PENGEMBANGAN PROFESI PENDIDIK DI ERA SOCIETY 5.0

Sumber Gambar :

PENGEMBANGAN PROFESI PENDIDIK DI ERA SOCIETY 5.0

Oleh Yenti Sustina, S.Pd*

 

Dalam kamus Besar bahasa Indonesia (KBBI) Pengembangan diartikan  dengan proses atau perbuatan mengembangkan. Sedangkan menurut UU Nomor 18 Tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi bahwa Pengembangan adalah Kegiatan ilmu pengetahuan dan teknologi yang bertujuan memanfaatkan kaidah dan teori ilmu pengetahuan yang telah terbukti kebenarannya untuk meningkatkan fungsi, manfaat dan ilmu pengetahuan dan teknologi yang telah ada atau menghasilkan tenaga baru.

Profesi secara etimologi berasal dari kata profession (Inggris) yang berasal dari bahasa latin profesus yang berarti “mampu atau ahli dalam suatu bentuk pekerjaan”. Pekerjaan yang bersifat profesional. Sementara secara terminologi pengertian profesi   merupakan suatu pekerjaan atau jabatan tertentu yang mensyaratkan pengetahuan dan keterampilan khusus yang diperoleh dari pendidikan akademis yang intentif.  Suatu profesi harus memiliki 3 pilar pokok yaitu keahlian, pengetahuan dan persiapan akademik. Menurut Uno (2008:15), Guru merupakan profesi. Yang berarti suatu jabatan yang memerlukan keahlian khusus sebagai guru dan tidak dapat dilakukan oleh sembarang orang di luar bidang kependidikan. Profesi seorang guru memangku jabatan profesional memiliki tugas pokok dalam pembelajaran. Pada hakikatnya seorang guru tidak cukup hanya mengajarkan materi pelajaran saja dan guru juga tidak hanya sebatas profesi melainkan tanggung jawab yang besar karena sangat menentukan kelangsungan sebuah bangsa.

Pendidik adalah orang yang melaksanakan tugas mendidik dan memiliki tanggung jawab terhadap pelaksanaan pendidikan dan pengajaran baik secara formal maupun nonformal.  Adapun sasarannya adalah peserta didik. Tentunya bagi seorang pendidik diharuskan  mampu memberikan ilmu pengetahuan kepada orang lain secara konsisten serta berkesinambungan. Orang yang berpendidikan biasa dikenal dengan istilah “guru”. Sebuah profesi yang berada  di tingkat pendidikan yaitu profesi guru. Guru mempunyai peranan yang amat strategis dan urgen dalam mutu pendidikan. Guru sering dijadikan tokoh teladan dan identifikasi diri. Guru menjadi salah satu faktor yang menentukan berhasil atau tidaknya proses pembelajaran disamping kurikulum dan sarana prasarana. Maka dari itu guru harus menjadi support system dan mood booster bagi peserta didik dengan cara merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai serta membimbing peserta didik untuk meraih cita-cita dan memiliki budi pekerti yang baik.  Beberapa penerapan metode pembelajaran dan kurikulum tentu akan membantu guru melaksanakan kegiatan belajar mengajar.  Pembelajaran yang baik dan bermutu harus mempunyai kemampuan dalam upaya  mencapai tujuan pembelajaran baik secara khusus maupun secara umum. Dalam upaya menguasai kemampuan pembelajaran, guru perlu membina dan mengembangkan kemampuan siswa dan dirinya sebagai guru yang professional sehingga siswa mendapatkan pengalaman belajar secara efektif dan efisien (Barnawi dan Arifin, 2014:13). Tugas utama akan menjadi efektif dan efisien apabila guru memiliki derajat profesionalitas tertentu yang meliputi kompetensi pedagogi, kompetensi kepribadian, kompetensi social dan kompetensi profesional.

