Menyongsong Indonesia Cerdas 2025 dan Generasi Emas 2045 Melalui Literasi

Sumber Gambar :

Oleh :  Dr. Jamridafrizal*

Mari kita sambut tahun 2025 dengan semangat literasi yang berkobar! Bayangkan, sahabat-sahabatku, seperti angin yang membisikkan kisah-kisah dari halaman buku, mengajak kita berlayar di samudra ilmu yang tak bertepi. Buku adalah pelita yang menerangi jalan kita di tengah labirin kehidupan, jembatan yang menghubungkan mimpi dan kenyataan. "Melek Literasi, Melek Masa Depan" – inilah kunci untuk membuka gerbang Indonesia Emas 2025 dan seterusnya, menuju Generasi Emas 2045 yang berdaulat, maju, dan berkelanjutan.

Di sebuah pelosok negeri, Aisyah, seorang gadis kecil, tenggelam dalam dunia buku. Ia menjelajahi lembah imajinasi, mendaki puncak pengetahuan, dan menemukan jati dirinya. Buku adalah sahabat setianya, jendela dunia yang menginspirasinya. Aisyah adalah cerminan generasi muda Indonesia yang haus ilmu, yang akan membawa Indonesia menuju masa depan gemilang.

Namun, minat baca di negeri ini masih meredup. Akses terbatas, budaya membaca yang lemah, dan godaan media digital menjadi tantangan. Padahal, literasi adalah kunci kemajuan bangsa. Bagaimana kita dapat bersaing di dunia, menyaring informasi, berpikir kritis, dan berinovasi tanpa membaca? Rendahnya minat baca merugikan individu dan menghambat kemajuan bangsa. Negara dengan literasi tinggi memiliki masyarakat yang kritis, kreatif, dan inovatif, yang mendorong pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan.

Sebagai sumber utama agama mayoritas di Indonesia, Al-Qur'an menjunjung tinggi nilai literasi. "Bacalah dengan nama Tuhanmu yang menciptakan," firman Allah SWT dalam surah Al-'Alaq. Membaca Al-Qur'an adalah ibadah dan sumber ilmu yang tak pernah kering, lautan hikmah yang membimbing kita. Al-Qur'an mengandung beragam ilmu, dari aqidah, akhlak, fiqih, sejarah, hingga sains. Dengan membaca dan mempelajarinya, kita mendapatkan panduan hidup, memahami makna kehidupan, dan mendekatkan diri kepada Sang Pencipta. Al-Qur'an juga mengajarkan kita berpikir kritis, menganalisis, dan mencari kebenaran.

Generasi Milenial : Penentu Arah Bangsa

Di era digital ini, generasi milenial memiliki peran penting dalam menentukan arah bangsa. Mereka adalah generasi yang cerdas, kreatif, dan penuh semangat, yang tumbuh di tengah kemajuan teknologi dan informasi. Namun, godaan teknologi seringkali membuat mereka terlena dan lupa akan pentingnya literasi. Studi Ama dan Widyana (2021) menunjukkan minat baca dipengaruhi konsep diri dan peran orang tua. "Konsep diri yang kuat dan keterlibatan orang tua yang aktif dapat meningkatkan minat membaca pada generasi milenial," ungkap mereka.

Generasi milenial yang memiliki citra diri positif sebagai pembaca dan mendapat dukungan dari orang tua cenderung memiliki minat baca yang lebih tinggi. Oleh karena itu, penting bagi orang tua dan pendidik untuk menumbuhkan minat baca pada anak-anak sejak dini, menciptakan lingkungan yang mendukung kegiatan literasi, dan menjadi teladan dalam membaca

Perpustakaan : Lentera Pengetahuan yang Relevan di Era Digital

Perpustakaan, laksana mercusuar yang memandu kapal di tengah lautan luas, memiliki peran penting dalam memperkuat literasi di masyarakat, terutama di era digital yang penuh tantangan. Perpustakaan bukan hanya tempat menyimpan buku, tetapi juga merupakan pusat kegiatan literasi dan pembelajaran, oase ilmu di tengah gurun pasir, tempat berkumpulnya kekayaan intelektual dan sumber inspirasi bagi semua kalangan.

