Percepatan Penerapan Layanan Perpustakaan Digital pada Perpustakaan Daerah untuk Menyongsong Era Masyarakat 5.0
Sumber Gambar :Percepatan Penerapan Layanan Perpustakaan Digital pada Perpustakaan
Daerah untuk Menyongsong Era Masyarakat 5.0
Oleh Ryan Faathir Hokiarta*
Abstrak
Artikel
ini bertujuan untuk memaparkan pentingnya layanan digital pada perpustakaan,
permasalahan yang dihadapi dan solusi yang diperlukan, dan pertimbangan mengapa
perpustakaan daerah dapat menjadi motor penggerak utama dalam menyediakan
layanan digital. Hadirnya Era Masyarakat 5.0 sebagai penyempurnaan Era Revolusi
Industri 4.0 memiliki konsep manusia atau masyarakat sebagai pusat utama dengan
teknologi hanya sebagai alat untuk mencapai tujuan yaitu masyarakat maju dan
sejahtera. Perpustakaan sebagai salah satu tempat manusia memenuhi kebutuhan pengetahuan
dan informasi dituntut memanfaatkan teknologi untuk mengoptimalkan fungsi dan
perannya. Perbedaan preferensi layanan perpustakaan pada masing-masing generasi
melahirkan kebutuhan layanan digital perpustakan. Perpustakaan daerah dengan
karakteristik pemustaka, jangkauan layanan, dan dukungan sarana prasarana
diharapkan mampu menghadirkan layanan digital disamping layanan fisik. Kesiapan
pustakawan dan dukungan pemerintah daerah menjadi faktor penting suksesnya
penerapan layanan digital. Hadirnya layanan digital akan memperluas jangkauan
wilayah dan menarik minat generasi muda dan diharapkan mampu meningkatkan peran
perpustakaan berbasis inklusi sosial yang mampu memenuhi kebutuhan pengetahuan
individu dan masyarakat dalam meningkatkan kesejahteraan.
Kata Kunci: masyarakat 5.0, teknologi informasi, perpustakaan
digital, perpustakaan daerah
Latar
belakang
Pesatnya
perkembangan teknologi khususnya di bidang komputasi dan telekomunikasi telah melahirkan
revolusi Industri 4.0. Revolusi Industri 4.0 bertujuan mengaplikasikan berbagai
teknologi modern ke dalam seluruh rantai industri untuk mengotomasi proses di
dalam rantai tersebut. Beberapa teknologi yang digunakan antara lain, robotika,
kecerdasan buatan (Artificial Intelligent), Internet of Thing
(Iot), Big Data, dan juga Cloud computing.
Revolusi Industri 4.0 menitikberatkan pemanfaatan
teknologi seutuhnya untuk efisiensi, tanpa mempertimbangkan dampak sosial yang
mungkin ditimbulkan. Lahirlah Society Era 5.0 atau Era Masyarakat 5.0
sebagai penyempurnaan dari Industri 4.0. Fokus utama dari Masyarakat 5.0 adalah
manusia itu sendiri dengan teknologi modern hanya sebagai alat atau tools
untuk mencapai tujuan meningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidup manusia.
Perpustakaan sebagai tempat yang memberikan layanan
kepada pemustaka dengan latar belakang dan dari generasi berbeda sangat perlu
menerapkan konsep Masyarakat 5.0 ini. Pemustaka yang lahir sebelum tahun 1980,
dimana teknologi analog seperti telepon dan televisi berkembang pesat, memiliki
kecenderungan untuk tetap memanfaatkan layanan fisik perpustakaan. Sementara pemustaka yang lahir setelah
tahun 1980 yang dikenal dengan digital native memiliki kecenderungan
untuk lebih mengutamakan layanan digital. Untuk dapat memberikan pelayanan
maksimal kepada semua pemustaka, maka penerapan layanan perpustakaan digital berdampingan
dengan layanan fisik merupakan suatu keharusan.
