Membangun Budaya Literasi : Peran Perpustakaan Dalam Meningkatkan Minat Baca
Sumber Gambar :Oleh: Aceng Murtado*
Pentingnya Budaya Literasi
Budaya literasi merupakan aspek fundamental dalam membangun masyarakat yang maju dan berdaya saing. Literasi tidak hanya mencakup kemampuan membaca dan menulis, tetapi juga pemahaman, analisis, serta pemanfaatan informasi dalam kehidupan sehari-hari. Literasi menjadi indikator utama dalam peningkatan kualitas hidup suatu bangsa, karena masyarakat yang memiliki tingkat literasi tinggi cenderung lebih produktif, inovatif, dan memiliki daya pikir kritis yang baik (UNESCO, 2022).
Di Indonesia, penguatan budaya literasi telah menjadi salah satu agenda nasional yang didukung oleh berbagai pihak, termasuk pemerintah, institusi pendidikan, serta komunitas literasi. Program Gerakan Literasi Nasional (GLN) yang dicanangkan oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi bertujuan untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya membaca sebagai bagian dari pembelajaran sepanjang hayat (Kemendikbudristek, 2021). Namun, meskipun berbagai upaya telah dilakukan, minat baca masyarakat Indonesia masih tergolong rendah jika dibandingkan dengan negara lain.
Peran Perpustakaan sebagai pusat Informasi dan Pendidikan
Perpustakaan merupakan lembaga yang memiliki fungsi utama dalam menyediakan akses informasi dan pendidikan bagi masyarakat. Selain sebagai tempat penyimpanan buku dan sumber bacaan, perpustakaan juga berperan sebagai pusat pembelajaran yang dapat meningkatkan keterampilan berpikir kritis dan analitis bagi penggunanya (Sutanto, 2020). Di era digital, perpustakaan tidak hanya berbasis fisik tetapi juga telah berkembang ke arah digital library yang memungkinkan akses lebih luas terhadap sumber informasi (Rahmat & Fadilah, 2021).
Di tingkat pendidikan, perpustakaan sekolah dan perguruan tinggi memainkan peran penting dalam mendukung kegiatan akademik siswa dan mahasiswa. Sementara itu, perpustakaan umum memberikan layanan literasi bagi masyarakat luas, termasuk kelompok usia lanjut dan masyarakat dengan keterbatasan akses terhadap sumber bacaan berkualitas (Arifin, 2019, hlm. 92). Oleh karena itu, optimalisasi fungsi perpustakaan sangat diperlukan dalam mendorong peningkatan budaya literasi di Indonesia.
Rendahnya Minat Baca di Indonesia
Meskipun literasi telah menjadi perhatian serius, minat baca masyarakat Indonesia masih tergolong rendah. Berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh Central Connecticut State University (CCSU) dalam World’s Most Literate Nations (2020), Indonesia menempati peringkat ke-62 dari 70 negara dalam hal tingkat literasi (Miller, 2020). Hal ini menunjukkan bahwa budaya membaca belum menjadi kebiasaan utama bagi sebagian besar masyarakat Indonesia.
Lebih lanjut, survei yang dilakukan oleh Perpustakaan Nasional RI (2022) menunjukkan bahwa rata-rata orang Indonesia hanya membaca 3–4 buku per tahun, jauh lebih rendah dibandingkan negara-negara maju seperti Finlandia atau Jepang yang warganya membaca lebih dari 10 buku per tahun (Perpusnas, 2022). Faktor penyebab rendahnya minat baca antara lain adalah kurangnya akses terhadap bahan bacaan, dominasi media digital yang lebih menarik dibandingkan buku fisik, serta kurangnya kebiasaan membaca sejak dini dalam lingkungan keluarga dan pendidikan (Yulianto, 2021).
Literasi dan Budaya Literasi Menurut Para Ahli
Literasi secara umum didefinisikan sebagai kemampuan individu dalam membaca, menulis, memahami, serta mengolah informasi secara kritis. Menurut pendapat dari UNESCO, literasi adalah kemampuan seseorang dalam mengidentifikasi, memahami, menafsirkan, menciptakan, dan mengomunikasikan informasi dalam berbagai bentuk dan konteks sosial yang berbeda (UNESCO, 2005). Sementara itu, definisi lain mengatakan bahwa budaya literasi sebagai kebiasaan dan pola pikir masyarakat dalam memanfaatkan informasi secara efektif untuk meningkatkan wawasan, keterampilan, serta kualitas hidup (Kemendikbudristek, 2021).