Di sana, tersimpan berbagai macam buku yang dapat memperluas wawasan dan pengetahuan kita, mulai dari buku-buku fiksi yang membawa kita menjelajahi dunia imajinasi, hingga buku-buku nonfiksi yang memberikan informasi dan pengetahuan baru. Perpustakaan juga merupakan tempat yang ideal untuk belajar, meneliti, dan berdiskusi.

Sayangnya, data dari Indeks Aktivitas Literasi Membaca (2018) menunjukkan bahwa hanya 26% kebutuhan perpustakaan umum di Indonesia yang terpenuhi. Banyak perpustakaan sekolah, terutama di daerah terpencil, kekurangan fasilitas yang memadai dan koleksi buku yang relevan. Hal ini mencerminkan kebutuhan mendesak untuk revitalisasi perpustakaan sebagai pusat literasi yang relevan bagi generasi muda dan masyarakat umum.

Mentransformasi Perpustakaan untuk Generasi Digital

Bagaimana perpustakaan dapat direvitalisasi agar menarik minat generasi muda di era digital? Perpustakaan memiliki potensi untuk menjadi lebih dari sekadar tempat penyimpanan buku. Perpustakaan harus bertransformasi menjadi ruang interaktif yang mendukung pembelajaran kolaboratif, akses informasi digital, dan pengembangan keterampilan literasi media.

Sebagai contoh, inisiatif lokal yang dilakukan oleh Perpustakaan Kabupaten Lhoksukon di Desa Meunasah Rayeuk menunjukkan bagaimana perencanaan strategis dapat berdampak signifikan pada peningkatan minat baca di kalangan anak muda (Saputra, 2023). Program ini berhasil memadukan koleksi digital, program literasi media, dan ruang belajar yang interaktif untuk menarik minat generasi milenial dan Z.

Transformasi perpustakaan juga mencakup pengintegrasian literatur Islam dalam program-programnya. Sebagai negara dengan mayoritas penduduk Muslim, perpustakaan dapat menjadi tempat untuk memperkenalkan generasi muda pada literatur Islam, seperti tafsir Al-Qur'an dan karya-karya ulama klasik. Dalam konteks ini, perpustakaan tidak hanya menjadi pusat literasi, tetapi juga pusat spiritualitas yang memperkuat pemahaman intelektual dan spiritual masyarakat. Sebagaimana diungkapkan oleh Rahimi & Farizqy (2022), membaca Al-Qur'an dan tafsirnya tidak hanya menjadi ibadah, tetapi juga menjadi cara untuk memahami nilai-nilai moral dan etika dalam kehidupan sehari-hari.

Mengatasi Tantangan dan Membangun Kolaborasi

Namun, untuk mencapai visi ini, ada tantangan besar yang harus diatasi. Infrastruktur perpustakaan di Indonesia masih jauh dari memadai. Banyak perpustakaan kekurangan koleksi buku yang relevan, koneksi internet yang stabil, dan ruang yang menarik bagi generasi muda.

Untuk mengatasi masalah ini, kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, dan komunitas lokal menjadi kunci. Program kemitraan publik-swasta dapat membantu menyediakan dana untuk modernisasi perpustakaan, sementara komunitas lokal dapat berkontribusi melalui program sukarela untuk mengelola dan mempromosikan perpustakaan. Selain itu, perpustakaan juga perlu menghadirkan program yang relevan dengan kebutuhan generasi muda, seperti pelatihan literasi digital, diskusi buku, dan lokakarya keterampilan yang berbasis literasi.

