam membuka literasi-literasi yang lain. Untuk menyelesaikan permasalahan mental health atau kesehatan mental diperlukan literasi kesehatan bagi masyarakat. Dan literasi kesehatan bisa dimulai dengan membuka pintu pertama literasi, yaitu membaca. Artinya masyarakat Indonesia hari ini membutuhkan banyak bacaan dan pemahaman tentang kesehatan mental agar tidak menganggap remeh penyakit kejiwaan yang diakibatkan oleh kekurangan literasi kesehatan tadi.

Jika permasalahan tadi dibagi menjadi dua faktor, maka diperlukan penyelesaian yang melibatkan dua faktor tersebut. Yang paling penting dalam dunia literasi adalah kesadaran diri sebagai benteng pertama dalam meningkatkan budaya literasi. Ada beberapa cara dalam meningkatkan kesadaran literasi yang di mulai dari faktor internal atau individu masyarakat itu sendiri. Pertama, memunculkan niat membaca, kedua, membuat list buku yang diinginkan, ketiga, menuliskan poin-poin penting dari buku yang dibaca, yang keempat, membaca buku di waktu yang tepat, dan yang kelima adalah komitmen atau konsistensi meskipun hanya meluangkan waktu 5 menit sehari untuk membaca.

Selanjutnya, untuk menjawab tantangan dalam faktor eksternal menurut hemat penulis adalah dorongan pemerintah dalam program penciptaan lingkungan literasi membaca. Program ini bisa dimulai dari ruang lingkup yang kecil seperti rumah tangga melalui program posyandu atau kegiatan Ke-Rw-an yang di support oleh pemerintah, sampai dengan yang bersifat makro dalam bentuk kebijakan yang pro terhadap gerakan literasi masyarakat. Tentunya pemerintah berperan penting dalam menyediakan infrastruktur untuk kebutuhan masyarakat. Baik di ranah sekolah maupun ruang lingkup desa bagi masyarakat.

Perlu di ingat bahwa kebijakan dan program yang tepat sasaran menjadi perhatian utama bagi pemerintah. Jika hari ini kekurangan infrastruktur literasi adalah akses bacaan yang tidak berkualitas, maka pemerintah harus mencarikan solusi yang tepat atau bacaan yang berkualitas bagi masyarakat. 

Tentu peran komunitas dan lembaga pemerintah yang konsentrasi dalam peningkatan literasi kesehatan menjadi raja dan pion-pion terdepan dalam menciptakan lingkungan yang kondusif untuk memberikan kesadaran dan pemahaman tentang literasi kesehatan. Sehingga tercipta lah budaya literasi di masyarakat untuk meningkatkan pemahaman tentang pentingnya kesehatan mental.

* Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

 

Referensi

cpmh. (2020). Literasi Kesehatan Mental di Masyarakat, Apa Urgensinya? Center of Public Mental Health UGM. https://cpmh.psikologi.ugm.ac.id/2020/09/29/literasi-kesehatan-mental-di-masyarakat-apa-urgensinya/

Fimela. (2024). 8 Tips Menstimulasi Kemampuan Otak Orang Dewasa. Www.Fimela.Com. https://www.fimela.com/lifestyle/read/5478365/8-tips-menstimulasi-kemampuan-otak-orang-dewasa?page=3

Lestari, F. D., Ibrahim, M., Ghufron, S., & Mariati, P. (2021). Pengaruh Budaya Literasi terhadap Hasil Belajar IPA di Sekolah Dasar. Jurnal Basicedu, 5(6), 5087–5099. https://doi.org/10.31004/basicedu.v5i6.1436

Sari, C. P. (2018). Faktor-Faktor Penyebab Rendahnya Minat Membaca Siswa Kelas IV. Jurnal Pendidikan Guru Sekolah Dasar, 7(32), 3128–3137. http://journal.student.uny.ac.id/ojs/ojs/index.php/pgsd/article/viewFile/13875/13400


Share this Post