Salah satu perpustakaan dengan karakteristik pemustaka
seperti yang disebutkan diatas adalah perpustakaan daerah. Perpustakaan daerah
adalah perpustakaan yang berada di setiap kota, kabupaten, atau provinsi suatu
daerah. Perpustakaan ini dimiliki dan dikelola oleh pemerintah daerah, umumnya
berada satu dinas dengan layanan kearsipan. Perpustakaan Umum Kota Surabaya,
Perpustakaan Umum Daerah Tuban, Perpustakaan Umum Provinsi Jawa Timur adalah
beberapa contoh perpustakaan daerah yang ada di Provinsi Jawa Timur.
Permasalahan
Menurut (Sabarina, 2018) sarana dan prasarana perpustakaan adalah semua
peralatan dan perlengkapan pokok serta
melancarkan jalannya perpustakaan. Namun perpustakaan daerah masih memiliki
Beberapa permasalahan yang dihadapi dalam memberikan layanan perpustakaan
digital antara lain:
1.
Belum memadainya sarana/prasarana seperti komputer
sebagai server dan kapasitas jaringan atau network bandwidth untuk
memenuhi standar minimal layanan perpustakaan digital
2.
Minimnya pustakawan pada perpustakaan daerah yang
memiliki pengetahuan yang cukup untuk membangun dan menjalankan
manajerial perpustakaan digital
3.
Belum jelasnya isu hak cipta dalam penerapan perpustakaan
digital
Pembahasan
Revolusi Industri 4.0
Pesatnya perkembangan teknologi informasi dan
telekomunikasi telah mendisrupsi hampir semua hal. Lahirnya Revolusi Industri
4.0 yang ditandai dengan pemanfaatan teknologi modern secara masif demi
terciptanya otomatisasi industri. Menurut (Sutrisno, 2018) “Manfaat dari implementasi revolusi industri 4.0 adalah
orientasi proses yang berkesinambungan sebagai akibat kontinuitas penggunaan
sumber daya yang termonitor secara waktu nyata terintegratif”.
Seperti distribusi normal, segala sesuatu memiliki titik
optimum, umumnya di tengah-tengah, yang akan memberikan manfaat maksimal. Begitupun
dengan pemanfaatan teknologi modern. Ketika pengaplikasiannya begitu masif,
melewati titik optimum, maka nilai manfaat yang digambarkan sebagai sumbu Y
akan mengalami penurunan. Berbagai dampak sosial yang mulai muncul dari
Revolusi Industri 4.0 seperti meningkatnya pengangguran, makin lebarnya
kesenjangan sosial antara pengusaha dan pekerja adalah beberapa contoh
diantaranya.
Era Masyarakat 5.0
Era Masyarakat 5.0 bertujuan mengembalikan teknologi hanya
sebagai alat dan bukan fokus utama. Era Masyarakat 5.0 menempatkan manusia
sebagai fokus, pilar, dan titik utama, dengan memanfaatkan teknologi modern
secara proporsional disesuaikan dengan tujuan utama yang ingin dicapai, yaitu
terpenuhinya kebutuhan masyarakat agar tercipta kesejahteraan yang
berkelanjutan.
Salah
satu kebutuhan penting masyarakat adalah kebutuhan Informasi. Informasi
dibutuhkan untuk mengambil keputusan, baik keputusan penting yang berdampak
besar pada masyarakat seperti keputusan menaikan harga listrik rumah tangga,
atau keputusan personal seperti rute mana yang diambil untuk menghindari
kemacetan. Pemanfaatan teknologi informasi dan telekomunikasi membuat semakin
mudahnya masyarakat untuk mendapatkan dan menyebarkan informasi. Disatu sisi
hal tersebut membawa dampak positif dengan lahirnya masyarakat terinformasi
atau informed society. Namun disisi lain kemudahan ini berdampak
banyaknya hoax yaitu informasi salah, palsu, bohong, menyesatkan
yang beredar di masyarakat.
Perpustakaan
Daerah
Perpustakan
sebagai salah satu pusat sumber informasi (Junaida, 2016)
memiliki peran penting demi terbentuknya well informed society. A
well informed society adalah masyarakat yang memiliki informasi dari sumber
akurat, terpercaya, salah satunya informasi yang bersumber dari perpustakaan.