Keempat kompetensi tersebut dalam praktiknya merupakan satu kesatuan yang utuh. Guru profesional adalah seyogyanya mampu menguasai keempat kompetensi tersebut. Guru memiliki hubungan yang positif. Semakin guru menguasai kompetensi minimal yang harus dimiliki, maka pendidikan di Indonesia juga meningkat. Namun melihat fenomena sekarang banyak kasus yang terdapat dalam guru itu sendiri diantaranya ketika melaksanakan kegiatan Belajar Mengajar di kelas masih banyak yang  menggunakan metode pembelajaran yang monoton tanpa ada inovasi pembelajaran. Banyak juga guru-guru dalam bidang skill (kemampuan mengajar) masih kurang, Kurangnya pengembangan dan peningkatan organisasi serta kurangnya pengembangan dan peningkatan kepribadian (motivasi berprestasi).  Padahal banyak hal baru yang harusnya kita mampu memberanikan diri untuk memulai mengembangkan kompetensi kita. Ketika kita berani untuk mencoba hal-hal baru, lambat laun kita akan menemukan passion kita sebagai guru sekaligus pendidik.

Era society 5.0 adalah sebuah konsep masyarakat yang berpusat pada manusia dan berbasis teknologi atau  kelanjutan dari era revolusi industry 4.0 yang lebih menonjolkan sisi humanisme dalam menyelesaikan masalah-masalah sosial termasuk pendidikan dengan mengintegrasikan antara virtual dan realita. Era super smart society (society 5.0) diperkenalkan oleh Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe dan baru diresmikan   pada tanggal 21 Januari 2019, yang dibuat sebagai antisipasi dari gejolak disrupsi akibat revolusi industry 4,0 yang menyebabkan ketidakpastian yang kompleks dan ambigu, atau lebih dikenal dengan istilah VUCA (Volatility, Uncertainty, Complexity, ambiguity). sementara Era disrupsi yang dimaksud yaitu fenomena munculnya teknologi digital yang merubah kebiasaan masyarakat dari dunia nyata beralih ke dunia maya. Dikhawatirkan invansi tersebut dapat menggerus nilai-nilai karakter kemanusiaan yang dipertahankan selama ini.

Pengembangan profesi pendidik di era society 5.0 merupakan proses mengembangkan keahlian atau pekerjaan yang menjadi tanggungjawab pendidik dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar pada era society 5.0.  Namun menjadi pendidik ideal pada era society 5.0 tidak mudah, semakin kompleks bahkan berakibat tugas-tugas yang diemban semakin rumit. Tanggung jawab yang diemban semakin berat dan harapan yang dilekatkan semakin tinggi guna menghasilkan SDM yang unggul agar mampu beradaptasi dan berkompetisi pada era society 5.0.

Di era berkembangnya teknologi informasi saat ini merambah pada seluruh bidang kehidupan masyarakat, termasuk bidang pendidikan. Pada era revolusi industry 4.0 diperlukan tiga literasi yaitu literasi data, literasi manusia dan literasi teknologi. Pembelajaran di era revolusi 4.0 dapat menerapkan blended learning dan case-base learning. Pendidikan era society 5.0 memungkinkan siswa dalam kegiatan pembelajaran berdampingan dengan robot yang sudah dirancang untuk menggantikan peran pendidik. Untuk menjawab tantangan revolusi industry 4.0 dan society 5.0 dalam dunia pendidikan diperlukan kecakapan hidup abad 21 atau lebih dikenal dengan 4C (Creativity, Critical, Thinking, Communication, Collaboration). Pada abad 21 ini kompetensi  yang diharapkan dimiliki oleh siswa ini tidak hanya berkaitan dengan kemampuan membaca dan menulis saja. Namun ada enam lilterasi dasar yang perlu dikuasai antara lain: Literasi baca tulis, literasi numerasi, literasi sains, literasi digital, literasi finansial dan literasi budaya dan kewargaan. Sedangkan literasi abad 21 terdapat tiga keterampilan, diantaranya:

