Menurunnya Minat Baca Haruskah Pindah Ke Buku Digital?

Sumber Gambar :

Oleh Edih Sarto*

Sebelum  penggunaan alat komunikasi handphone ramai seperti sekarang ini, seringkali kita menemukan orang sedang membaca buku, majalah atau koran baik di rumah, sekolah, atau tempat  umum lainnya. Tapi pemandangan seperti itu sudah susah ditemui. Ada apa sebenanya dengan minat baca bangsa kita?. Apakah memang masyarakat kita malas membaca?. Pernyataan  ini mungkin mungkin ada benarnya, mengingat sebuah penelitian  mengatakan minat membaca buku di Indonesia dinilai masih sangat rendah. UNESCO pernah menyebutkan bahwa Indeks Minat Baca Masyarakat Indonesia hanya diangka  0,001% atau dari 1.000 orang Indonesia, hanya 1 orang yang rajin membaca. Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia (Kemenkominfo) dalam laman resminya juga pernah merilis hasil Riset bertajuk World’s Most Literate Nations Ranked yang dilakukan oleh Central Connecticut State Univesity pada Maret 2016 lalu, Indonesia dinyatakan menduduki peringkat ke-60 dari 61 negara soal minat membaca, persis berada di bawah Thailand (59) dan di atas Bostwana (61). Padahal, dari segi penilaian infrastuktur untuk mendukung membaca, peringkat Indonesia berada di atas negara-negara Eropa.

Jika kita telisik lebih jauh,  rendahnya minat membaca bukan hanya semata-mata karena terbatasnya jumlah buku yang dimiliki. Salah satunya dapat disebabkan karena lingkungan sekitar. Lingkungan sekitar adalah faktor utama yang membentuk karakter dan kebiasaan seseorang. Jika seorang anak memiliki keluarga yang rendah minat membacanya, maka ia akan memiliki minat baca yang rendah pula. Kecuali ia memiliki ketertarikan yang berbeda dari anggota keluarganya. Maka, lingkungan sekitar adalah faktor terbesar dalam hal ini.

Untuk mengkondisikan dan menumbuhkan minat dan kebiasaaan membaca anak dalam lingkungannya, maka orang tua memegang peranan yang amat penting sebagai model yang akan ditiru dan diteladani oleh anak-anak dirumah. Tentu kita tidak bijaksana apabila anak-anak diminta untuk membaca buku, sementara orang tua malah asyik dengan aktifitas kesenangannya sendiri. Salah satu hal yang sangat penting dilakukan untuk mengkondisikan dan menumbuhkan minat baca dan mengurangi kegiatan penggunaan handphone bagi anak-anak adalah dengan membuat aturan penggunaan alat ini pada saat jam belajar setiap hari. Pada saat liburan sekolah pun tetap dibatasi berdasarkan waktu yang dapat disepakati bersama anak-anak. Karena bagaimanapun juga terlalu banyak menggunakan handphone untuk hal yang tidak bermanfaat (main game) dapat melemahkan minat baca anak-anak.

Seiring berkembangnya zaman, terbentuklah generasi serba instan, di mana generasi ini tidak suka ribet dan memilih hal-hal praktis. Pribadi pada generasi ini, tidak suka menikmati proses, sedangkan membaca buku membutuhkan proses untuk mendapatkan makna serta manfaat dari buku tersebut.

Dibanding membaca buku, generasi serba instan ini lebih menyukai gadget karena dianggap lebih menghibur dan menyenangkan. Entah untuk bermain game online atau membuka media sosial untuk mengisi waktu luang. Selain faktor lingkungan dan gadget, ada faktor lain yang berpengaruh besar terhadap minat baca seseorang. Yaitu pribadi orang tersebut. Jika dalam diri seseorang saja tidak memiliki minat baca yang baik, jangankan menyentuh, mendengar judulnya saja sudah malas.

Gadget begitu mendominasi kehidupan kita saat ini, dikarenakan gadget adalah alat komunikasi multifungsi. Merangkap sebagai media bertukar pendapat dan informasi. Kini, masyarakat mulai beralih ke buku digital. Selain mudah diakses, buku digital lebih ekonomis dan praktis tanpa kesan ribet. Sedangkan, buku konvensional sulit didapatkan dan terbilang lebih mahal.

Melihat realitas ini apakah buku digital adalah solusi terbaik untuk era ini? Segala hal tentu memiliki dampak positif dan negatif. Begitu pula buku digital yang dapat memberikan dampak pada penggunanya. Tentu saja buku konvesional lebih aman untuk kesehatan mata, dengan syarat membaca ditempat cukup cahaya dan posisi duduk yang baik. Fakta lapangan menyatakan 80% anak Indonesia mengalami mata minus disebabkan oleh bermain gadget terlalu lama.