Perpustakaan : Ruang Inklusif untuk Kreativitas dan Kolaborasi

Perpustakaan yang relevan tidak hanya menyediakan buku, tetapi juga menjadi ruang yang mendorong kreativitas, kolaborasi, dan eksplorasi. Di era digital ini, perpustakaan dapat memanfaatkan teknologi untuk memperluas jangkauannya, seperti melalui layanan perpustakaan daring dan aplikasi yang memungkinkan akses buku elektronik dari mana saja. Dengan demikian, perpustakaan dapat menjadi ruang inklusif yang memberdayakan masyarakat untuk terus belajar dan berkembang.

“Setiap Buku adalah Perjalanan, Setiap Halaman adalah Langkah”, Membaca adalah perjalanan menuju pemahaman yang lebih baik. Setiap buku membawa pembaca ke dunia baru, menawarkan wawasan, inspirasi, dan refleksi yang mendalam. Dalam cerita The Job Savior dari AI 2041, pembaca diajak untuk memahami bagaimana teknologi dapat menggantikan pekerjaan rutin manusia, tetapi tidak dapat menggantikan kreativitas dan empati (Lee & Qiufan, 2021, hlm. 205). Hal ini menyoroti pentingnya literasi yang mendalam untuk menghadapi tantangan di masa depan, terutama dalam dunia kerja yang semakin dipengaruhi oleh kecerdasan buatan dan otomatisasi.

Namun, literasi mendalam tidak hanya relevan dalam konteks profesional. Sastra dewasa muda, yang populer di kalangan generasi milenial, menawarkan ruang untuk mengeksplorasi tema-tema kompleks seperti identitas, transformasi sosial, dan konflik internal. Menurut Demetriou (2021), genre ini memungkinkan pembaca untuk melarikan diri dari kenyataan sambil menghadapi tantangan hidup mereka secara simbolis. Dengan membaca, pembaca dapat memproses pengalaman mereka, memahami emosi mereka, dan menemukan solusi untuk masalah yang mereka hadapi.

Dalam konteks Islam, membaca Al-Qur'an menawarkan pelarian spiritual sekaligus panduan praktis untuk kehidupan sehari-hari. Sebagai kitab suci yang penuh dengan hikmah dan pelajaran, Al-Qur'an memberikan panduan moral, etika, dan solusi untuk berbagai tantangan hidup. Membaca Al-Qur'an tidak hanya membawa ketenangan jiwa, tetapi juga memperkuat pemahaman seseorang tentang nilai-nilai universal yang relevan di era modern.

Setiap buku, termasuk Al-Qur'an, adalah langkah kecil menuju pemahaman yang lebih luas. Setiap halaman yang dibuka adalah undangan untuk merenung, berpikir kritis, dan memperluas wawasan. Dalam konteks ini, membaca tidak hanya menjadi aktivitas intelektual tetapi juga perjalanan spiritual yang memperkaya jiwa dan pikiran.

Paradoks Literasi Digital dalam Membaca

Namun, di era digital ini, muncul sebuah paradoks. Kemajuan teknologi digital membawa paradoks dalam dunia literasi. Di satu sisi, e-book, aplikasi Al-Qur'an digital, dan perpustakaan daring memudahkan akses kita terhadap berbagai sumber bacaan, seakan membuka pintu menuju lautan ilmu pengetahuan yang tak terbatas. Namun, di sisi lain, gempuran notifikasi, konten instan, dan godaan media sosial justru menciptakan arus deras yang menarik kita menjauh dari kebiasaan membaca yang mendalam.

Ironisnya, kemudahan akses informasi ini berbanding terbalik dengan minat baca masyarakat. Status Literasi Digital Indonesia 2022 menunjukkan bahwa mayoritas masyarakat lebih memilih hiburan daripada edukasi saat menggunakan internet. Media sosial dan video pendek mendominasi pola konsumsi digital, menggantikan bacaan mendalam dengan informasi yang dangkal dan cepat saji (Rizki Ameliah et al., 2022, hlm. 19).

