MEMIKAT PEMUSTAKA BERINTERAKSI DENGAN PUSTAKAWAN : Sebuah Pandangan Untuk Perpustakaan Umum pada Era Pandemi Covid-19
Sumber Gambar :MEMIKAT PEMUSTAKA
BERINTERAKSI DENGAN PUSTAKAWAN :
Sebuah Pandangan Untuk
Perpustakaan Umum pada Era Pandemi
Covid-19
Jamridafrizal*
Abstrak
Wabah
pandemi Covid 19 yang melanda sebagian besar negara telah merubah semua
kebiasaan dan tatanan kehidupan di masyarakat termasuk Indonesia. Baik dalam
bidang ekonomi, sosial, pendidikan maupun bidang yang lainnya termasuk pada
layanan perpustakaan. Layanan perpustakaan yang semula dilakukan secara
langsung, diubah menjadi layanan online
untuk memperlancar dan memberikan kemudahan bagi pemustaka. Pustakawan dituntut
kreatifitasnya untuk menciptakan inovasi-inovasi baru dalam memberikan layanan tersebut kepada pemustaka
Pendahuluan
Setiap
kejadian pasti ada hikmah yang bisa diambil jika kita mau mengambil pelajaran.
Demikian juga adanya wabah Covid 19 ini, yang telah merubah semua kebiasaan dan
tatanan atau aturan yang baru. Melalui aturan yang baru dimana semua aktivitas
dilakukan dari rumah, telah menimbulkan dan menciptakan kreatifitas yang baru
dalam berbagai hal. Berbagai jenis layanan di perpustakaan yang semula hanya
dilakukan secara langsung, sekarang bisa dilakukan secara online. Hal ini
sangat memudahkan dan meringankan baik pemustaka maupun pustakawan yang semua
harus beraktivitas dari rumah. Pustakawan bisa berinovasi untuk membantu
pemustaka dalam memperoleh informasi elektronik dan pelayanan administrasi lain
yang dibutuhkan. Melalui berbagai inovasi pustakawan dan memperoleh angka
kredit untuk kenaikan jabatan dan pangkatnya. Di sisi lain dukungan dari
lembaga berupa penyediaan fasilitas dan sarana yang dibutuhkan dalam pelayanan
online berupa penyediaan sumber informasi elektronik, komputer yang memadai,
jaringan internet yang baik, listrik yang lancar, pelatihan sdm sangat
diperlukan. Semua unsur tersebut sangat penting dan saling berkaitan dalam
menunjang kesuksesan pelayanan online di masa pandemic ini.
Amanat UU No. 43 tahun 2007 tentang Perpustakaan, bahwa perpustakaan berfungsi sebagai wahana pendidikan,
penelitian, informasi, pelestarian, dan rekreasi, yang pada akhirnya bertujuan
untuk meningkatkan kecerdasan dan keberdayaan bangsa. Dapat dikatakan,
perpustakaan berperan sebagai pusat belajar sepanjang hayat di tengah
masyarakat. Layanan perpustakaan yang umumnya dimanfaatkan oleh pemustaka di antaranya
layanan sirkulasi dan referensi, biasanya diakses secara langsung dengan
mendatangi gedung perpustakaan. Namun, saat pandemi sekarang ini, dengan
berbagai keterbatasan, perpustakaan dituntut untuk berinovasi agar dapat
menjalankan amanat UU No. 43 tahun 2007 tersebut di atas
Pembahasan
Inovasi apa yang perlu di lakukan oleh pengelola perpustakaan
masa pendemi? Setiap zaman selalu ada kesulitan, namun dalam kesulitan ada
kesempatan. Kata kata bijak ini adalah ungkapan dari Sun Tzu "Di tengah kekacauan, juga ada kesempatan". Sun Tzu
adalah seorang panglima jenderal militer China yang jenius. Hidup dalam periode
544 SM sampai 496 SM, Sun Tzu juga merupakan seorang filsuf yang dikenal
melalui bukunya The Art of War. Buku ini berisi tentang strategi militer yang
banyak memberikan perubahan dalam dunia militer China dan bahkan banyak
diadaptasi oleh negara-negara lain.¹
Meski berlatar belakang perang, kata-kata
bijak yang dirangkainya memang dapat menjadi inspirasi bagi
kita dalam menghadapi berbagai masalah dalam hidup termasuk dalam melakukan
inovasi untuk layanan perpustakan saat ini. Dari manakah inovasi harus dimulai
oleh pustakawan?
