Mengantisipasi Bahaya Pornografi Dengan Literasi Digital Dalam Keluarga

Sumber Gambar :

Mengantisipasi Bahaya Pornografi Dengan Literasi Digital Dalam Keluarga

  Achi TM*

 

            Dunia digital semakin pesat berkembang terlebih setelah pandemi datang dan memaksa semua orang melek teknologi. Mulai dari anak-anak hingga orang dewasa semua terpapar media digital nyaris setiap hari. Pembelajaran jarak jauh membuat keluarga-keluarga di Indonesia menjadi akrab dengan aplikasi meeting online. Orang tua terpaksa memberikan ijin kepada anak-anak mereka untuk berinteraksi di depan layar gawai dan komputer. Lambat-laun kebebasan yang semula diberikan untuk belajar daring menjadi sebuah celah untuk pornografi datang dan menyentuh pikiran polos anak-anak.

            Dari awal mula merasa bosan belajar daring, anak-anak berselancar di beragam media sosial dan menemukan banyak sekali wadah untuk berekspresi. Mulai dari aplikasi menulis, aplikasi edit video, aplikasi game dan lain sebagainya. Sayangnya, karena terlalu mendadak menjadi pengguna produk digital dan dituntut untuk cepat menguasai aplikasi demi keperluan belajar, maka anak didik kurang mendapatkan pendidikan literasi digital. Kurang pahamnya anak didik terhadap literasi digital tentu memiliki dampak negatif, salah satunya adalah terpapar pornografi dari berbagai sisi.

            Paul Glister dalam bukunya yang berjudul Digital Literacy tahun 2017 mengatakan bahwa literasi digital adalah kemampuan untuk memahami dan menggunakan informasi dalam berbagai bentuk dan sumber yang sangat luas yang diakses melalui piranti komputer. Menurut UNESCO (2011), literas digital adalah kecakapan (lifeskills) yang tidak hanya melibatkan kemampuan penggunaan perangkat teknologi, informasi dan komunikasi, tetapi juga melibatkan kemampuan untuk dalam pembelajaran sosial, sikap berpikir kritis, kreatif, serta inspiratif sebagai kompetisi digital.  

            Oleh karena itu kemampuan memahami dan menggunakan informasi dengan sebaiknya sehingga membentuk sikap berpikir kreatif, kritis dan inspiratif adalah beberapa prinsip yang bisa dilakukan dalam kegiatan literasi digital. Sayangnya pornografi menumpulkan sikap itu.

            Dalam Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi, menyebutkan bahwa pornografi adalah gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun, percakapan, gerak tubuh atau bentuk pesan lainnya melalui berbagai bentuk media komunikasi dan atau pertunjukan di muka umum yang memuat kecabulan atau eksploitasi seksual yang melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat. 

            Dilansir dari website kominfo mengatakan bahwa berdasarkan data dari 1 Januari sampai 18 September 2017, total aduan dari masyarakat dan intansi terkait konten negatif mencapai 42.821 aduan. Laporan mengenai pornografi mencapai 13.120. Jumlah itu terasa seperti puncak gunung es karena banyak sekali konten pornografi yang tidak dilaporkan oleh masyarakat. Mirisnya pembuat konten pornografi digital ini banyak diproduksi oleh anak-anak usia sekolah dan atau usia produktif. Dengan alasan untuk menaikkan jumlah pengikut  atau penonton.

            Salah satu penyebab pornografi menyerang anak-anak adalah karena kurangnya pendidikan literasi digital dalam keluarga. Apakah melarang anak untuk tidak menggunkan gawai dan tidak mengenal digital adalah langkah efektif untuk memutus akses pornografi bagi anak? Bagi yang sudah kecanduan pornografi berat munkin hal tersebut harus dilakukan. Tapi bagi anak-anak yang belum terpapar atau terpapar dengan kadar ringan, pembekalan literasi keluarga bisa menjadi salah satu solusi meminimalisir anak dari paparan konten pornografi. Karena mempelajari dan menguasai digital di era sekarang adalah hal yang penting dan banyak sekali manfaat yang bisa didapatkan anak-anak ketika belajar memanfaatkan konten digital dengan baik melalui literasi digital.

