Perpustakaan Interaktif : Paradigma Baru Layanan Membaca di Perpustakaan Pasca-Pandemi Covid-19

Sumber Gambar :

Perpustakaan Interaktif : Paradigma Baru Layanan Membaca di Perpustakaan Pasca-Pandemi Covid-19

 

Oleh : Mahbudin, S.Pd.I, M.Pd*

Layanan perpustakaan satu arah tidak lagi relevan untuk mengakomodasi kebutuhan generasi saat ini.  

 

Pada fase awal pandemi Covid-19, ketika perpustakaan terlarang untuk membuka layanan klasikal, penulis merintis layanan perpustakaan virtual. Layanan ini adalah sebuah upaya agar pemustaka tetap mendapatkan akses sumber bacaan berkualitas meskipun tidak dapat datang langsung ke perpustakaan.

            Layanan perpustakaan virtual ini berupa kumpulan E-Book yang telah diseleksi sesuai dengan kebutuhan, minat dan level SLTP yang kemudian diolah dengan aplikasi dan dilayankan melalui jejaring sosial dan laman resmi sekolah. Penjelasan layanan perpustakaan virtual ini dapat dilihat di tulisan terdahulu penulis di laman ini melalui tautan berikut: https://dpk.bantenprov.go.id/Layanan/topic/375   

            Perpustakaan virtual ini cukup membantu siswa dalam menemukan sumber bacaan bermutu namun belum mampu secara signifikan mendorong mereka untuk membaca. Hal ini karena koleksi bacaan baru sebatas E-Book yang cenderung kaku dan terkadang terkendala masalah jaringan internet dan keterbatasan gawai. Selain itu, pustakawan juga tidak dapat mengetahui secara real time jumlah pengakses koleksi E-Book dan data pemustaka yang telah menuntaskan sebuah bacaan.

            Hal semacam ini seperti umumnya perpustakaan, baik konvensional maupun virtual (digital), layanan perpustakaan yang ada sebagian besar masih bersifat satu arah, dimana pustakawan bertanggungjawab sebagai penyedia bahan bacaan dan pemustaka sebagai pengguna layanan perpustakaan. Selesai sampai sampai di situ. Tidak ada komunikasi terstruktur dua arah antara pustakawan dan pemustaka yang memungkinkan keduanya saling memberikan feed back (umpan balik) untuk mengakomodasi keinginan masing-masing. Padahal layanan perpustakaan satu arah tidak lagi relevan untuk mengakomodasi kebutuhan generasi saat ini.  

            Untuk menjawab sejumlah kekurangan tersebut dan sebagai langkah akomodatif dari layanan perpustakaan virtual dan konvensional yang telah ada ini, penulis kemudian mengembangkan konsep layanan perpustakaan interaktif.

Konsep perpustakaan interaktif ini adalah layanan membaca di perpustakaan baik membaca koleksi buku cetak (layanan perpustakaan konvensional) maupun membaca koleksi E-Book (layanan perpustakaan virtual), yang bersifat dua arah untuk mengakomodasi kebutuhan pemustaka dan pustakawan sehingga terjadi harmoni simbiosis mutualisme.

Secara umum, kebutuhan pemustaka saat ini adalah adanya akses yang mudah dan cepat pada sumber bacaan bermutu dan menyenangkan. Layanan yang berorientasi pada practicality (sederhana dan tidak ribet), flexibility (bisa dilakukan kapan saja dan dimana saja), dan speed (kecepatan) yang dibutuhkan oleh pemustaka saat ini.  

Pemustaka juga perlu diberikan aktifitas pasca-membaca untuk mendorong semangat membacanya. Kegiatan tindaklanjut dari membaca ini dapat dilakukan dalam banyak variasi, seperti bermain peran, story telling, quiz, dan masih banyak lagi aktifitas menyenangkan lainnya yang bisa menambah semangat membaca. Satu hal penting yang harus digarisbawahi adalah aktifitas pasca-membaca ini harus menyenangkan dan menantang, bukan seperti ujian pengetahuan. Willy & Jacob (2007) menyatakan bahwa aktifitas pasca-membaca berperan penting dalam kegiatan membaca ekstensif. “Postreading activities have important role in extensive reading.”

