Menyikapi Penurunan Skor PISA 2022 dalam Literasi Membaca Indonesia: Langkah-Langkah Perbaikan yang Dapat Dilakukan

Sumber Gambar :

Oleh: Mahbudin, S.Pd.I,M.Pd*

 

Pemerintah hingga saat ini belum mampu mencapai target skor membaca PISA siswa Indonesia yang telah ditetapkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020–2024, yakni sebesar 396. Diperlukan evaluasi menyeluruh terhadap implementasi kebijakan pendidikan, serta menyusun kembali langkah-langkah strategis yang lebih efektif agar target skor membaca PISA dalam RPJMN mendatang dapat tercapai.

 

Pada tanggal 5 Desember 2022, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbidrestek) mengumumkan hasil tes Program for International Student Assessment (PISA) tahun 2022 melalui kanal YouTube resmi Kemendikbidrestek. Menurut pengumuman tersebut, Indonesia meraih skor 359 dalam membaca, 366 dalam bidang matematika, dan 383 dalam sains. Dengan hasil ini, posisi Indonesia berada pada peringkat 68 dari total 81 negara yang berpartisipasi dalam PISA 2022.

            Program for International Student Assessment (PISA) adalah sebuah evaluasi global yang diadakan setiap tiga tahun sekali oleh Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (Organisation for Economic Cooperation and Development,OECD). PISA bertujuan untuk mengukur kompetensi inti peserta didik dalam bidang literasi membaca, matematika, dan sains pada peserta didik berusia 15 tahun. Pada edisi tahun 2022, PISA berhasil melibatkan partisipasi dari 81 negara, termasuk 37 negara anggota OECD serta 44 negara mitra. Melalui keterlibatan luas ini, PISA memberikan landasan data yang kaya untuk menganalisis dan memahami kinerja pendidikan global, serta mengidentifikasi tren dan perbandingan yang dapat membantu dalam pengembangan kebijakan pendidikan di seluruh dunia.

            Sejak tahun 2000, Indonesia telah aktif berpartisipasi dalam Program for International Student Assessment (PISA). Keikutsertaan dalam PISA memberikan kesempatan bagi Indonesia untuk secara berkesinambungan memantau perkembangan kualitas pendidikannya dan melakukan perbandingan dengan negara-negara lain. Hal ini menjadi sarana penting dalam mengevaluasi efektivitas sistem pendidikan Indonesia serta mengidentifikasi area yang perlu diperbaiki untuk meningkatkan mutu pendidikan secara keseluruhan.

Berikut ini data perolehan skor PISA Indonesia dalam tiga tes PISA terakhir. Pada artikel ini, penulis hanya akan menyampaikan analisis data hasil tes PISA 2022 dalam bidang membaca saja agar dapat menyajikan penjelasan yang komprehensif dalam tulisan yang terbatas ini.

SKOR TES PISA TAHUN 2015

SKOR TES PISA TAHUN 2018

SKOR TES PISA TAHUN 2022

MEM

BACA

MATE

MATIKA

SAINS

MEM

BACA

MATE

MATIKA

SAINS

MEM

BACA

MATE

MATIKA

SAINS

397

386

403

371

379

396

359

366

389

 

Nilai Rata-rata OECD

Nilai Rata-rata OECD

 

 

 

487

489

489

476

472

485

                   

Sumber: https://www.oecd.org/

 

­TARGET SKOR PISA DALAM RPJMN 2024

MEMBACA

MATEMATIKA

SAINS

396

388

402

 

 

 

                                               

Sumber: https://perpustakaan.bappenas.go.id/

Dari data di atas,  tes PISA 2015, 2018, dan 2022 menggambarkan tren penurunan yang mencolok dalam kategori membaca di Indonesia. Dari skor 397 pada tahun 2015, terjadi penurunan menjadi 371 pada tahun 2018, dan kembali merosot menjadi 359 pada tahun 2022. Penurunan yang berkelanjutan ini menciptakan tantangan serius dalam meningkatkan literasi membaca di kalangan siswa Indonesia.

Mirisnya, skor rata-rata literasi membaca negara-negara OECD pada tahun 2018 adalah 487, yang berarti Indonesia tertinggal jauh di bawah rata-rata tersebut dengan perbedaan sebesar 116 poin. Bahkan, pada tahun 2022 skor membaca siswa Indonesia kembali terpaut sangat jauh dari rata-rata negara-negara OECD yang mencapai skor 476, yaitu selisih sebesar 117. Data ini menunjukan adanya perbedaan sangat signifikan dalam kinerja literasi membaca antara Indonesia dan negara-negara di OECD.