Meskipun demikian, teknologi tetap menawarkan peluang besar untuk meningkatkan literasi. Bayangkan, aplikasi berbasis teknologi dapat menghubungkan kita dengan berbagai bahan bacaan tanpa terhalang batas geografis. Seperti dalam cerita The Golden Elephant dari AI 2041, teknologi bahkan bisa digunakan untuk mengatur kebiasaan hidup sehat melalui data.

Namun, Kai-Fu Lee mengingatkan kita untuk tetap kritis terhadap teknologi agar tidak terjebak dalam bias sosial (Lee & Qiufan, 2021, hlm. 33). Oleh karena itu, literasi digital harus menjadi bagian penting dalam pendidikan formal dan non-formal. Generasi muda perlu dibekali dengan kemampuan mengevaluasi informasi secara kritis dan bijak dalam menggunakan teknologi. Dengan literasi digital yang kuat, teknologi akan bertransformasi dari sekadar alat hiburan menjadi sarana pemberdayaan intelektual dan spiritual

Menghidupkan Kembali Budaya Membaca : Menuju Generasi Emas 2045

Gerakan literasi yang holistik dan inovatif membutuhkan keterlibatan semua pihak, mulai dari pemerintah, lembaga pendidikan, keluarga, hingga masyarakat umum. Salah satu strategi kunci adalah revitalisasi perpustakaan.

  1. Revitalisasi Perpustakaan

Perpustakaan harus bertransformasi menjadi pusat kegiatan literasi yang menarik, mendukung kreativitas, dan menyediakan akses informasi yang mudah bagi semua. Bayangkan perpustakaan modern dengan akses internet cepat, komputer canggih, beragam e-book, dan ruang diskusi nyaman, dilengkapi fasilitas seperti co-working space dan cafe literasi. Di sini, pengunjung dapat mengakses informasi dengan mudah, belajar bersama, berdiskusi, dan mengembangkan potensi diri.

Lebih dari itu, perpustakaan dapat menyediakan ruang khusus anak, dilengkapi buku bergambar, mainan edukatif, dan area bermain aman. Perpustakaan juga dapat menyelenggarakan kegiatan menarik, seperti klub buku, workshop menulis, bedah buku, diskusi film, pameran seni, dan pertunjukan musik. Kegiatan ini akan menarik minat generasi muda dan meningkatkan kreativitas, keterampilan sosial, dan pengetahuan mereka.

Kerja sama dengan sekolah, universitas, dan komunitas juga penting untuk menyelenggarakan program literasi yang menarik dan bermanfaat bagi masyarakat, seperti program mendongeng untuk anak-anak, pelatihan menulis kreatif, dan diskusi literasi.

Penting juga untuk menciptakan suasana nyaman dan menyenangkan bagi pengunjung. Desain interior modern, pencahayaan baik, dan tata letak ergonomis dapat meningkatkan kenyamanan dan motivasi pengunjung untuk berlama-lama di perpustakaan. Petugas perpustakaan yang ramah dan berpengetahuan akan membantu pengunjung menemukan buku dan informasi, serta memberikan bimbingan dalam menggunakan fasilitas perpustakaan. Selain revitalisasi perpustakaan, ada beberapa strategi lain yang dapat dijalankan untuk menghidupkan kembali budaya membaca, di antaranya:

  1. Kampanye Membaca Nasional

Kesadaran akan pentingnya membaca harus ditanamkan sejak dini. Kampanye membaca nasional harus dilakukan secara kreatif dan menarik, melibatkan berbagai media dan tokoh masyarakat, serta menyasar semua lapisan masyarakat. Kampanye ini dapat dilakukan melalui berbagai media, seperti televisi, radio, media cetak, dan media sosial, menyampaikan pesan-pesan inspiratif tentang manfaat membaca dan mengajak masyarakat untuk aktif membaca. Program membaca bersama di ruang publik, seperti taman kota atau alun-alun, dapat menjadi cara efektif untuk menarik perhatian masyarakat dan mempromosikan kebiasaan membaca.