Dalam
melakukan inovasi ada titik awal yang harus dilakukan. Pada konteks ini komunikasi
dengan pemustaka adalah batu loncatan untuk dapat beriteraksi dengan pemustaka.
Komunikasi yang dimaksud adalah komunikasi yang difasilitasi oleh teknologi
karena adanya larangan berinteraksi langsung secara massif dengan
dengan pemustaka. Sekarang ini begitu banyak pilihan teknologi yang tersedia
secara gratis tanpa membutuhkan kuota internet yang besar misalnya dengan
menggunakan social media, seperti facebook, instagram, Twitter dan lainya
Lalu
bagaimana pustakawan dapat berinteraksi dengan pemustaka melalui sosial media?
mungkin kita sering alfa menanyakan pada setiap pemustakaan kita nomor handphone mereka?. Ini adalah kunci awal
untuk menjalin komunikasi dengan mereka, umumnya sekarang dengan
menggunakan fasilitas watsapp. WatsApp adalah jembatan emas untuk menyambung
komunikasi lanjut, misalnya untuk menginformasikan survey yang dapat membantu
mereka, seperti survey kebutuhan informasi pemustaka dengan googleform. Data di
googleform akan dijadikan informasi berikutnya untuk terus berinteraksi dengan
pemustaka.
Selanjutnya
apa yang harus dilakukan oleh pustakawan?. Pustakawan bisa mengelompokkan pemustaka menurut
jenjang pendidikan, misalnya siswa dan mahasiswa atau juga ada kategori untuk
masyarakat umum. Pengelompokan ini perlu dilakukan karena kebutuhan untuk jenis layanan
kepada pemustaka.
Persiapan
berikutnya yaitu pustakawan yang akan memberikan layanan, terutama yang
berkaitan dengan kelompok pemustaka. Misalnya yang berasal dari mahasiswa
umumnya menanyakan informasi yang terkait dengan perkuliahan. Sebagaimana kita
ketahui bahwa mahasiswa berasal dari latar belakang keilmuan yang berbeda, seperti sain, ilmu sosial, bahasa, sejarah, agama dan lain lain. Mungkin ini
adalah salah satu kendala di perpustakaan umum.
Langkah
selanjutnya adalah mempertimbangkan beberapa model layanan yang dapat dilakukan berdasarkan
ketersedian sumber daya manusia dan fasiltas yang ada. Beberapa layanan yang cocok di
era pandemic adalah :
1.
Layanan Penelusuran informasi Online
Pemustaka
masa kini sudah tidak asing dengan istilah online, yaitu layanan yang mengacu pada
informasi dan layanan apa pun yang disediakan melalui Internet. Layanan ini
tidak hanya memungkinkan pelanggan untuk berkomunikasi satu sama lain, tetapi
mereka juga menyediakan akses informasi yang tidak terbatas.2 Namun dalam konteks penelusuran informasi atau pencarian
informasi, juga disebut sebagai query
di OPAC, mengacu pada pencarian informasi yang terdefinisi dengan baik dan
ditargetkan untuk kebutuhan informasi yang diartikulasikan dengan jelas, yaitu,
ketika kita memiliki gagasan yang cukup jelas tentang jenis informasi yang dibutuhkan
pada system informasi di Perpustakaan.3
Rowley
dan Hartley (2008, p. 114) mengidentifikasi tiga jenis pencarian yang termasuk
dalam kategori pencarian informasi di OPAC :
a. Penelusuran item yang diketahui:
Jika kita memiliki detail yang cukup tentang suatu item untuk dapat
diidentifikasi dan ditemukan, misalnya, nama penulis, judul, ISBN, judul
jurnal, volume, dan nomor terbitan.
b. Pencarian Faktual: Ketika kita
membutuhkan informasi tentang fakta konkret, misalnya, raja raja yang
memerintah di kesultanan Banten masa lalu.
c.