Lebih jauh lagi, dari data ini kita dapat melihat bahwa pemerintah kita belum berhasil mencapai target skor membaca yang diinginkan. Dengan skor membaca saat ini di Indonesia yang mencapai 359, terlihat jelas bahwa pencapaian ini masih jauh di bawah target dalam RPJMN 2020 – 2024 yang telah ditetapkan sebesar 396 atau terpaut 37 poin dari target.

 Kesenjangan ini memberikan gambaran tentang tantangan yang signifikan yang harus diatasi dalam upaya meningkatkan literasi membaca di Indonesia. Perlu adanya refleksi mendalam terhadap strategi pembelajaran yang diterapkan, serta langkah-langkah konkret untuk memastikan bahwa target literasi membaca dalam rencana pembangunan nasional dapat dicapai dengan efektif.

Strategi Peningkatan Kompetensi Literasi Membaca

Masalah sejatinya adalah peluang untuk melakukan langkah terobosan. Anjloknya skor PISA 2022 Indonesia, khususnya dalam literasi membaca, seharusnya dapat dijadikan momentum untuk merintis ide-ide inovatif dalam meningkatkan kompetensi membaca. Dengan demikian, penurunan skor PISA bukan hanya dipandang sebagai indikator masih rendahnya kualitas pendidikan kita, melainkan juga sebagai pintu gerbang untuk menggali potensi peningkatan kualitas pendidikan dan merintis jalan menuju perbaikan yang berkelanjutan.

Melalui tulisan sederhana ini, penulis ingin menyampaikan tiga hal fundemental dalam peningkatan kompetensi membaca yang selama ini belum dilakukan secara serius dan berkesinambungan. Ketiga hal itu adalah: peran keluarga, kepala sekolah, dan pemerintah.

Membacakan Buku Secara Nyaring

Anda mungkin memiliki harta yang berlimpah.

Anda tidak akan pernah jadi lebih kaya dari saya.

Saya  memiliki ibu yang membaca untuk saya.

(Dikutip dari puisi berjudul The Reading Mother karya Strickland Gillilan, seorang jurnalis dan penulis sastra berkebangsaan Amerika yang lahir di Ohio tahun 1869 - 1954).

             Puisi karya Strickland Gillilan ini menyampaikan pesan tentang pentingnya membacakan buku kepada anak sebagai investasi fundamental untuk keberhasilan mereka di masa depan. Membacakan buku secara nyaring yang dilakukan orang tua secara konsisten kepada anak-anaknya akan menjadi harta terbaik mereka, bekal mereka untuk dapat hidup produktif di masyarkat kelak. Pesan utama yang ingin disampaikan oleh Gillilan melalui puisinya itu adalah nilai besar yang terkandung dalam praktik sederhana ini. Aktivitas membaca bersama ini bukan hanya membangun ikatan emosional yang kuat antara orang tua dan anak, tetapi juga membentuk dasar fundamental bagi kemampuan literasi anak. Keberhasilan membentuk kebiasaan membaca sejak dini dapat memberikan manfaat jangka panjang, membantu memperkaya kosa kata, meningkatkan pemahaman, dan mengembangkan imajinasi anak. Aktivitas ini sangat sederhana dan mudah karena dapat dilakukan oleh setiap orang tua, namun hal ini dapat memberikan kontribusi besar dalam menciptakan fondasi literasi yang kokoh untuk anak-anak.

Tentu saja, ada berbagai alasan yang mungkin membuat orang tua sulit untuk melibatkan diri dalam kegiatan membacakan buku secara langsung kepada anak-anak mereka. Meski demikian, menurut pendapat penulis, jika seseorang memberikan nilai penting pada suatu hal, ia akan bersedia berkorban untuk memastikan bahwa hal tersebut dapat dilaksanakan. Untuk memberikan informasi tambahan kepada orang tua atau keluarga yang ingin memulai kebiasaan membacakan buku kepada anak-anaknya, penulis merekomendasikan tiga situs web yang bermanfaat untuk kegiatan tersebut: https://budi.kemdikbud.go.id/, https://www.letsreadasia.org/, dan https://literacycloud.org/. Situs-situs ini dapat menjadi sumber daya yang berharga untuk memulai perjalanan membaca bersama anak-anak.