Selain itu, kampanye membaca nasional juga dapat menyelenggarakan berbagai lomba dan kegiatan yang menarik, seperti lomba menulis cerita, lomba membaca puisi, dan festival literasi. Kegiatan-kegiatan ini tidak hanya dapat meningkatkan minat baca, tetapi juga dapat mengembangkan kreativitas dan keterampilan berbahasa masyarakat. Kampanye ini juga dapat melibatkan tokoh masyarakat, selebriti, dan influencer untuk menjadi duta baca dan menginspirasi masyarakat untuk membaca.

Pentingnya literasi tidak hanya terbatas pada buku fisik, tetapi juga mencakup kemampuan untuk mengakses dan memahami informasi di dunia digital. Oleh karena itu, strategi selanjutnya adalah:

  1. Literasi Digital dan Media

Pendidikan literasi digital dan media harus diintegrasikan ke dalam kurikulum sekolah, mulai dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi. Di era digital yang dipenuhi informasi, literasi digital dan media menjadi semakin penting. Literasi digital membekali kita dengan kemampuan untuk menemukan, mengevaluasi, dan menggunakan informasi secara efektif dan bertanggung jawab. Sedangkan literasi media membantu kita memahami dan menganalisis pesan-pesan yang disampaikan melalui berbagai media.

Literasi digital meliputi kemampuan untuk mencari, menyaring, dan mengevaluasi informasi dari berbagai sumber digital, serta menggunakan teknologi secara bijak dan bertanggung jawab. Literasi media meliputi kemampuan untuk memahami bagaimana media bekerja, menganalisis pesan-pesan yang disampaikan, dan mengembangkan sikap kritis terhadap media. Integrasikan pendidikan literasi digital dan media ke dalam kurikulum sekolah agar generasi muda dapat mengevaluasi informasi secara kritis (Hawthorne, 2015). Dengan demikian, mereka dapat menjadi konsumen media yang cerdas dan kritis, serta terhindar dari pengaruh negatif media, seperti hoaks, ujaran kebencian, dan cyberbullying.

Untuk mendukung strategi-strategi di atas, teknologi dapat dimanfaatkan sebagai alat untuk meningkatkan literasi. Berikut adalah beberapa contoh kolaborasi yang dapat dilakukan:

  1. Kolaborasi dengan Teknologi

Teknologi dapat menjadi sekutu yang kuat dalam mempromosikan budaya membaca. Aplikasi berbasis AI dapat merekomendasikan bahan bacaan yang sesuai dengan minat individu. Platform digital dapat menyediakan akses mudah ke e-book dan sumber daya pendidikan lainnya. Pengembangan aplikasi dan platform digital yang menarik dan mudah digunakan dapat meningkatkan minat baca. Aplikasi tersebut dapat menyediakan fitur-fitur interaktif, seperti kuis, game, dan forum diskusi, untuk membuat pengalaman membaca lebih menyenangkan. Platform digital juga dapat memfasilitasi interaksi antar pembaca, seperti melalui klub buku online dan forum diskusi.

Teknologi juga dapat dimanfaatkan untuk menciptakan pengalaman membaca yang lebih personal dan mendalam. Misalnya, e-book reader dengan fitur text-to-speech dapat membantu orang dengan gangguan penglihatan untuk menikmati buku. Aplikasi yang menyediakan terjemahan instan dapat membantu kita memahami buku-buku berbahasa asing. Dan teknologi augmented reality (AR) dapat menghidupkan karakter dan cerita dalam buku, menciptakan pengalaman membaca yang lebih imersif dan menarik.