Pencarian subjek: Ini melibatkan pencarian informasi tentang topik yang
mungkin tidak dapat kita definisikan
sepenuhnya. Ini adalah jenis penelusuran yang paling menantang karena kita
tidak dapat menentukan dengan tepat apa yang kita butuhkan dan apa yang dapat
kita tolak dengan aman. Rowley dan Hartley (2008) mencatat bahwa ketika kita
melakukan pencarian subjek, kita (1) mencoba mendapatkan informasi yang cukup
relevan sementara pada saat yang sama mencoba (2) menghindari mengambil terlalu
banyak atau terlalu sedikit informasi — atau terlalu banyak informasi yang
tidak relevan.4
Layanan
penelusuran online berupa bimbingan peneluran pangkalan data perpustakaan lewat
OPAC (online Public Acces Catalog). Bimbingan peneluran online berbasis OPAC mesti
ditindak lanjuti dengan peminjaman bahan pustaka lewat pos atau pemustaka bisa
datang sendiri sesuai dengan waktu yang sudah disepakati tanpa melanggar regulasi
yang ada.5
2. Layanan
bimbingan pencarian informasi berbasis google.
Google sebagai salah satu mesin penelusur paling digandrungi oleh
penelusur masa kini, Menurut laporan
April 2020 Google memiliki pangsa pasar 86,02 persen.6 Google search engine
dan turunannya diyakini dapat memudahkan menemukan sumber informasi
berkualitas. Memberikan hasil yang lebih baik, lebih relevan, memungkinkan
Google dianggap sebagai sumber yang dapat dipercaya untuk menemukan informasi
di web.7
Di masa pandemic
ini google sangat berdaya guna untuk dijadikan mesin pencari informasi
sekaligus sebagai tempat pengambilan informasi yang luar
biasa. Untuk mendapatkan informasi
maka perlu adanya akativitas yang disebut dengan pencarian informasi adalah
kegiatan dasar yang dilakukan oleh semua orang dan diwujudkan melalui cara
perilaku tertentu. Ini juga merupakan aspek pekerjaan ilmiah yang paling
menarik. Wiberley (1989) mendefinisikan
'Pencarian informasi' sebagai “aktivitas dasar yang dilakukan oleh semua orang dan
diwujudkan melalui perilaku tertentu”.
Perilaku informasi adalah totalitas perilaku manusia dalam hubungannya dengan
sumber dan saluran informasi termasuk
pencarian informasi aktif dan pasif dan penggunaan informasi. Dengan demikian itu
termasuk tatap muka8
Pencarian informasi
merupakan mekanisme alami dan perlu dari keberadaan manusia' (Marchionini,
1995).9 istilah lain yang terkait
degan pencarian informasi adalah perilaku pencarian informasi dapat digambarkan
sebagai cara individu mengumpulkan dan mencari informasi untuk penggunaan
pribadi, pembaruan dan pengembangan pengetahuan. Menurut Kakai, Ikoja-Odongo
dan Kigongo-Bukenya (2004) perilaku
pencarian informasi melibatkan pencarian informasi yang bertujuan sebagai
akibat dari kebutuhan untuk menyelesaikan tugas tertentu, misalnya mahasiswa untuk tugas mata
pelajaran, mempersiapkan diskusi kelas, seminar, lokakarya, dan menulis makalah
penelitian.10
Meskipun
pemustaka zaman sekarang udah banyak menggunakan google, namun penulis
berasumsi bahwa sebagian besar dari mereka belum memiliki kemampuan pencarian
informasi yang baik. Untuk itu diperlukan bantuan pustakawan agar pencarian informasi
di google dapat dilakukan secara efisien dan efektif.
Pada
konteks ini pustakawan yang memberikan layanan ini mesti memiliki keahlian dalam
menulusuri informasi di google yaitu mampu menggunakan semua fitur yang yang
tersedia di google, berikutnya pustakawan mempunyai kemampuan
berbahasa asing, saat ini sudah tersedia google
terjemah yang dapat menterjemahkan teks dengan baik. Namun tetap perlu memiliki
kemampuan berbahasa asing agar dapat menentukan kata yang tepat dalam pencarian
informasi.
