Merentang Sejarah Tulisan Hingga Perpustakaan

Sumber Gambar :

Oleh : Gito Waluyo*

Sejarah peradaban membentang begitu panjang, dan tulisan adalah satu dari peradaban masa lalu. Tulisan bukanlah peradaban yang bertama dibuat atau ditemukan manusia. Tulisan menjadi pembatas antara zaman prasejarah dan sejarah. Zaman prasejarah atau zaman sebelum adanya tulisan yang juga sering disebut sebagai zaman nirleka. Lalu peradaban apa yang pertama (first civilization) ada dalam kehidupan prasejarah. Kebanyakan orang akan menduga bahwa peradaban pertama tersebut adalah alat berburu, seperti batu, besi dan lainnya atau bangunan-bangunan piramida.

Dalam keilmuan sejarah, salah satu syarat beradaban adalah sudah mengenal sistem tulisan. Lalu apa itu tulisan. Para ahli menyatakan definisi tulisan adalah bahasa yang di tulis dengan lambang-lambang bunyi, jika tulisan itu dibunyikan maka dikatakan bahasa. Tulisan adalah alat untuk melahirkan fikiran dan perasaan. Tulisan merupakan bahasa yang tersusun yang berupa rangkaian-rangkaian kata. Seorang individu akan dapat membaca hasil fikiran dan perasaan orang lain melalui tulisan. Tulisan berhubungan erat dengan membaca keduanya seperti dua sisi mata uang yang tak terpisahkan, perlu teknik dan kecerdasan untuk bisa mamahami. Tidak heran jika pelajaran menulis dan membaca dilakukan secara bersamaan tidak secara terpisah.

Dalam catatan-catatan sejarah dijelaskan, pada periode Paleolitikum (35.000-4000 SM), manusia prasejarah di Eropa dan Afrika telah membuat lukisan di dinding-dinding gua. Lukisan gua yang terkenal salah satunya lukisan gua yang terletak di Lascaux, Perancis Selatan. Lukisan-lukisan tersebut memiliki tujuan ritual magi untuk mendapatkan kekuatan dari hewan-hewan agar berhasil melakukan perburuan. Selain di Lascaux, lukisan gua ditemukan juga di Altamira Spanyol. Di Indonesia, lukisan-lukisan gua ditemukan di situs Marang (Gua Tewet) Kalimantan Timur (diperkirakan dibuat tahun 10.000 SM) dan Papua. Lukisan-lukisan gua menjadi awal dari proses komunikasi visual karena sudah mengandung simbol-simbol tertentu.

Evolusi Bahasa Tulis

Proses terciptanya tulisan telah dilalui oleh masyarakat purba dalam pengembangan komunikasi lewat tulisan mereka. Proses ini tentunya berjalan secara evolusi dan memakan waktu yang panjang. Penggalian-penggalian arkeolog pada beberapa situs yang dianggap sebagai pusat peradaban tertua, telah memberikan informasi-informasi yang sangat penting tentang sistem tulisan yang digunakan oleh masyarakat purba serta tahap-tahap perkembangannya. Dari inskripsi-inskripsi yang ditemukan itu, diketahui bahwa ulisan-tulisan yang dianggap tertua terpulang kepada masa 4000 tahun sebelum Masehi. Diantara tulisan-tulisan tertua itu adalah: tulisan Sumeria pada wilayah lembah Mesopotamia, Tulisan Mesir kuno dan tulisan Tionghoa yang digunakan oleh masyarakat Tiongkok di wilayah Provinsi Honan di sebelah utara Sungai Kuning,

dan Harappa-Mohenjo Daro (India).

Peradaban Mesopotamia (3800-2900 SM) merupakan peradaban yang berkembang diantara dua sungai besar yaitu Eufrat dan Tigris. Bangsa-bangsa yang mendiami kawasan Mesopotamia antara lain Sumeria, Akkadia, Asiria dan Babilonia. Kebudayaan Mesopotamia berkembang tulisan kuno aksara atau huruf paku dalam bahasa Inggris disebut Cuneiform.

