PENTINGNYA LITERASI TERHADAP ORANG DENGAN SKIZOFRENIA (ODS)

Sumber Gambar :

PENTINGNYA LITERASI

TERHADAP ORANG DENGAN SKIZOFRENIA (ODS)

Oleh : Ervi Widiawati*

Apa itu Skizofrenia?

Stigma masih menyelimuti isu kejiwaan di Indonesia karena sebagian besar masyarakat Indonesia masih mempercayai gangguan kesehatan jiwa disebabkan oleh hal yang tidak rasional maupun supranatural, misalnya pengidap skizofrenia disebabkan karena sihir, santet, kemasukan setan, kemasukan roh jahat, melanggar larangan adat, dan lain sebagainya. Dengan adanya stigma ini akhirnya masyarakat melakukan pengobatan dengan cara non- medis (ahli spiritual).

Skizofrenia adalah istilah umum untuk sekelompok reaksi psikotik yang dikarakteristikkan dengan menarik diri dari gangguan emosional dalam kehidupan, afeksi, serta tergantung pada tipenya. Adanya halusinasi, waham, tingkah laku negativitistik, dan deteriorasi yang agresif. (Chaplin J.P., Dictionary of Psychology, Dell Publishing, New York, 1981). Orang dengan Skizofrenia (ODS) umumnya akan kesulitan membedakan mana yang rill dan mana yang tidak. ODS biasanya akan susah untuk berpikir logis, mengendalikan emosi, dan berhubungan dengan orang lain (Levine dan Levine, 2009).

Skizofrenia merupakan salah satu jenis gangguan kejiwaan yang banyak diderita di Indonesia (Zahnia dan Sumekar, 2016). Data Riskesdas tahun 2018 Provinsi Banten tercatat 5,7% proporsi nasional rumah tangga yang anggota rumah tangganya menderita gangguan jiwa skizofrenia, dan Data Riskesdas tahun 2018 mengungkapkan juga bahwa situasi kesehatan jiwa di Indonesia, proporsi nasional rumah tangga yang anggota rumah tangganya menderita gangguan jiwa skizofrenia yang pernah di pasung menurut tempat tinggal tercatat dalam 3 (tiga) bulan terakhir untuk di perkotaan sebanyak 31,1 %, perdesaan sebanyak 31,8 % dan di Indonesia sebanyak 31,5 %.

Awalnya, gangguan kejiwaan ini terbagi menjadi 5 jenis. Namun, pada tahun 2013 lalu, dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders 5th Edition (DSM-V), para ahli dari American Psychiatric Association (APA) menganjurkan untuk menghapus 5 jenis itu, dan hanya menggunakan satu sebutan, yaitu skizofrenia. Penghapusan jenis-jenis skizofrenia itu didasarkan pada keputusan para ilmuwan dari APA, bahwa kesimpulan terdahulu tentang gangguan kejiwaan ini memiliki stabilitas diagnostik yang terbatas, validitas yang buruk, dan reliabilitas yang rendah. Berikut 5 jenis skizofrenia yang klasifikasinya sempat dijadikan acuan oleh para ahli dahulu adalah sebagai berikut :

1.  Skizofrenia Paranoid. Skizofrenia jenis ini merupakan yang paling sering muncul gejalanya, termasuk di antaranya adalah delusi dan halusinasi. Pengidap skizofrenia paranoid biasanya menunjukkan perilaku yang tidak normal seakan ia sedang diawasi, sehingga ia kerap menunjukkan rasa marah, gelisah, bahkan benci terhadap seseorang. Namun, mereka yang mengalami skizofrenia jenis ini masih memiliki fungsi intelektual dan ekspresi yang tergolong normal.

2.    Skizofrenia Katonik. Skizofrenia katonik ditandai dengan adanya gangguan pergerakan. Pengidap skizofrenia jenis ini cenderung tidak bergerak atau justru bergerak hiperaktif. Pada beberapa kasus juga ditemukan sama sekali tidak mau berbicara, atau senang mengulangi perkataan orang lain. Pengidap skizofrenia katonik juga sering kali tidak memperdulikan kebersihan dirinya, serta tidak mampu menyelesaikan aktivitas yang dilakukan.

3.   Skizofrenia Tidak teratur. Skizofrenia tidak teratur merupakan jenis yang memiliki kemungkinan paling kecil untuk disembuhkan. Pengidap skizofrenia jenis ini ditandai dengan ucapan dan tingkah laku yang tidak teratur dan sulit dipahami. Terkadang mereka bisa tertawa tanpa alasan jelas, atau terlihat sibuk dengan persepsi yang mereka miliki.

4.      Skizofrenia Diferentiatif. Skizofrenia jenis ini merupakan yang paling sering terjadi. Gejala yang ditimbulkan adalah kombinasi dari beragam subtipe dari skizofrenia lainnya.

5.      Skizofrenia Residual. Pengidap skizofrenia residual biasanya tidak menunjukkan gejala umum dari skizofrenia seperti berkhayal, halusinasi, tidak teratur dalam berbicara dan berperilaku. Mereka baru mendapat diagnosis setelah satu dari empat jenis skizofrenia lain telah terjadi.

Ada beberapa gejala penderita skizofrenia yang harus di ketahui oleh masyarakat / keluarga diantaranya ; Delusi / Waham, Halusinasi, Kekacauan alam pikiran, Gaduh, Gelisah, Menarik diri atau mengasingkan diriSikap keluarga dan masyarakat yang masih menganggap sebagai aib keluarga apabila salah seorang keluarganya menderita skizofrenia seringkali membuat penderita skizofrenia disembunyikan, dikucilkan bahkan di pasung. Untuk itulah Pentingnya Literasi Masyarakat Terhadap Orang Dengan Skizofrenia (ODS). Ada beberapa kegiatan yang bisa di lakukan oleh masyarakat atau keluarga untuk meningkatkan pemahaman/ edukasi tentang skizofrenia yaitu dengan mengikuti (1) Penyuluhan tentang Skizofrenia terhadap anggota keluarga dan anggota non-keluarga ODS, (2) Mencari informasi / artikel-artikel tentang skizofrenia di media sosial, (3) Bergabung dengan Komunitas Skizofrenia yang resmi.

Kesimpulan

Dukungan keluarga sangat penting bagi penderita skizofrenia. Jika keluarganya menghadapi penderita skizofrenia dengan cara dan sikap yang benar, mendukung penderita dengan mengikuti program pengobatan dengan benar, dan mengawasi perubahan kondisi dan gejalanya, maka penderita skizofrenia akan mendapatkan perawatan yang lebih  baik. Anggota keluarga wajib mendukung dan membantu untuk mengikuti program pengobatan serta mengikuti kegiatan sosial, demi mendapatkan kehidupan sosial yang lebih baik. Selain itu, anggota keluarga harus mengekspresikan diri dan berkomunikasi dengan pasien dengan cara yang lebih positif dan bersifat langsung, dorongan untuk meningkatkan kepercayaan diri penderita skizofrenia.

*pemustaka

Daftar Pustaka :

-          (Chaplin J.P., Dictionary of Psychology, Dell Publishing, New York, 1981).

-          Kementerian Kesehatan RI, 2018. Laporan Riskeskas 2018

-          National Institute of Mental Health. Diakses pada 2020. Schizophrenia.


Share this Post