Keahlian
yang tak kalah pentinnya yaitu kemampuan dalam mengambil informasi secara
online. Ada dua model pengambilan informasi. Pertama, mengunduh
langsung, resikonya adalah akan terjadi
tumpukan informasi yang berlimpah dalam komputer
yang menyebabkan komputer berat dalam berproses. Kedua,
mengambil informasi secara online, khususnya
informasi yang tidak bisa dicopy
dan dipastekan, seperti buku google. Maka
pustakawan mesti mengajarkan cara mengoperasikan aplikasi yang dapat
mengeksekusi masalah tersebut, seperti aplikasi “abbyscreenshoot”.11
Jika pemustaka membutuhkan suatu dokumen mesti dikonversi,
misalnya dari pdf ke word, maka juga perlu diajarkan untuk mengatasi masalah tersebut, bisa
dengan aplikasi acrobat atau dengan
menggunakan fasilitas online yang
tersedia begitu berlimpah diinternet, misalnya.
https://smallpdf.com/pdf-to-word , https://pdf2doc.com/id/ dan lain lain, cukup
dengan mengetikkan frase “konversi pdf ke word” atau “konversi word ke pdf”.
3.
Layanan sumber Elektronik (
electronic Resources)
Sumber
daya elektronik didefinisikan sebagai sumber daya yang memerlukan akses komputer
atau produk elektronik apa pun yang memberikan kumpulan data, baik itu teks
yang mengacu pada basis teks lengkap, jurnal elektronik, koleksi gambar, produk
multimedia lainnya dan berbasis numerik, grafis atau waktu, sebagai judul yang
tersedia secara komersial yang telah diterbitkan dengan tujuan untuk dipasarkan.12
Untuk
menunjang keberhasilan dan kesuksesan kegiatan pendidikan dan pembelajaran di
semua jenjang pendidikan, baik perpustakaan sekolah, maupun perpustakaan
perguruan umum harus menyediakan koleksi baik cetak maupun elektronik (e-resources). koleksi elektronik yang
dimiliki perpustakaan ataupun yang dimiliki lembaga lain yang dapat diakses
secara bebas (open access) baik berupa
buku elektronik (ebook), jurnal
elektronik (e-journal). Pada saat ini,
sumber informasi elektronik sangat diperlukan untuk menunjang pembelajaran
online. Pemustaka dapat mengakses sumber informasi elektronik dari manapun dan
kapanpun asal memiliki jaringan internet.13
4.
Layanan Repositori Institusi
Repositori institusional dapat
didefinisikan sebagai 'lokus online yang dikumpulkan, dilestarikan, dan disebarkan
sebagai output intelektual dari suatu institusi
dalam bentuk digital.14 Repositori institusi juga bisa diartikan sebagai
tempat penyimpanan dan penyebarluasan informasi atau materi yang diterbitkan
oleh institusi induknya. Layanan repositori institusi di
perguruan tinggi berupa layanan informasi tugas akhir mahasiswa, baik jenjang
sarjana maupun pasca sarjana dan tugas akhir dosen yang selesai tugas
belajar/karya siswa kemudian diserahkan ke perpustakaan Layanan repository
institusi ini ada yang bersifat open
access (terbuka untuk semua orang) yaitu kumpulan dokumen teks lengkap yang
tersedia dalam database online di Internet yang dapat diakses secara bebas dan
instan.15 dan ada yang bersifat close access (terbatas khusus anggota atau sivitas akademika
tertentu). Untuk layanan terbuka pemustaka dapat memperoleh
informasi secara full text, sedangkan
layanan tertutup
pemustaka hanya dapat
mengakses karya repository terbatas abstraknya saja atau hanya bagian-bagian
tertentu.
5.
Layanan perpustakaan digital
Dalam
rangka menyediakan sumber-sumber informasi yang dibutuhkan dalam pembelajaran
dan perkuliahan diperlukan sumber-sumber informasi yang dapat diakses secara
online. Sumber-sumber informasi online tersebut dikenal dengan sumber informasi
digital. Pemustaka dapat mengakses koleksi digital yang dimiliki perpustakaan
dari mana saja dan kapan saja. Perpustakaan digital adalah organisasi yang
menyediakan sumber-sumber dan staf ahli untuk
menyeleksi, menyusun, menyediakan akses, menerjemahkan, menyebarkan, memelihara
kesatuan dan mempertahankan kesinambungan koleksi-koleksi dalam format digital
sehingga selalu tersedia dan murah untuk digunakan komunitas tertentu atau
ditentukan.16 Berdasarkan pengertian tersebut,
perpustakaan digital adalah sumber
informasi yang tersedia secara elektronik yang dapat diakses baik secara gratis
maupun dengan berbayar yang dapat dijadikan sumber informasi bagi pemustaka dalam
memenuhi kebutuahn mereka.