Salah satu peninggalan yang ditulis dengan tulisan cuneiform adalah Codex of Hammurabi atau undang undang Hammurabi. Kode Hammurabi adalah kitab undang-undang kuno yang berisi 282 peraturan hukum Babilonia. Kitab ini ditulis dalam bahasa Akkadia pada sebuah prasasti batu besar. Isi kitab undang-undang Hammurabi adalah soal perdagangan, perbudakan, tugas pekerja, pencurian, tanggung jawab, perceraian, hubungan keluarga, ganti rugi kerusakan, penuduhan, sistem hukum, memperkuat hierarki sosial, mengatur kegiatan ekonomi, mempromosikan prinsip-prinsip moral dan etika. 

Tulisan piktogram dipakai juga di kalangan orang-orang Indian Amerika, orang Yukagir di Siberia, dan di Pulau Paska (Pasifik Timur). Hingga kini piktogram masih dipakai dalam tanda lalu lintas internasional dan pada tanda- tanda kamar kecil untuk lelaki dan perempuan. Pada perkembangan selanjutnya piktogram tidak hanya menunjukkan gambar benda yang dimaksud, melainkan juga sifat-sifat benda itu atau konsep-konsep yang berhubungan dengan benda itu. Sebagai contoh, tulisan hieroglif Mesir yang dipakai 4000 tahun sebelum Masehi.

Dalam sejarahnya yang panjang piktogram dan ideogram disederhanakan sehingga tidak tampak lagi hubungan antara gambar dan apa yang dimaksud. Salah satu contoh dapat dilihat dari aksara paku yang dipakai oleh bangsa Sumeria 4000 tahun Sebelum Masehi. Sistem tulisan Sumeria tersebut kemudian diambil alih oleh Persia (600-400 SM), tetapi bukan untuk menggambarkan gambar atau gagasan atau kata, melainkan untuk menggambarkan suku kata (aksara silabis). Dalam waktu yang hampir bersamaan orang Mesir juga mengembangkan tulisan yang menggambarkan suku kata. Pada akhirnya , aksara silabis mempengaruhi sistem tulisan bangsa-bangsa lain, termasuk bangsa Fenisia yang hidup di pantai Timur Laut Tengah (sekarang Libanon).

Tulisan alfabetis menggambarkan setiap vokal dan konsonan dengan satu huruf. Aksara Yunani kemudian diambil alih oleh orang Romawi dan dalam abad pertama Masehi aksara Romawi atau Latin menyebar ke seluruh dunia dan sampai di Indonesia sekitar abad ke-16 bersamaan dengan penyebaran agama Kristen. Aksara Romawi (Latin) tersebut sampai hari ini masih kita pakai. Sebelum aksara Romawi dikenal di Indonesia, pelbagai bahasa di Indonesia sudah mengenal aksara, yaitu bahasa Jawa, Sunda, Madura, Bali, Sasak, Lampung, Bugis, Makasar, dan Batak.

Jenis aksara bahasa-bahasa tersebut diturunkan dari aksara Pallawa yang dipakai di India Selatan pada abad ke-4 Masehi. Tulisan itu disebarkan di Indonesia bersamaan dengan penyebaran agama Hindu dan Budha. Aksara Palawa sendiri diturunkan dari tulisan Brahmi yang asal muasalnya dapat ditelusuri ke tulisan Semit. Jadi, aksara India itu sebenarnya seasal dengan aksara Ibrani, Parsi, dan Arab.

Kedatangan Islam di Indonesia menyebabkan tersebarnya aksara Arab yang dikenal di Indonesia berlainan sedikit dengan aksara Arab di negeri Arab. Perbedaan itu karena aksara Arab di Indonesia mendapat pengaruh dari aksara Arab Parsi. Aksara Arab yang dipakai dalam bahasa Melayu dikenal sebagai aksara Jawi. Bahasa Jawa juga menggunakan tulisan Arab, khususnya yang dipakai dalam karya-karya yang bersangkutan dengan Islam. Tulisan Arab untuk bahasa Jawa dikenal sebagai aksara Pegon.