Beragamnya latar belakang masyarakat
baik secara ekonomi, pendidikan, budaya, melahirkan kebutuhan informasi yang
berbeda. Sebagai contoh Provinsi Jawa Timur sebagai provinsi penghasil padi
terbesar tahun 2020, Bappeda.jatimprov.go.id (26/01/2022), masyarakatnya tentu
lebih membutuhkan informasi agraria dibandingkan dengan masyarakat yang berada
di Kalimantan sebagai daerah penghasil batu bara terbesar. Disinilah
perpustakaan daerah memiliki peranan penting dalam mewujudkan a well informed
society yang adaptif menyesuaikan dengan kebutuhan masyarakat setempat.
Menurut Undang-Undang (Republik Indonesia, 1990) Tentang Serah-Simpan Karya Cetak Dan
Karya Rekam, Perpustakaan Daerah adalah perpustakaan yang berkedudukan di ibu
kota provinsi yang diberi tugas untuk menghimpun, menyimpan, melestarikan dan
mendayagunakan semua karya cetak dan karya rekam yang dihasilkan di daerah. Perpustakaan
ini dimiliki dan dikelola oleh pemerintah daerah. Data dari Perpustakaan
Nasional, terdapat 34 perpustakaan provinsi dan 496 perpustakaan kota/kabupaten.
Pemustaka Lintas Generasi
Secara
umum saat ini masyarakat dunia terbagi menjadi dua generasi besar. Generasi
pertama adalah mereka yang lahir dan besar ketika teknologi digital belum
berkembang, dan generasi kedua adalah mereka yang lahir dan besar ketika teknologi
digital berkembang pesat. Umumnya mereka yang lahir sebelum tahun 1980 termasuk
kedalam generasi pertama.
Perbedaan utama dua generasi tersebut adalah preferensi
atau kecenderungan pilihan jenis aktivitas dalam melakukan suatu. Sebagai
contoh dalam melakukan kegiatan perpustakaan, generasi yang lahir sebelum 1980
atau dikenal dengan generasi Gen X, lebih senang berkunjung langsung ke
perpustakaan, mencari koleksi yang diinginkan untuk kemudian membaca di tempat
atau dipinjam. Hal sebaliknya terjadi pada generasi sesudahnya, baik generasi
Gen Y atau lebih dikenal dengan generasi milenial ataupun generasi Gen Z.
Mereka lebih memilih melakukan aktivitas perpustakaan secara daring. Mereka
akan menelusuri layanan daring yang disediakan oleh perpustakaan untuk
melakukan pencarian, kemudian melakukan peminjaman melalui aplikasi yang
disediakan agar koleksi dapat dibaca pada ponsel pintar atau laptop yang
mereka punya. Perbedaan preferensi dalam melakukan aktivitas perpustakaan oleh
generasi milenial dan Gen Z tersebut melahirkan kebutuhan layanan perpustakaan
digital di samping layanan perpustakaan fisik yang saat ini dilakukan oleh
perpustakaan.
Perpustakaan Digital
Terdapat
banyak definisi perpustakaan digital oleh para ahli dan beberapa lembaga.
Menurut Digital Library Federation dalam Pendit perpustakaan digital adalah
berbagai organisasi yang menyediakan sumberdaya, termasuk pegawai yang terlatih
khusus, untuk memilih, mengatur, menawarkan akses, memahami, menyebarkan,
menjaga integritas, dan memastikan keutuhan karya digital, sedemikian rupa
sehingga koleksi tersedia dan terjangkau secara ekonomis oleh sebuah atau
sekumpulan komunitas yang membutuhkan (Putranto & Husna,
2015).
Sedangkan
Menurut (Subrata, 2009) Perpustakaan digital adalah penerapan teknologi
informasi sebagai sarana untuk menyimpan, mendapatkan dan menyebarluaskan
informasi ilmu pengetahuan dalam format digital.
Dari dua
pengertian diatas dapat ditarik benang merah bahwa perpustakaan digital
menyimpan, dan mengolah koleksi dalam format digital untuk dapat dimanfaatkan
dan disebarluaskan secara ekonomis dengan pemanfaatan teknologi informasi
dengan tetap melindungi hak cipta dan hak intelektual dari koleksi tersebut.