1.    Literasi informasi (memahami fakta, angka, statistik, dan data),

2.    Literasi media (Memahami metode dan saluran di mana informasi diterbitkan)

3.    Literasi teknologi (Memahami mesin yang membuat informasi).

Untuk menyongsong era society 5.0 seorang pendidik harus mempunyai kualifikasi akademik yang sesuai dengan tuntutan perundangan yang berlaku dan pendidik harus mulai mempersiapkan pendidik-pendidik yang mampu bersaing dengan negara-negara maju lainnya dalam memecahkan masalah-masalah dengan pendekatan humanisme serta guru harus berada di barisan terdepan dalam pendidikan guna memperbaiki kualitas sebagai seorang pendidik. Untuk mewujudkan terselenggaranya kegiatan-kegiatan yang berkualitas tentunya harus mengacu pada rencana strategis, Rencana operasional dan program tahunan. Kegiatan-kegiatan tersebut mengacu pada Standar Nasional Pendidikan yang tercantum pada Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005, Pada hakikatnya pendidikan dalam konteks Pembangunan Nasional mempunyai fungsi; 1. Pemersatu bangsa, 2. Penyamaan kesempatan dan 3. Pengembangan potensi diri.

Standar Nasional Pendidkan yang memungkinkan setiap jenjang dan jalur pendidikan untuk mengembangkan pendidikan secara optimal sesuai karakteristik dan kekhasan programnya. Terutama berkaitan dengan penjaminan mutu pendidikan yang secara bertahap, sitematis dan terencana dengan target dan kerangka waktu yang jelas. Seorang guru tidak hanya sekedar mengajar, tetapi perlu memprioritaskan perubahan dalam perspektif konsep pendidikan. Kurikulum yang sedang digaungkan saat ini yaitu Implementasi Kurikulum Merdeka. Apakah pengembangan kurikulum tersebut mampu menyerap kemampuan peserta didik di era 5.0? Ya, untuk mengembangkannya disesuaikan dengan kemampuan peserta didik dalam berkolaborasi serta mampu mengembangkan skill dan transversal skill seperti keterampilan personal untuk berkelompok, berpikir global serta litersi media dan informasi.

Pengembangan profesi pendidik di era society 5.0 ini menuntut pendidik untuk lebih kreatif, inovatif, produktif, adaptif dan juga kompetitif untuk menjawab tantangan dan permasalahan sosial dengan memanfaatkan beragam inovasi dan teknologi atau juga bisa diartikan bahwa seorang pendidik dituntut untuk dapat memiliki kemampuan memecahkan masalah kompleks, berpikir kritis dan kreatif (4C).

dimulai dari era Sociey 1.0 hingga Society 4.0. diantaranya yaitu:

1.        Society 1.0 Manusia mempertahankan diri dengan cara berburu untuk mendapatkan makanan  dan berpindah-pindah tempat dengan mengandalkan kekuatan alam.

2.        Society 2.0 manusia menitikberatkan pada pengembangan ilmu pengetahuan dengan bercocok tanam.

3.        Society  3.0 Manusia mulai fokus membangun pabrik dengan memproduksi sesuatu untuk kebutuhan manusia.

4.        Society 4.0  Manusia semakin berkembang dengan ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga informasi dapat diakses dengan cepat melaui internet.

5.        Society 5.0  Kehidupan manusia menjadi praktis dan otomatis, dimana teknologi menjadi bagian dari manusia itu sendiri sehingga di era ini kehidupan manusia lebih terintegrasi, mudah dan cepat.

Dapat ditarik kesimpulan pula dari pernyataan di atas bahwa menurut Perdana Menteri Jepang, Shinzo Abe konsep revolusi industry 4.0 dan society 5.0 tidak memiliki perbedaan yang jauh. Yaitu Revolusi industry 4.0 menggunakan kecerdasan buatan (artificial intelegent) sedangkan society 5.0 memfokuskan kepada komponen manusianya. Jadi, untuk mewujudkan generasi Indonesia  dengan kualitas SDM yang unggul tidak hanya sekedar mengamati atau menjadi pemeran biasa dalam era society 5.0. Melainkan menjadi pemeran luar biasa bahkan bisa menjadi pemeran sentral di Indonesia hingga ke mancanegara.

 

* Kepala Madrasah Diniyah di Cinahagi-Mancak


Share this Post