Menurut Taufiqurrohman (2017), budaya literasi bukan hanya berkaitan dengan kemampuan membaca dan menulis, tetapi juga mencerminkan kebiasaan dalam mengakses, memahami, serta menggunakan informasi untuk mendukung kehidupan sehari-hari. Dalam perspektif yang lebih luas, literasi tidak hanya terbatas pada aspek membaca dan menulis, tetapi juga mencakup literasi digital, literasi sains, serta literasi finansial yang semakin berkembang di era modern (Setiawan, 2019).
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Budaya Literasi
Budaya literasi dalam suatu masyarakat tidak terbentuk secara instan, melainkan dipengaruhi oleh berbagai faktor. Menurut Suyanto (2020), faktor-faktor utama yang mempengaruhi budaya literasi meliputi: Pertama, Lingkungan Keluarga. Kebiasaan membaca dalam keluarga sangat menentukan tingkat literasi anak dan cenderung membentuk generasi yang gemar membaca. Kedua, Pendidikan. Kualitas pendidikan di sekolah dan perguruan tinggi berperan dalam membentuk kebiasaan membaca dan berpikir kritis. Ketiga, Akses terhadap Sumber Bacaan. Ketersediaan perpustakaan, toko buku, dan bahan bacaan digital menjadi faktor penting dalam mendukung budaya literasi. Daerah dengan akses terbatas terhadap buku dan sumber informasi cenderung memiliki tingkat literasi yang lebih rendah (Perpusnas, 2022). Keempat, Perkembangan Teknologi. Kemajuan teknologi digital telah mengubah pola membaca masyarakat. Keberadaan e-book, jurnal daring, serta media sosial memberikan akses luas terhadap informasi (Yulianto, 2021). Dan yang terakhir adalah Kebijakan Pemerintah. Program literasi yang didukung oleh kebijakan pemerintah, seperti Gerakan Literasi Nasional (GLN), memiliki dampak besar dalam membentuk budaya membaca masyarakat. Pemerintah yang serius dalam mengembangkan program literasi dapat meningkatkan akses masyarakat terhadap pendidikan dan informasi (Kemendikbudristek, 2021).
Manfaat Literasi
Literasi memiliki peran yang sangat penting dalam berbagai aspek kehidupan, baik dalam ranah sosial, ekonomi, maupun intelektual. Budaya literasi yang baik dapat memberikan dampak positif yang signifikan bagi individu maupun masyarakat secara keseluruhan.
Dalam kehidupan sosial, literasi membantu seseorang meningkatkan kemampuan berkomunikasi dan memahami informasi dengan lebih baik dan membantu memahami hak dan kewajiban mereka dalam bidang hukum, politik, dan kebijakan publik, sehingga mereka dapat berpartisipasi secara lebih sadar dan bertanggung jawab dalam kehidupan bermasyarakat (Arifin, 2020).
Secara ekonomi, literasi memberikan manfaat besar dalam meningkatkan kesejahteraan individu. Mereka yang memiliki tingkat literasi tinggi cenderung memiliki peluang kerja yang lebih baik, karena mampu mengakses dan mengolah informasi secara efektif. Di era digital seperti saat ini, literasi digital juga memainkan peran penting dalam membuka peluang usaha dan meningkatkan produktivitas kerja, sehingga individu dapat lebih berdaya dalam menghadapi persaingan global (Rahmat, 2019).
Di sisi lain, manfaat literasi dalam aspek intelektual tidak kalah penting. Kemampuan literasi yang kuat membentuk pola pikir kritis, analitis dan reflektif yang membuat individu lebih mampu mengevaluasi informasi secara objektif dan terhindar dari hoaks atau informasi yang menyesatkan dan cenderung lebih kreatif dan inovatif, karena mereka mendapatkan banyak inspirasi serta wawasan baru yang dapat diterapkan dalam berbagai bidang kehidupan (Setiawan, 2019).
Dengan demikian, budaya literasi yang kuat tidak hanya meningkatkan kualitas individu, tetapi juga berkontribusi pada kemajuan suatu bangsa. Oleh karena itu, peningkatan literasi harus menjadi prioritas dalam pembangunan masyarakat yang berdaya saing tinggi.
Perpustakaan sebagai Pusat Literasi
Perpustakaan memiliki peran strategis dalam membangun budaya literasi di masyarakat. Sebagai pusat informasi dan pendidikan, perpustakaan tidak hanya menyediakan sumber bacaan, tetapi juga menjadi wadah bagi masyarakat untuk meningkatkan keterampilan berpikir kritis dan memperluas wawasan. Keberadaan perpustakaan sebagai pusat literasi memungkinkan masyarakat untuk mengakses berbagai pengetahuan dan memperkaya pengalaman intelektual mereka (Kemendikbud, 2020).