Hal senada juga diungkapkan Yu (1993) yang menyatakan bahwa aktifitas singkat pasca-membaca penting dilakukan untuk memonitor kemajuan membaca. “Postreading tasks may not be needed for students who are already good readers, but for most of our students who have not developed good reading habits, short post-reading activities can be very useful tool for teachers and students to monitor progress.”  

Selain itu, pemustaka generasi saat ini juga akan lebih termotivasi jika bacaan yang telah ia tuntaskan mendapatkan  “pengakuan” berupa legalitas formal atau informal dari perpustakaan penyedia layanan untuk kepentingan eksistensi diri baik di lingkungannya terlebih di media sosialnya.

Sedangkan pustakawan juga membutuhkan feed back yang cepat dan real time berupa statistik pengguna layanan perpustakaan dan persepsinya terhadap koleksi bacaan yang dilayankan.

Dari latar belakang inilah perpustakaan interaktif kami dibangun sebagai paradigma baru layanan membaca di perpustakaan. Meski pandemi ini belum berakhir, namun seiring dengan semakin terkendalinya penyebaran Covid-19 di berbagai daerah di tanah air sebagaimana instruksi presiden RI yang membolehkan tidak menggunakan masker di luar ruangan pada tanggal 17 Mei 2022 lalu, kami telah mempersiapkan layanan perpustakaan pasca-pandemi Covid-19. Kami meyakini layanan perpustakaan pasca-pandemi tidak akan lagi sama dengan pra-pandemi Covid-19.

Berikut ini penulis sampaikan gambaran umum perpustakaan interaktif kami yang terdiri atas dua jenis: virtual yaitu layanan koleksi elektronik  dan klasikal yaitu layanan buku cetak.

Layanan perpustakaan virtual interaktif kami yaitu koleksi perpustakaan yang terdiri atas E-Book, Video, dan Website Edukatif yang di dalamnya terdapat tautan untuk pengisian feed back pemustaka. Bukti feed back tersebut adalah berupa stiker resmi dari perpustakaan yang terkirim secara otomatis ke email pemustaka.

 Gambar tautan untuk isian feed back pemustaka pada koleksi virtual. Gambar dilampirkan pada bagian akhir e-book.           

 

  Stiker dari perpustakaan yang terkirim otomatis ke e-mail pemustaka setelah pengisian feed back.

 

 Isian feed back pemustaka ini berisi biodata singkat dan persepsi pemustaka terhadap koleksi perpustakaan yang ia dapatkan. Persepsi pemustaka diperoleh dari pertanyaan sederhana seperti: Bagaimana menurutmu isi buku/video/website ini? Apakah kamu suka? Mengapa/Mengapa tidak?

Layanan perpustakaan klasikal interaktif kami yaitu koleksi perpustakaan yang terdiri atas buku fiksi dan nonfiksi cetak (tidak termasuk buku pelajaran) yang di bagian akhir buku dilampirkan tautan untuk pengisian feed back. Sama halnya dengan perpustakaan virtual interaktif, bukti feed back tersebut juga berupa stiker resmi dari perpustakaan yang terkirim secara otomatis ke email pemustaka.

 Gambar Barcode untuk pengisian feed back pemustaka pada koleksi cetak yang dilampirkan pada bagian akhir buku cetak.

 

  Dari hasil wawancara, perpustakaan interaktif ini dapat meningkatkan motivasi pemustaka untuk membaca lebih banyak. Hal yang paling menarik dari konsep perpustakaan virtual ini menurut mereka adalah adanya stiker dari perpustakaan karena dianggap unik dan dapat menjadi kebanggaan diri.

Konsep perpustakaan interaktif ini juga dapat dijadikan oleh pustakawan sebagai salah satu parameter penentuan duta baca. Pemustaka dengan jumlah koleksi stiker perpustakaan paling banyak dapat dinominasikan sebagai duta baca.

Sebagai penutup dari artikel ini, penulis ingin kembali mengingatkan kita semua bahwa revolusi industri 4.0 dan pandemi Covid-19 telah mengakselerasi perubahan paradigma interaksi sosial kemasyarakatan. Perpustakaan harus terus beradaptasi dan berinovasi untuk meningkatkan kualitas layanan. Karena layanan yang tidak terintegrasi teknologi yang menghindarkan dari asas practicality, flexibility, dan speed akan segera ditinggalkan.  

  

*Penulis adalah Kepala Perpustakaan MTsN 1 Pandeglang

 

 

 


Share this Post