6.
Tutorial Online
Tutorial online adalah aktivitas
belajar mandiri yang dirancang untuk mengajarkan hasil belajar tertentu.17 Tutorial online bagi pemustaka sangat diperlukan
untuk memperlancar dalam pencarian dan pemanfaatan sumber informasi yang dibutuhkan.
Tutorial online dapat disediakan melalui situs perpustakaan atau dibuat secara terpisah dan
diunggah ke youtube dan dapat juga
dari satus perpustakaan dikaitkan ke youtube.
Tutorial online perpustakaan kepada pemustaka secara online ada beberapa macam.
Misalnya tutorial online pengenalan
perpustakaan kepada anggota baru perpustakaan atau yang lama yang belum
mengetahui yang berkaitan dengan layanan yang tersedia di perpustakaan.
disamping itu dapat juga Tutorial online cara penelusuran informasi di OPAC
perpus atau penelusuran informasi di Internet.
Penutup
Setiap ada kesulitan maka disana ada jalan, tidak satu jalan menuju Mekkah. Pustakawan dalam situasi apapun dituntut untuk melakukan inovasi agar dapat memberikan kontribusi untuk kecerdasan anak bangsa. Upaya yang sungguh-sungguh mesti diupayakan oleh semua pihak agar perpustakaan tetap menjalan fungsinya sebagai lembaga yang memberikan layanan informasi kepada masayarakat di mana perpustakaan tersebut berada.
*Dosen UIN Sultan Maulana
Hasanuddin Banten. jamridafrizal@uinbaten.ac.id
Catatan kaki
1. Tzu, S. (2012). Sun Tzu Art of War. Vij Books India Pvt Ltd.
2. https://www.techopedia.com/definition/3248/online-service, diakses 3,4 2021
3. Fulton, C., & McGuinness, C. (2016). Digital
detectives: Solving information dilemmas in an online world. Chandos
Publishing.hal.122
4. Rowley, J. E., & Hartley, R. J. (Eds.).
(2008). Organizing knowledge: an introduction to managing access to
information. Ashgate Publishing, Ltd..
5. https://libanswers.lib.xjtlu.edu.cn/faq/162724
6. https://www.statista.com/statistics/216573/worldwide-market-share-of-search-engines/diakses
26-6-2020
7. Jamridafrizal, J. (2017). Online Google Book
Sebagai Perpustakaan Digital Alternative Masa Depan. JIPI (Jurnal Ilmu
Perpustakaan dan Informasi), 2(2), 189-199.
8. Wiberley, S. E., & Jones, W. G. (1989).
Patterns of information seeking in the humanities. College &
research libraries, 50(6), 638-645.
9. Marchionini, G. (1997). Information
seeking in electronic environments (No. 9). Cambridge university
press.
10. Kakai, M. R. Ikoja–Odongo and IMN Kigongo–Bukenya
(2004).” A study of the information seeking behavior of undergraduate students
of Makerere University, Uganda”. World Libraries, 1(1).
11. Jamridafrizal, J., & Pratiwi, H. (2019). Buku Google Sebagai Perpustakaan Digital Era Generasi Milenium Dan Generasi Zet. Maktabatuna, 1(1),
39-54.
12. https://www.igi-global.com/dictionary/e-resources/49025,
diasekse 3-4-2021
13. Theng, Y. L., Foo, S., Goh, D., & Na, J. C.
(Eds.). (2009). Handbook of Research on Digital Libraries: Design,
Development, and Impact: Design, Development, and Impact. IGI Global.p.344
14. https://www.newworldencyclopedia.org/entry/Institutional_repository.
diasekse 3-4-2021
15. Chowdhury, G. G., & Chowdhury, S.
(2003). Introduction to digital libraries. Facet publishing.
16. Singh, G. (2013). Information sources,
services and systems. PHI Learning Pvt. Ltd..
17. Stavredes, T., & Herder, T. (2014). A
guide to online course design: Strategies for student success. John Wiley
& Sons.hal.81