            Beberapa manfaat literasi digital yang dikutip dari buku Literasi Digital karya Janner Simarmata, dkk, adalah sebagai berikut : 

·     Memperoleh dan memperluas informasi secara cepat dan up to date (terbaru). Contohnya, Informasi jadwal keberangkatan kereta dapat dengan mudah kita akses menggunakan aplikasi, maupun melalui situs web di internet.

·         Memperkaya keterampilan. Contohnya belajar melalui video di aplikasi video. Tetapi harus berhati-hati karena video-video dengan konten negatif juga berseliweran.

·      Mampu menghemat waktu. Dalam mencar data tidak perlu pergi ke berbagai tempat karena internet menyajikan banyak data. Hanya perlu kemampuan untuk mencari data dan riset yang factual. Tidak asal mencomot berita hoax.

·         Memperluas jaringan dengan penggunaan media sosial. Berkenalan dan berteman dengan orang dari berbagai daerah dan Negara lain dengan media sosial.

·     Belajar lebih efisien. Contohnya saat harus mencari arti kata dalam sebuah kamus kita bisa menggunakan aplikasi kamus bahasa/google terjemahan. Begitu juga dalam mencari padanan kata di KBBI online.

·     Lebih ramah lingkungan. Contohnya bisa kita lihat dalam penggunaan surat elektronik atau e-mail di internet untuk mengirim atau menerima pesan, sehingga memungkinkan dalam menghemat penggunaan kertas.

·       Mampu membuat keputusan yang lebih baik. Banyaknya informasi di internet, membantu kita dalam mencari tahu serta membandingkan sesuatu.

Dengan begitu banyaknya manfaat yang bisa didapatkan dalam dunia digital maka sudah sebaiknya kita memastikan anak-anak usia 0-17 tahun mendapatkan akses digital yang aman dan memahami bagaimana caranya berselancar di dunia maya dengan sehat. Mampu memilah konten yang merusak otak seperti pornografi dan memahami serta membuat batasan-batasan sehingga tidak terjerumus dalam konten-konten yang menyesatkan. Dalam hal ini keluarga memiliki peran penting untuk menciptakan atmosfer literasi digital yang sehat dari rumah.

Beberapa hal yang bisa dilakukan oleh orang tua untuk memulai literasi digital di rumah adalah sebagai berikut :

·    Membuat kegiatan digital bersama-sama seperti aplikasi desain untuk membuat album keluarga, desain jurnal keluarga, dan sebagainya. Dengan mengerjakan bersama maka anak akan dituntun untuk memanfaatkan media digital sebagai sarana kreatifitas dan menghindari gambar atau video yang terindikasi pornografi.

·      Orang tua memberikan pemahaman mengenai bahaya pornografi untuk otak dan membatasi akses iklan dalam aplikasi dengan membayar aplikasi premium. Ikut serta dalam kegiatan anak menonton film di media digital, ikut berdiskusi memilih film yang boleh dan tidak boleh ditonton anak-anak.

·      Meletakkan perangkat laptop/PC di ruang umum di dalam rumah. Seperti di ruang tengah, ruang keluarga atau ruang makan. Ruangan yang terbuka dengan layar yang bisa diakses dari arah mana saja. Sehingga anak tidak memiliki kesempatan untuk bersembunyi-sembunyi mengakses konten pornografi.

·       Tidak memberikan ponsel kepada anak sebagai hak milik anak. Berikan ponsel dengan akad dipinjamkan sehingga anak tidak merasa bebas memiliki dan melakukan apa pun dengan ponsel tersebut dan kontrol tetap ada pada orang tua.

·        Menjelajahi informasi di internet bersama orang tua sehingga orang tua bisa memberikan rambu-rambu mana halaman yang harus di klik atau bisa diabaikan.

·        Melakukan diskusi dengan anak mengenai aturan penggunaan gawai, laptop atau PC di rumah sehingga anak tidak sembarangan mengakses internet di luar waktu yang telah disepakati.

Semoga sedikit informasi mengenai literasi digital dan pornografi yang mengintai bisa memberikan manfaat kepada pembaca. Agar kita semua bisa bijak dalam menggunakan teknologi. Harapan penulis tentu agar literasi digital semakin dipahami oleh masyarakat. Salam literasi.

*Penulis dengan nama pena Achi TM telah menulis 38 novel, Instruktur Literasi Nasional, Founder TBM Rumah Pena


Share this Post