Perpustakaan dari Masa Kerajaan Sumeria hingga Yunani

Setelah banyaknya tulisan tulisan yang dianggap penting pada masa itu, para penguasa mengumpulkan dalam satu ruangan yang kiat kenal sebagai perpustakaan. Catatan-catatan ahli sejarah menyebutkan bahwa Kerajaan Sumeria merupakan kerajaan awal yang memiliki kepedulian terhadap reservasi warisan keilmuan dan kepustakaan. Orang-orang Sumeria kali pertama menyimpan data-data, catatan, dan tulisan di rumah-rumah tempat penyimpanan, atau di tempat peribadatan (penyembahan) yang berfungsi juga sebagai perpustakaan yang telah dikenal sekitar 3000 tahun Sebelum Masehi. Perpustakaan Telloh di Kota Clash, yang awalnya berupa tempat peribadatan semacam candi, memiliki koleksi lebih dari 30.000 papan tanah berisi beragam tulisan. Perpustakaan serupa juga terdapat di Kota Ur(k) dan Nippur yang menyimpan papan tanah, memuat beragam berita, peristiwa, cerita (mitos), dan lainnya. Papan tanah merupakan tempat tulisan atau catatan yang digunakan pada waktu itu, sebagaimana halnya tanah liat (clay tablet). Tulisan yang berkembang pada saat itu berbentuk pictograph (gambar), lalu berubah menjadi tulisan paku (cuneiform).

Perpustakaan sejenis yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan data juga terdapat di Babylonia, yang masih termasuk wilayah Mesopotamia. Perpustakaan tersebut masih menyatu dengan tempat peribadatan, meskipun ada juga yang terpisah. Ada lima jenis perpustakaan pada masa Kerajaan Babylonia ini. Pertama, perpustakaan yang menyatu dengan tempat peribadatan, memuat peraturan-peraturan dalam kitab suci, ritual keagamaan, dan biografi dewa-dewa. Kedua, perpustakaan berupa rumah (bangunan khusus) yang penyimpanan dan data-data resmi kerajaan (pemerintahan), termasuk pajak, hukum, peraturan-peraturan, tugas raja, surat masuk, dan surat perjanjian. Ketiga, perpustakaan tempat penyimpanan data-data perekonomian: akta perdagangan, transaksi jual-beli, akad-akad penting lainnya. Keempat, perpustakaan tempat penyimpanan data-data terkait kepemilikan dan warisan. Kelima, perpustakaan pendidikan (sekolah), mengajari baca-tulis, belajar ilmu pengetahuan, hukum, dan peraturan-peraturan lainnya.

Kerajaan Babylonia menggantikan Kerajaan Sumeria setelah kerajaan tersebut dapat mengalahkannya. Perpustakaan pada masa Kerajaan Babylonia masih mengikuti pola perpustakaan Kerajaan Sumeria, yaitu masih berbentuk rumah-rumah penyimpanan data dan tempat peribadatan. Penjaga perpustakaan berasal dari kalangan terhormat, memiliki kedudukan tinggi dalam masyarakat, dan memiliki kemampuan pengobatan seperti seorang dukun. Catatan-catatan berbagai bidang keilmuan masih menggunakan tulisan-tulisan di atas tanah liat.

Dalam lembaran sejarah, Kerajaan Mesir Kuno termasuk di antara kerajaan dan peradaban tertua di antara kerajaan dan peradaban di dunia. Terkait dengan ini, maka penelusuran terhadap karya-karya dan perpustakaan-perpustakaan pada masanya menjadi penting. Tulisan-tulisan yang ditemukan di Mesir diperkirakan telah ada sejak lebih-kurang 4000 tahun Sebelum Masehi dengan model tulisan hicroglyph,  adalah model tulisan yang dipahat di batu-batu nisan, monumen-monumen dan lainnya untuk mengingat kebesaran suatu kerajaan atau rajanya, sehingga memberikan citra positif terhadap kerajaan atau raja tersebut.

Di samping itu, di Mesir juga telah ditemukan papirus, berasal dari rerumputan yang tumbuh di tepi Sungai Nil. Setelah diolah sedemikian rupa, permukaan papirus yang telah ratakan dijadikan sebagai media untuk menulis seperti kertas pada masa kini. Alat tulisnya menggunakan lidi tipis dan tinta. Media dan alat ini sering digunakan untuk menulis berbagai pengetahuan: keagamaan, filsafat, sejarah, dan lain-lain. Masa kejayaan Ramses II masa Dinasti Fir’aun merupakan masa berkembangnya perpustakaan masa Kerajaan Mesir Kuno sekitar tahun 1250 SM.