Relevansi Konteks Sosial Budaya

Selain strategi-strategi tersebut, penting untuk mempromosikan bahan bacaan yang relevan dengan konteks sosial budaya masyarakat. Literatur Islam, misalnya, dapat memberikan panduan moral dan spiritual yang relevan bagi umat Muslim, sementara karya sastra lokal dapat mencerminkan pengalaman dan aspirasi masyarakat setempat. Promosi bahan bacaan seperti ini dapat memperkuat identitas budaya sekaligus membuka wawasan pembaca terhadap perspektif global.

Menghidupkan kembali budaya membaca adalah tugas kolektif yang membutuhkan kolaborasi antara pemerintah, lembaga pendidikan, komunitas, dan sektor swasta. Dengan strategi yang terarah dan komprehensif, membaca dapat kembali menjadi kebiasaan yang dihargai.

Penutup: Cahaya Masa Depan Dimulai dari Membaca

Masa depan adalah ruang kosong yang menunggu untuk diisi. Membaca adalah lentera yang menerangi jalan menuju ruang itu. "Literasi adalah fondasi untuk hidup yang lebih baik di era digital" (Rizki Ameliah et al., 2022, hlm. 76).

Mari kita buka jendela pengetahuan. Biarkan cahaya dari buku, termasuk Al-Qur'an, menerangi pikiran kita, membimbing langkah kita, dan mengantarkan kita menuju masa depan yang gemilang. Masa depan dimulai dari buku. Masa depan dimulai dari kita.

*Dosen UIN SMH Banten

Daftar Pustaka

  1. Ama, R. G. T., & Widyana, R. (2021). Reading Interest to Millennial Students: Reading Self-Concept and Perceptions of Parental Involvement as Predictors. https://doi.org/10.11113/SH.V13N2-3.1919
  2. Considine, D. M., Horton, J., & Moorman, G. B. (2009). Teaching and Reaching the Millennial Generation through Media Literacy. Journal of Adolescent & Adult Literacy. https://doi.org/10.1598/JAAL.52.6.21
  3. Demetriou, M. (2021). Millennial Readers: An Analysis of Young Adult Escapism. https://doi.org/10.32920/RYERSON.14646033.V1
  4. Fina, L. I. N. (2011). PRE-CANONICAL READING OF THE QUR’AN.
  5. Hawthorne, J. L. (2015). Engaging the Skill Set of the Millennials: Librarians, Content and Technology in the Mobile Age. QScience Proceedings: Global Summit of Libraries Association, 3, 1-10. https://doi.org/10.5339/qproc.2015.gsla.3
  6. Lee, K.-F., & Qiufan, C. (2021). AI 2041: Ten Visions for Our Future. New York: Currency.
  7. Lukman Solihin, et al. (2018). Indeks Aktivitas Literasi Membaca 34 Provinsi. Jakarta: Kemendikbud.
  8. Rahimi, A. F. N., & Farizqy, A. (2022). Urgensi Membaca dan Menulis dalam Pendidikan Islam Berdasarkan Surah Al-'Alaq Ayat 1-5 Menurut Perspektif Tafsir Al-Wasith Karya Syekh Wahbah2 Az-Zuhaili. Tarbiyah Islamiyah: Jurnal Ilmiah Pendidikan Agama Islam, 12(2), 91–112. https://doi.org/10.18592/jtipai.v12i2.7801
  9. Redkin, O. I. (2024). Arabographic Texts and the Problem of Reading. Orientalistica, 6(5), 944–954. https://doi.org/10.31696/2618-7043-2023-6-5-944-954
  10. Rizki Ameliah, et al. (2022). Status Literasi Digital Indonesia 2022. Jakarta: Kominfo.
  11. Saputra, A. (2023). Perencanaan Perpustakaan dalam Meningkatkan Minat Membaca Anak Muda Milenial di Gampong Meunasah Rayeuk Lhoksukon. Multiverse: Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, 2(3), 182–193. https://doi.org/10.57251/multiverse.v2i3.1281
  12. Sidek, A. (2024). Hukum Membaca Al-Qur’an bagi Wanita Haid. [Informasi Publikasi]

Share this Post