Seringkali kita mendapat kepuasan saat membaca buku yang tersusun rapi dengan kata-kata yang indah. Hal ini disajikan oleh buku konvensional, karena keaslian dan kualitas buku konvensional lebih tinggi dibanding buku digital. Karena buku konvensional melalui proses penerbitan yang ketat. Sedangkan buku digital dapat dibuat dan dikeluarkan oleh siapapun.

Buku konvensional memiliki sensasi tersendiri saat membuka lembar demi lembar buku yang sedang dibaca. Ada kesenangan saat menghirup aroma buku saat baru dibuka dari segelnya. Sementara itu, buku digital lebih ramah lingkungan. Tidak dibutuhkan kertas untuk penerbitannya. Lebih hemat dan tidak merusak alam. Praktis, tidak butuh banyak tempat. Buku digital juga anti rusak, karena buku digital hanya perangkat lunak yang tersimpan dalam gadget.

Dengan segala kelebihan maupun kekurangan masing masing, baik buku konvensional atau buku digital, yang terpenting adalah terus melestarikan karya dalam bentuk tulisan, membiasakan diri untuk membaca, dan jangan pernah berhenti untuk terus membaca, membaca, dan membaca. Sebuah kata bijak mengatakan: "Sebuah ruangan tanpa buku ibarat tubuh tanpa jiwa. Hidup tanpa buku seperti ruang gelap tak berlampu.”

Perkembangan teknologi informasi yang cukup pesat tentu membawa perubahan bagi berbagai aspek kehidupan masyarakat, tak terkecuali karakteristik dan budaya terutama dalam hal perilaku membaca. Seperti kita ketahui beberapa waktu yang lalu terjadi pendemi virus, dengan kondisi ini, mau atau tidak mau membuat kebanyakan pekerjaan harus dilakukan secara online. Sampai saat ini, sarana komunikasi dan informasi menjadi lebih tergantung pada teknologi karena adanya keterbatasan untuk bersosialisasi. Keadaan ini juga memberi cukup banyak kesempatan untuk masyarakat mengeksplor bacaan di dunia digital. Kemajuan teknologi yang semakin memudahkan masyarakat untuk mendapatkan informasi ini tentu sudah seharusnya membawa kebiasaan dan minat membaca masyarakat ke arah yang lebih baik. Semakin berkembangnya era digital, semakin banyak pula platform yang menyediakan bacaan gratis. Namun ternyata hal ini tidak serta merta meningkatkan minat baca masyarakat. Tak sedikit masyarakat yang ketergantungan gadget hanya untuk bermain game dan sosial media saja, bukan untuk membaca.

Rendahnya minat baca masyarakat tidak jarang menimbulkan berbagai permasalahan mulai dari penyebaran hoax atau disinformasi, hingga provokasi dan fitnah yang dapat memecah belah. Meski begitu, parameter minat baca di era digital ini juga harus disesuaikan dengan perubahan yang ada. Perlu dikenali bagaimana perubahan karakteristik masyarakat dan perilaku membacanya di era digital ini. Masyarakat jaman sekarang cenderung lebih banyak yang terhubung dengan internet setiap hari. Hal ini tentu mempengaruhi perilaku dan kebiasaan yang semakin serba cepat, seperti multitasking, berkomunikasi secara real-time dan lain-lain (Kurniasih, pada pengantar Novel Kembang Kertas, 2016).

Perilaku membaca pun berubah. Dengan mudahnya akses informasi saat ini, tak sedikit masyarakat yang terbiasa membaca sesuatu dengan cepat, tidak membaca mendalam dan membagikan bacaannya tersebut tanpa dicari kebenarannya terlebih dahulu. Namun tentunya rendahnya minat baca masyarakat di era digital ini tidak hanya disebabkan oleh faktor internal seperti kurangnya kesadaran dan kesiapan diri untuk mengakses bacaan di dunia digital, namun juga ada faktor eksternal seperti kurangnya fasilitas atau infrastruktur yang memadai.

Kesenjangan digital ini masih banyak terjadi, apalagi di daerah-daerah pelosok. Padahal, infrastruktur digital sangat dibutuhkan agar masyarakat dapat mengeksplor bacaan di dunia digital sehingga mereka tetap mendapatkan informasi meskipun dengan terbatasnya kegiatan bersosialisasi. Rendahnya minat baca juga dapat berpengaruh pada mudahnya masyarakat terprovokasi oleh berita-berita atau informasi tidak benar yang saat ini lebih sering disebut dengan hoax.

*penulis adalah Mahasiswa S2 Program Pendidikan Agama Islam Universitas Mathlal’ul Anwar Banten


Share this Post