Perpustakaan berfungsi sebagai pusat pembelajaran dan pengembangan diri. Dengan koleksi bacaan yang beragam dan relevan, perpustakaan dapat menarik minat baca masyarakat dari berbagai kalangan. Buku akademik dan referensi mendukung penelitian dan pendidikan, sementara buku sastra dan hiburan membantu meningkatkan daya imajinasi serta apresiasi terhadap karya sastra. Publikasi digital dan jurnal ilmiah yang tersedia di perpustakaan modern juga memungkinkan masyarakat untuk tetap terhubung dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi terbaru (Rahmat, 2019).
Dengan demikian, perpustakaan tidak hanya menjadi tempat membaca, tetapi juga pusat pengembangan budaya literasi yang mendukung masyarakat dalam memperoleh informasi, meningkatkan keterampilan berpikir, dan membangun kebiasaan membaca yang berkelanjutan. Keberadaan perpustakaan yang aktif dan inovatif dapat menjadi solusi dalam meningkatkan minat baca dan menciptakan masyarakat yang lebih cerdas serta berpengetahuan luas (Slamet, 2022).
Strategi Perpustakaan
Salah satu strategi yang efektif adalah melalui program literasi seperti klub baca, diskusi buku, dan bedah karya. Program ini tidak hanya meningkatkan keterampilan membaca, tetapi juga mendorong pembaca untuk berdiskusi dan memahami isi buku dengan lebih mendalam. Menurut Rahmat (2019), diskusi buku dapat membantu pembaca mengembangkan pola pikir kritis serta memperkuat pemahaman mereka terhadap berbagai isu yang dibahas dalam bacaan.
Kolaborasi Perpustakaan yang menjalin kerja sama dengan sekolah atau universitas dapat menyediakan program kunjungan edukatif yang mengenalkan siswa pada pentingnya membaca. Selain itu, kerja sama dengan komunitas literasi dan organisasi sosial dapat membantu memperluas jangkauan perpustakaan dalam mempromosikan budaya membaca di tengah masyarakat (Setiawan, 2019).
Peran pustakawan dalam membimbing dan menginspirasi pengunjung perpustakaan juga tidak bisa diabaikan. Pustakawan bukan hanya bertugas mengelola koleksi buku saja, tetapi juga harus aktif dalam membimbing pengunjung untuk menemukan buku yang sesuai dengan minat dan kebutuhan mereka. Pustakawan yang berperan sebagai fasilitator literasi dapat menciptakan pengalaman membaca yang lebih menarik bagi pengunjung dan membangun budaya membaca yang berkelanjutan (Slamet, 2022).
Tantangan dan Solusi
Meskipun perpustakaan memiliki peran penting dalam meningkatkan literasi, masih terdapat beberapa tantangan yang harus dihadapi. Salah satu tantangan utama adalah rendahnya kebiasaan membaca di masyarakat. Berdasarkan laporan UNESCO, tingkat minat baca di Indonesia masih tergolong rendah, dengan hanya 1 dari 1.000 orang yang memiliki kebiasaan membaca secara aktif (Kemendikbud, 2020). Faktor ini disebabkan oleh berbagai hal, seperti rendahnya kesadaran akan pentingnya literasi serta terbatasnya akses terhadap bahan bacaan berkualitas.
Kurangnya fasilitas dan akses ke perpustakaan di beberapa daerah juga menjadi hambatan besar dalam upaya meningkatkan minat baca. Banyak perpustakaan, terutama di daerah terpencil, masih menghadapi keterbatasan dalam hal koleksi buku, infrastruktur, serta akses internet. Menurut penelitian Perpusnas, sekitar 60% perpustakaan di Indonesia masih mengalami kendala dalam hal pendanaan dan pengelolaan, yang berdampak pada kurang optimalnya layanan yang diberikan kepada masyarakat (Perpusnas 2021).
Untuk mengatasi tantangan ini, diperlukan solusi yang tepat, salah satunya adalah digitalisasi perpustakaan, seperti yang sudah penulis bahas di atas. Dengan adanya perpustakaan digital, masyarakat dapat mengakses buku dan jurnal elektronik tanpa harus datang langsung ke perpustakaan fisik. Inisiatif ini telah diterapkan di beberapa daerah melalui platform seperti iPusnas, yang memberikan akses ribuan buku elektronik secara gratis bagi masyarakat (Setiawan, 2019).
Selain itu, promosi budaya literasi sejak dini juga menjadi langkah penting dalam membangun kebiasaan membaca. Program seperti gerakan membaca 15 menit sebelum belajar di sekolah serta kampanye literasi di lingkungan keluarga dapat membantu membangun kesadaran akan pentingnya membaca (Rahmat, 2019).
