Menjadikan Tulisan Sebagai Media Dakwah
Sumber Gambar :Menjadikan Tulisan Sebagai Media Dakwah
Kholid Ma’mun*
Islam sebagai ajaran ilahiyah
yang berisi tata nilai kehidupan hanya akan menjadi sebuah konsep yang melangit
jika tidak teraplikasikan dalam kehidupan nyata, maka dakwah sebagai suatu
bentuk ikhtiar untuk menyebarkan agama Islam di tengah masyarakat mutlak
diperlukan.
Agama Islam sangat mendorong umatnya
untuk menulis, hal ini dapat kita lihat dalam firman Allah SWT.
Yang diturunkan pertama kali kepada Nabi Muhammad saw. Allah berfirman:
“Bacalah dengan nama Tuhanmu yang menciptakan, Ia menciptakan manusia dari darah
yang kental. Bacalah demi Tuhanmu yang mulia, yang mengajari (manusia) dengan pena,
Mengajari manusia sesuatu yang tidak diketahui. (QS. Al-‘Alaq 1-5).
Dalam penjelasan ayat di atas, sangat
jelas Allah menempatkan pena (al-qalam) sebagai komponen vital dalam mencerdaskan
manusia. Pena sebagai simbol tulisan digabungkan dengan membaca, sebuah kombinasi
sinergis.
Membaca dan menulis adalah dua aktivitas yang tidak bisa dipisahkan, laksana dua sisi mata uang. Menulis tanpa membaca akan hambar dan menghasilkan tulisan yang tidak bermutu. Sebaliknya, membaca tanpa menulis, manfaatnya hanya untuk dirinya sendiri. Yang tepat adalah membaca dan menulis adalah saling melengkapi dan menyempurnakan. Dunia tulis menulis telah menjadi bagian penting terutama di era informasi teknologi seperti sekarang ini, komunikasi dan pertukaran informasi dalam bentuk tulisan jauh lebih efektif, efisien dan akurat. Dengan menulis seseorang akan bisa menyuarakan aspirasinya, baik berupa ide, gagasan, liputan peristiwa di masyarakat, keadaan ekonomi, sosial, budaya, politik secara objektif dan transparan, argumentative dan berdimensi ilmiah yang dapat dipertanggung jawabkan.
Menulis, bisa menjadi sarana perjuangan, pengabdian, motivasi dan hal positif lainnya. Namun di sisi lain menulis pun bisa menjadi kebalikannya (bernilai negatif) seperti tulisan yang provokatif, manipulatif dan hal-hal negatif lainnya yang dapat menjadi _jariyatussu’_ (sedekah amal buruk). Dengan sering menulis, seorang penulis dituntut untuk menghubungkan buah-buah pikiran yang satu dan yang lainnya, merencanakan uraian yang sistematis dan logis, menimbang satu perkataan yang tepat, dan selalu mengamati dan menganisis realitas sosial yang selalu berubah secara dinamis. Aktifitas ini akan selalu menambah daya pikirnya, kemampuan imajinasi dan kreatifitasnya, serta memori dan kecerdasannya. Seorang penulis yang sukses, tulisannya akan dibaca masyarakat banyak, diapresiasi, menjadi sumber inspirasi yang akhirnya menjadi sumber referensi dan rujukan masyarakat.
Syarat Menjadi Penulis
Seorang yang belajar menulis seperti
saya biasanya sering menemukan kendala. Kendala itu seperti sulit mendapatkan
ide tulisan, sulit menentukan tema, sampai kesulitan dalam hal menjabarkan dan mengembangkan
tulisan.
Menurut beberapa buku yang pernah penulis baca di antara syarat menjadi penulis adalah pertama, harus rajin membaca, karena menulis adalah mengeluarkan isi pikiran sehingga sebelum menulis harus ada isi di dalam pikiran kita baik dengan membaca buku, membaca koran, majalah, mengikuti perkembangan berita dan mencari informasi lainnya sebagai bekal tentang apa yang akan ditulisnya. Kedua, seorang penulis hendaknya focus pada bidang yang dikuasai, perdalam satu bidang ilmu secara mendalam agar tulisan menjadi tajam, berbobot dan terarah. Ketiga, semangat dan pantang menyerah, menurut cerita seorang kawan penulis yang sudah banyak menerbitkan buku, konon dulu di negara Barat ada orang yang terus menerus membuat artikel dan mengirimkannya ke berbagai media massa, tapi sayang, ribuan artikel yang ia tulis tak satupun yang dimuat.
Dus, ia terus berkarya seakan tidak mempedulikan apakah artikelnya diterbitkan atau tidak? Suatu hari ia mengirimkan artikelnya yang ke 1501 (kira-kira demikian), tanpa disangka ternyata artikelnya itu dimuat di media ternama, akhirnya banyak media lain yang mengharapkan artikelnya. Seorang penulis tidak boleh menyerah, harus terus berlatih, tidak boleh bosan dan malas menulis. Proses panjang akan membuat kualitas tulisan seseorang semakin baik dan berbobot.
Berdakwah dengan Tulisan
Bagi penulis pribadi motivasi sangat
penting dalam mewujudkan semua angan dan cita-cita, demikian juga dalam hal tulis
menulis, banyak hal yang memotivasi penulis dalam menggoreskan tinta sebagai mana
dalam tulisan ini. Di antaranya karena ingin mengabdikan sedikit ilmu yang
Allah anugerahkan kepada penulis, karena semua yang Allah titipkan kepada kita ada
pertanggungjawabanya, demikian juga ilmu, sehingga dengan menuliskan apa yang
kita tahu secara otomatis kita sudah mengabdikan ilmu kita kepada para pembaca.
Dengan menulis kita juga bisa berdakwah
kepada ratusan, ribuan bahkan jutaan orang, terlebih di era berkembangnya teknologi
informasi seperti saat ini. Seseorang bisa menuliskan ide dan gagasannya melalui
media WA, FB, IG, Twitter, Majalah, Surat Kabar bahkan sampai dengan buku dan kitab.
Ada sebuah ungkapan dua ulama produktif yang mengabdikan masa hidupnya
untuk berdakwah melalui karya tulisan-tulisannya beliau adalah Syekh Nawawi
Al-Bantani dan Hujjatul Islam Imam Abu Hamid Al-Ghazali yang perlu penulis sampaikan
di akhir tulisan pendek ini, Beliau Syekh
Nawawi menyampaikan dalam masterpiece-nya, yaitu kitab Murah Labid
atau yang sering dikenal dikalangan pesantren dan santri dengan sebutanTafsir
Munir. Syekh Nawawi mengutip ucapan Imam Qatadah: “Pena adalah nikmat Allah
swt. Seandainya ia tidak ada, maka agama ini tidak bisa berdiri tegak dan kehidupan
ini tidak bisa berjalan dengan baik”. Sementara itu Hujjatul Islam Imam Abu
Hamid Al-Ghazali menyampaikan “Dengan menulis, anda bisa mencerdaskan berjuta-juta
manusia secara tidak terbatas”. Wallahualam bisshawab.
*Penulis adalah Pengajar
di Ponpes Modern Daar El Istiqomah dan Pengurus MUI Provinsi Banten