Peran Krusial Kepala Sekolah

Hambatan utama dalam mengembangkan minat baca pada siswa adalah kurangnya ketersediaan buku-buku bermutu yang dapat memicu minat mereka terhadap kegiatan membaca. Najwa Shihab seorang jurnalis dan mantan Duta Baca Indonesia berkeyakinan bahwa dengan satu buku yang menarik, minat baca siswa dapat berkembang pesat. Sayangnya, kebanyakan sekolah masih menghadapi kendala dalam menyediakan sumber bacaan yang berkualitas. Perpustakaan di sebagian besar sekolah cenderung diisi oleh buku-buku paket yang kurang menarik bagi siswa. Sehingga, apabila siswa membaca, hal itu seringkali terjadi atas dasar "terpaksa" karena adanya tugas atau permintaan dari guru. Oleh karena itu penting untuk mengoreksi kondisi ini dan memastikan bahwa perpustakaan sekolah menjadi sumber daya yang memikat, mendorong siswa untuk membaca dengan sukarela, bukan karena kewajiban semata.

Peran kepala sekolah muncul sebagai komponen krusial dalam menjamin ketersediaan buku-buku berkualitas di lingkungan sekolah, sebuah fondasi fundamental untuk menggalakkan dan menumbuhkan budaya baca. Sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), kepala sekolah juga berfungsi sebagai pengambil keputusan utama yang akan menentukan apakah sekolah bersedia untuk berinvestasi dalam gerakan peningkatan literasi membaca atau tidak. Keseluruhan dinamika ini sepenuhnya tergantung pada pola pikir dan keyakinan kepala sekolah, yang menjadi penentu utama arah kebijakan sekolah terkait pengembangan literasi membaca. Dengan sikap dan keyakinan yang positif, kepala sekolah dapat menjadi agen perubahan yang menginspirasi dan membentuk gerakan peningkatan budaya baca yang kuat dan berkelanjutan di sekolah.

Pemerintah Sebagai Katalisator Kompetensi Membaca

Kementerian yang memiliki tanggung jawab terhadap kelangsungan hidup dunia pendidikan, yakni Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) bersama dengan Kementerian Agama (Kemenag), seharusnya mengambil pendekatan yang lebih serius dalam upaya meningkatkan kompetensi membaca siswa Indonesia. Keduanya memiliki peran sentral dalam merancang dan mengimplementasikan kebijakan-kebijakan yang mendukung inisiatif literasi, serta memastikan ketersediaan sumber daya dan dukungan yang memadai di berbagai tingkatan pendidikan. Oleh karena itu, perlu adanya keterlibatan dan komitmen lebih lanjut dari kedua kementerian ini untuk mengatasi hambatan-hambatan yang ada dan mendorong perubahan positif dalam dunia literasi membaca di Indonesia.   

Tahun lalu, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) telah berhasil mencetak lebih dari 15 juta eksemplar buku bacaan yang kemudian didistribusikan ke berbagai sekolah di seluruh Indonesia. Meskipun langkah ini diakui sebagai inisiatif positif, namun ini masih belum cukup. Diperlukan perluasan dan penguatan Gerakan Literasi Sekolah untuk secara signifikan meningkatkan kompetensi membaca. Sementara itu, Kementerian Agama (Kemenag) juga diharapkan untuk turut serta dalam melaksanakan program serupa, memberikan kontribusi yang berarti dalam penguatan literasi membaca di seluruh satuan pendidikan yang dinaunginya. Kombinasi upaya dari kedua kementerian ini diharapkan dapat menciptakan dampak positif yang lebih besar dan cepat terhadap peningkatan literasi membaca di tingkat nasional.

Mengakhiri tulisan ini, penulis ingin menegaskan bahwa program peningkatan kompetensi literasi membaca ini perlu menjadi gerakan inklusif yang melibatkan semua pemangku kepentingan. Peran aktif orang tua di rumah dengan membacakan buku, upaya kepala sekolah dalam menyediakan buku berkualitas di perpustakaan sekolah dan implementasi program Gerakan Literasi Sekolah (GLS), dan dukungan penuh pemerintah dalam mendorong Gerakan Literasi Nasional (GLN) merupakan kombinasi kekuatan yang sangat diperlukan. Melalui kolaborasi ketiga unsur ini, diharapkan akan terjadi peningkatan yang signifikan dalam kompetensi literasi di Indonesia, menciptakan fondasi yang kokoh untuk perkembangan literasi dan kecakapan membaca di kalangan generasi muda. Dan pada akhirnya, kita dapat menyaksikan perolehan skor membaca siswa Indonesa menjadi jauh lebih baik pada tes PISA selanjutnya.

*Penulis adalah Kepala Perpustakaan MTsN 1 Pandeglang


Share this Post