Dukungan kebijakan pemerintah juga sangat diperlukan dalam memperkuat peran perpustakaan sebagai pusat literasi. Pemerintah harus mengalokasikan anggaran yang memadai untuk pengembangan perpustakaan, termasuk peningkatan koleksi buku, pelatihan pustakawan, serta pembangunan perpustakaan di daerah tertinggal. Dengan menerapkan strategi yang tepat serta mengatasi berbagai tantangan yang ada, perpustakaan dapat memainkan peran yang lebih besar dalam meningkatkan budaya literasi di Indonesia.
Kesimpulan
Budaya literasi memiliki peran yang sangat penting dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan membangun masyarakat yang lebih cerdas serta berdaya saing. Perpustakaan, sebagai pusat informasi dan pendidikan, memainkan peran krusial dalam menyediakan akses terhadap bahan bacaan yang berkualitas, mendukung proses pembelajaran sepanjang hayat, serta menumbuhkan minat baca di kalangan masyarakat. Dengan koleksi buku yang beragam dan program literasi yang menarik, perpustakaan dapat menjadi motor penggerak dalam membentuk budaya membaca yang lebih kuat.
Untuk meningkatkan minat baca, diperlukan berbagai strategi yang melibatkan perpustakaan sebagai pusat literasi. Program-program seperti klub baca, diskusi buku, pemanfaatan perpustakaan digital, serta kolaborasi dengan sekolah, universitas dan komunitas literasi harus terus diperluas. Selain itu, dukungan dari pemerintah dan berbagai pemangku kepentingan sangat diperlukan dalam menyediakan fasilitas perpustakaan yang lebih baik, terutama di daerah-daerah yang masih minim akses terhadap bahan bacaan. Peningkatan kualitas pustakawan juga menjadi faktor penting agar perpustakaan tidak hanya menjadi tempat penyimpanan buku, tetapi juga sebagai pusat pembelajaran yang aktif dan dinamis.
Masyarakat juga diharapkan dapat lebih memanfaatkan fasilitas perpustakaan untuk meningkatkan kualitas literasi dan wawasan mereka. Perpustakaan bukan hanya tempat untuk membaca, tetapi juga menjadi ruang untuk berdiskusi, mengembangkan kreativitas, serta memperdalam pengetahuan di berbagai bidang. Oleh karena itu, kesadaran kolektif dalam menjadikan perpustakaan sebagai bagian penting dari kehidupan sehari-hari harus terus ditanamkan. Dengan kolaborasi dari berbagai pihak seperti pemerintah, sekolah, komunitas, dan individu, sehingga generasi mendatang memiliki kemampuan literasi yang lebih baik dan siap menghadapi tantangan global.
*Akademisi dan Peneliti Badan Riset dan Inovasi Mathlaul Anwar {BRIMA}
Referensi
Arifin, Z. (2019). Membangun Literasi Masyarakat melalui Perpustakaan Digital. Jakarta: Rajawali Press.
Kemendikbud. (2020). Gerakan Literasi Sekolah: Implementasi dan Evaluasi. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Miller, J. (2020). World’s Most Literate Nations. Central Connecticut State University Research Report.
Perpusnas. (2021). Peran Perpustakaan Umum dalam Peningkatan Literasi Masyarakat. Jakarta: Perpustakaan Nasional RI.
Perpusnas. (2022). Survei Nasional Minat Baca dan Akses Perpustakaan. Jakarta: Perpustakaan Nasional Republik Indonesia.
Rahmat, A. (2019). Masa Depan Perpustakaan Digital di Era Revolusi Industri 4.0. Bandung: Pustaka Ilmu.
Rahmat, A., & Fadilah, N. (2021). Transformasi Perpustakaan Menuju Era Digital. Bandung: Pustaka Media.
Rahmat, H. (2019). Pentingnya Literasi Keuangan dalam Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat. Bandung: Media Nusantara.
Setiawan, B. (2019). Literasi dan Transformasi Sosial. Malang: UMM Press.
Setiawan, R. (2019). Literasi dan Pengembangan Intelektual di Era Digital. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Slamet, T. (2022). Perpustakaan sebagai Sumber Ilmu: Tantangan dan Peluang. Yogyakarta: Pustaka Media.
Sutanto, D. (2020). Peran Perpustakaan dalam Peningkatan Literasi Informasi. Yogyakarta: Pustaka Ilmu.
UNESCO. (2022). Global Literacy Report. Paris: UNESCO.
Yulianto, B. (2021). Budaya Literasi dan Tantangan Digitalisasi. Malang: UMM Press.