Sebagai bangsa yang berperadaban maju dengan ditemukannya papirus, perpustakaan masa Kerajaan Mesir Kuno lebih berkembang dibandingkan dengan dua kerajaan sebelumnya. Perpustakaan tidak hanya berada di tempat-tempat penyembahan atau peribadatan. Namun, pada masa kerajaan kuno di Mesir,  perpustakaan sudah menyebar luas ke istana-istana raja Mesir dan rumah para cendekiawan pada masanya. Terkait hal ini, paling tidak ada tiga jenis perpustakaan yang berkembang pada masa Kerajaan Mesir Kuno, khususnya masa Dinasti Fir’aun. Ketiga jenis perpustakaan itu adalah: pertama, Perpustakaan di tempat-tempat peribadatan/penyembahan, menyimpan teks-teks yang ditulis dalam papirus, baik terkait peristiwa keagamaan maupun lainnya. Kedua, Perpustakaan istana, menyimpan dan menghimpun berbagai teks, peraturan-peraturan kerajaan, undang-undang, perjanjian, surat-surat resmi raja, dan hal-hal terkait dengan kerajaan atau pemerintahan lainnya. Konon, perpustakaan istana telah menyimpan sekitar dua 20.000 naskah atau buku. Ketiga, Perpustakaan khusus para cendekiawan, tokoh dan publik figur, mengoleksi pelbagai tulisan termasuk tulisan terkait surat pribadi, keluarga, kisah-kisah, dan peperangan.

Perpustakaan Masa Kerajaan Persia

Sasanian adalah nama Kerajaan Persia Kuno. Dalam sejarah dunia, Persia termasuk bangsa yang memiliki peradaban tinggi. Ia tidak hanya memiliki kekuasaan politik yang dapat bersaing dengan Kerajaan Romawi di Barat (Eropa), tetapi juga memiliki kekuatan dalam bidang ilmu pengetahuan. Seperti dinyatakan oleh Mehdi Nekosten, pengaruh ilmu pengetahuan dan peradaban Persia berasal dari Babylonia (Irak) dan India, yang secara geografis berdekatan dengan Persia. Pengaruh ini telah ada sejak masa pra-Kerajaan Sasanian, yang mana Persia telah mengalami kemajuan dalam bidang Matematika dan musik, etika, dan lainnya.

Perpustakaan Masa Yunani Kuno

Yang dimaksud masa Yunani kuno adalah masa Sebelum Masehi. Sekitar abad ke-7 SM, sampai abad ke-1 SM. Selama rentang waktu sekitar enam sampai tujuh abad itu, Bangsa Yunani mengalami kemajuan dalam ilmu pegetahuan dan filsafat. Kota Athena menjadi salah satu pusat keilmuan, para filosof, sastrawan, dan sejarawan. Pada abad ke-7 SM, di Athena Yunani, telah dikenal perpustakaan pribadi milik Piestratus, milik Polyeratus, dan milik Periecies. Selain itu, para filosof seperti Socrates, Plato, dan Aristoteles tentu juga memiliki perpustakaan atau koleksi pustaka pribadi, meskipun tidak disebutkan secara eksplisit.

Mesir, yang menjadi wilayah kekuasaan Yunani memiliki Perpustakaan Alexandria dalam bahasa Arab disebut Iskandariah. Di dalamnya menghimpun berbagai teks dengan beragam bahasa, manuskrip, dokumen, dan bahan-bahan pustaka lainnya dari berbagai bangsa di dunia. Tidak kurang dari dua ratus ribu teks dan manuskrip dalam gulungan dari papirus terdapat di perustakaan ini. Koleksi tersebut kian bertambah dan berkembang pada awal abad ke-1 SM, sehingga jumlahnya mencapai 700.000 gulungan manuskrip dari papirus. Jumlah koleksi itu terus bertambah, karena beberapa koleksi manuskrip dari perpustakaan kecil di Yunani, seperti Perpustakaan Pergamun yang memiliki 10.000 koleksi, digabungkan ke dalam perpustakaan Alexandria.