Digitalisasi Koleksi Perpustakaan
Penggunaan
format digital untuk menyimpan dan mendistribusikan koleksi perpustakaan dalam
perpustakaan digital melahirkan kebutuhan digitalisasi koleksi bahan
perpustakaan, menurut (Sutoto, 2020) digitalisasi koleksi perpustakaan adalah upaya untuk
melestarikan bahan pustaka. Digitalisasi adalah kegiatan merubah atau
mengalihmediakan koleksi ke dalam format digital. Format
digital adalah penyimpanan dalam bentuk elektronik, dimana data disimpan dalam
bentuk binary 0 dan 1. Ada beberapa manfaat yang diperoleh ketika koleksi
disimpan dalam format digital baik dari sisi ekonomi dalam penyimpanan, akses, duplikasi,
dan distribusi, ataupun manfaat pelestarian dari koleksi tersebut.
Mudahnya format digital untuk
diduplikasi memiliki implikasi yang sangat besar terhadap masalah hak cipta.
Secara garis besar menurut (Putranto & Husna, 2015),
dalam jurnal Putranto, ada empat kondisi koleksi perpustakaan yang akan
digitalisasi, yaitu:
- Bahan pustaka sudah
terbebas dari status hak cipta.
- Bahan pustaka
memiliki status hak cipta, namun memperoleh izin untuk dialih media.
- Bahan pustaka memiliki status hak cipta dan izin untuk mengalih media masih dipertanyakan
- Bahan pustaka
memiliki status hak cipta dan izin untuk mengalih media tetapi akan sulit atau
mustahil untuk dialih media.
Proses digitalisasi koleksi harus memperhatikan keempat
kondisi yang disebutkan diatas untuk tetap menjaga hak cipta dan potensi
kerusakan koleksi yang mungkin terjadi ketika dialih mediakan ke dalam format
digital.
Secara
umum proses digitalisasi terbagi menjadi tiga tahapan utama, yaitu Pemindaian (Scanning),
Penyuntingan (Editing), Penyimpanan (Persistent). Pemindaian koleksi
menghasilkan format digital dalam bentuk gambar/image. Format gambar ini
dapat diolah lebih lanjut menggunakan teknologi OCR (Optical Character
Recognition), yang bertujuan mengubah gambar kedalam bentuk text agar lebih
mudah diproses oleh komputer. Proses editing diperlukan apabila hasil pindai
tidak optimal atau tidak terbaca secara baik. Langkah terakhir dalam proses
digitalisasi adalah melakukan penyimpanan permanen pada penyimpanan utama dan
cadangan hasil digitalisasi tersebut.
Mengapa Perpustakaan Daerah
Beberapa pertimbangan memilih perpustakaan daerah sebagai
motor penggerak dalam memberikan layanan digital adalah sebagai berikut:
- Ketersediaan sumber
daya. Proses digitalisasi koleksi membutuhkan sumber daya, baik manusia sebagai
pelaksana dan juga dana untuk pengadaan scanner dan media penyimpanan,
dan lain sebagainya. Umumnya perpustakaan daerah sudah memiliki kedua hal
tersebut.
- Ketersediaan rujukan. Beberapa
perpustakaan daerah seperti Perpustakaan Daerah DKI Jakarta telah memiliki
layanan digital. Hal ini tentunya akan memudahkan knowledge sharing
antar perpustakaan daerah, mengenai proses dan ketentuan hukum dalam mewujudkan
perpustakaan digital pada masing-masing instansi.
- Profile pemustaka
yang lintas generasi. Pengunjung atau pemustaka perpustakaan daerah lebih
beragam baik dari sisi usia yang mewakili dua generasi besar dengan preferensi
pilihan layanan perpustakaan yang berbeda yaitu layanan fisik dan layanan
daring.
- Peningkatan inklusi
sosial. Meningkatnya fungsi ponsel pintar khususnya dikalangan generasi
milenial dan Z sebagai bagian integral dalam aktivitas mereka sehari-hari,
mengharuskan perpustakaan untuk bertransformasi ke dalam bentuk digital guna
meningkatkan peran inklusi sosial perpustakaan dalam membentuk mencerdaskan dan
mensejahterakan masyarakat.