Dalam catatan sejarah Bibliotheca Alexandria Egypt atau perpustakaan Alexandria atau Perpustakaan Iskandariyah Mesir adalah perpustakaan pertama dan terbesar di dunia. Perpustakaan Alexandria dibangun pada tahun 232 SM oleh Raja Ptolemey atau Ptolemaeus Soter (322-285 SM) raja pertama dinasti Diadoch. Perpustakaan ini menjadi sangat besar di bawah para penggantinya Ptolemey Philadelphus (285-247SM) dan Ptolemey Eurgetes (247-221 SM). Perpustakaan tersebut dibangun dengan maksud mengumpulkan dan memelihara semua karya kesusastraan Yunani. Dan bertahan hingga berabad-abad dan memiliki koleksi yang sangat lengkap.

Sayangnya perang Alexandria membuat Perpustakaan Alexandria hancur, ada tiga kejadian yang merusak perpustakaan ini. Pertama, Menurut dokumen berjudul Kronik Perang Alexandria karya Titus Livius, Pada tahun 48 SM Kaisar Roma, Julius Caesar memerintahkan untuk membakar gedung Perpustakaan Alexandria dalam perang melawan Ptolomeus yang memusnahkan sebagian naskah berharga. Kemuadian Julius Caesar akhirnya meminta maaf dan menyerahkan 200.000 buku sebagai gantinya kepada Ratu Mesir Cleoptara. Namun penggantian itu tidak cukup untuk mengganti kerugian dengan terbakarnya Alexandria. Kedua, penyerangan yang dilakukan oleh Bangsa Aurelian sekitar abad 3 SM. Ketiga, kerusuhan yang terjadi akibat jatuhnya Theophilus. Pada 300 M, perpustakaan ini akhirnya berhenti berdenyut.

Pada tahun 1990-an UNESCO dengan pemerintahan Mesir kembali membangun perpustakaan yang memiliki nilai sejarah tersebut. Setelah terbengkalai hampir 20 abad akhirnya Bibliotheca Alexandria Egypt atau Perpustakaan Iskandariyah atau Perpustakaan Alexandria Mesir kembali berdiri kokoh dan megah pada 17 Oktober 2002 dan diresmikan oleh Presiden Mesir Husni Mubarak. Dan setiap tanggal 17 Oktober akhirnya diperingati sebagai Hari Perpustakaan Sedunia.

Bangunan Perpustakaan Alexandria Modern berbentuk bulat beratap miring, terbenam dalam tanah. Di bagian depan sejajar atap, dibuat kolam untuk menetralkan suhu pustaka, terdiri lima lantai di dalam tanah, perpustakaan ini dapat memuat sekitar 8 juta buku. Namun yang ada saat ini baru 250.000. Menyediakan berbagai fasilitas, seperti 500 unit komputer berbahasa Arab dan Inggris untuk memudahkan pengunjung mencari katalog buku, ruang baca berkapasitas 1.700 orang, conference room, ruang pustaka Braille Taha Husein, pustaka anak-anak, museum manuskrip kuno, lima lembaga riset, dan kamar-kamar riset yang bisa dipakai gratis.

Dinding luar terbuat dari batu granit Zimbabwe seluas delapan ribu meter persegi. Dinding yang disusun dengan batu berukuran 2 x 1 meter itu dipahat aneka huruf dari berbagai bahasa, yang pernah dikenal manusia selama 10.000 tahun lebih dari 500 kebudayaan di dunia. Di sini timbul kesan yang amat kuat tentang betapa tingginya peradaban manusia di bidang tulis menulis.

Perpustakaan Alexandria memiliki banyak koleksi berharga. Di antaranya 5.000 koleksi penting berupa manuskrip klasik tentang aneka pengetahuan dari abad 10 M-18 M. Juga ada catatan penting Napoleon berjudul Description de’lEgypte, yang menceritakan peristiwa Prancis menyerbu Kota Alexandria. Perpustakaan yang dulu dihancurkan oleh Julius Caesar itu kini menjadi salah satu objek wisata dunia seperti Piramid Giza, Mumi, Karnax Temple, Kuburan para Firaun di Luxor atau Museum Kairo yang menyimpan timbunan emas Tutankhamun.

*Penulis adalah Pekerja Seni dan Peminat Buku-buku Sastra, Sejarah, Filsafat, Agama, dan Budaya


Share this Post