Tantangan yang Dihadapi
Beberapa
tantangan yang mungkin dihadapi dalam mewujudkan layanan perpustakaan digital
pada perpustakaan daerah antara lain:
- Dukungan pemerintah daerah. Tidak semua
pemerintah daerah memiliki kelonggaran dalam mengelola anggaran karena
keterbatasan dana. Hal ini menyebabkan pengembangan perpustakaan daerah bukan
prioritas.
- Kesiapan pustakawan daerah. Hadirnya layanan perpustakaan digital dan fisik secara
bersama-sama memberikan beban kerja tambahan kepada pustakawan. Layanan digital
menuntut pustakawan memahami teknologi informasi yang terlibat di dalam layanan
tersebut. Diperlukan kesiapan dan kemauan pustakawan daerah untuk mengikuti
pelatihan mempelajari hal-hal baru. Faktor technology gap dan usia
mungkin berpengaruh.
Peran Perpustakaan Nasional

Sumber: Paparan Kerja Perpusnas 19 Januari 2022
Kesimpulan dan Saran
Percepatan kehadiran layanan perpustakaan digital
merupakan bagian dari menyongsong Era Masyarakat 5.0. Perpustakaan-perpustakaan
daerah yang saat ini berjumlah 34 perpustakaan provinsi dan 496 perpustakaan
kota/kabupaten diharapkan mampu menjadi initiator terwujudnya layanan tersebut.
Dengan dukungan pemerintah daerah, Perpusnas, dan peningkatan
infrastruktur telekomunikasi nasional seperti pembangunan Tol Langit Palapa
Ring, dan ketersediaan infrastruktur cloud nasional, memungkinkan
terbentuknya Perpustakaan Digital Terpusat, dimana nantinya
perpustakaan-perpustakaan di Indonesia terhubung. Dengan peraturan
perundang-undangan yang jelas mengenai hak cipta karya yang didigitalkan, dan
penerapan standar protokol nasional untuk pengelolaan perpustakaan digital, maka
harapan terwujudnya Ekosistem Digital Nasional akan semakin nyata.
* Ryan Faathir
Hokiarta. Mahasiswa Jurusan Ilmu Informasi dan Perpustakaan Fakultas Ilmu
Sosial dan Politik, Universitas Airlangga
Daftar Pustaka
Junaida. (2016).
Perpustakaan Sebagai Pusat Sumber Informasi. Jurnal Iqra’, 02(01),
44–52.
Perpustakaan Nasional RI. (2022). Paparan
Kepala Perpustakaan Nasional RI Pada Rapat Dengar Pendapat Dengan Komisi X DPR
RI.
https://berkas.dpr.go.id/akd/dokumen/K10-43-e1ff019c30d9d618a2d583cebb401166.pdf
Putranto, M. T. D., & Husna, J.
(2015). Proses Digitalisasi Koleksi Deposit Di UPT Perpustakaan Daerah Jawa
Tengah. Ilmu Perpustakaan, 4(3), 2.
https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jip/article/view/9736
Republik Indonesia. (1990). Undang-Undang Republik
Indonesia nomor 4 tahun 1990 tentang Serah-Simpan Karya Cetak dan Karya Rekam
(pp. 1–14).
Sabarina, A. A. (2018). Sarana dan
Prasarana di Perpustakaan Institut Agama Islam Negeri Pontianak. Perpustakaan FKIP Untan Pontianak, 1–8. https://jurnal.untan.ac.id/index.php/jpdpb/article/viewFile/29541/75676579137
Subrata, G. (2009). Perpustakaan
Digital. Pustakawan Perpustakaan UM, 10(2), 1–11.
http://library.um.ac.id/images/stories/pustakawan/kargto/Perpustakaan
Digital.pdf
Sutoto, I. (2020). Percepatan Digitalisasi
Koleksi Perpustakaan Sebagai Solusi Bagi Perpustakaan FH UII Dalam Menghadapi
Pandemi Covid-19. Buletin Perpustakaan, 4(3), 143–156.
https://journal.uii.ac.id/Buletin-Perpustakaan/article/view/17803
Sutrisno, A. (2018). Revolusi Industri
4.0 dan Berbagai Implikasinya. Jurnal Tekno Mesin, 5(1), 5–7.