Profesi Pustakawan: Antara Kenyataan dan Harapan

Sumber Gambar :

Iir Nirmalaningsih*

Google can bring you back 100.000 answers, A librarian can bring you back the right one” (Neil Gaiman)

Pendahuluan

Mulai tahun ini, pada setiap tanggal 7 Juli, diperingati sebagai Hari Pustakawan sebagai momen refleksi atas dedikasi peran penting pustakawan dalam mengelola perpustakaan dan melayani pemustaka. Namun pada tanggal 25 Juni 2025 kemarin diterbitkan Surat Keputusan Mentri Pendidikan Dasar dan Menengah Republik Indonesia Nomor 81/M/2025 tentang Penetapan Hari Pustakawan Indonesia. Sejarah ditetapkannya Hari Pustakawan pada tanggal 7 Juli  tidak bisa dilepaskan dari pendirian Ikatan Pustakawan Indonesia (IPI). IPI adalah organisasi profesi pustakawan di Indonesia yang didirikan pada tanggal 7 Juli 1973 pada kongres Pustakawan Indonesia yang diselenggarakan di Ciawi, Bogor pada tanggal 5-7 Juli 1973. Sejalan dengan itu, pada tahun 1990 Kepala Perpusnas Mastini Hardjoprakoso, menetapkan tanggal 7 Juli sebagai hari Pustakawan di Indonesia.

Streotip Terhadap Pustakawan

Apa yang ada dibenak anda ketika mendengar istilah pustakawan?. Penjaga buku, sosok yang pendiam, galak, kaku, gaptek alias gagap teknologi, bahkan konservatif. Begitulah tanggapan masyarakat mengenai  pustakawan. Istilah pustakawan kurang populer, lebih sering menyebutnya orang yang menjaga buku atau penjaga perpustakaan. Padahal pekerjaan pustakawan bukan hanya sekedar menjaga buku, tetapi lebih kepada menjaga peradaban.

Kerja sebagai “penjaga buku perpustakaan” juga sebenarnya tidak salah, karena memang bekerjanya di perpustakaan yang salah satu koleksinya berupa buku. Bukan hanya sekedar menjaga dengan duduk di belakang meja, tetapi menjaga agar perpustakaan selalu “hidup” dan kebutuhan informasi pemustaka (pengguna perpustakaan) dapat terpenuhi hingga merasa puas akan pelayanan perpustakaan.

Profesi Pustakawan

Pustakawan menurut Undang-undang No. 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan pasal 1 ayat (8), bahwa pustakawan adalah seseorang yang memiliki kompetensi yang diperoleh melalui pendidikan dan/atau pelatihan kepustakawanan serta mempunyai tugas dan tanggung jawab untuk melaksanakan pengelolaan dan pelayanan perpustakaan. Dilihat dari peran dan tugas sebenarnya sebagai pustakawan, pekerjaannya tidaklah mudah. Seorang pustakawan juga harus mempunyai keterampilan dan ilmu khusus dalam mengelola perpustakaan. Disamping itu juga pustakawan memiliki tanggung jawab dalam meningkatkan kecerdasan masyarakat melalui bacaan, juga harus mempunyai kemampuan kompetensi dalam mengembangkan, mengolah, melayani dan mempromosikan bahan pustaka kepada pemustaka. Juga segala esensi aktivitas yang ada di perpustakaan.

Awal pengakuan pemerintah Indonesia terhadap profesi pustakawan dapat dianggap sejak diselenggarakannya di Indonesia Kursus Ahli Perpustakaan (Pendidikan yang siswanya berijazah SMA pada waktu itu, sekitar tahun 1953). Pendidikan inilah yang merupakan cikal bakal Jurusan Ilmu Perpustakaan Fakultas Sastra Univeritas Indonesia sekarang. Dengan diadakannya pendidikan khusus ini, secara langsung pekerjaan perpustakaan sudah diakui sebagai profesi, bahkan sebagai ilmu.

Menurut Sulistyo Basuki, untuk menentukan apakah pustakawan itu termasuk sebagai profesi atau bukan, maka perlu memahami terlebih dahulu persyaratan  untuk dapat disebut sebagai profesi. Secara umum syarat sebagai profesi adalah adanya pengetahuan, dan keterampilan khusus; pendidikan profesi; magang; kemandirian; kode etik; organisasi profesi; perilaku profesional; standar profesi; budaya profesi; dan komunikasi profesi. Hal senada juga menurut Purnomo (2013), pustakawan dianggap profesi karena sebagaian besar memiliki kriteria, yaitu: memiliki lembaga pendidikan baik pendidikan formal maupun non formal; memiliki organisasi profesi; memiliki kode etik; memiliki majalah ilmiah; dan memiliki tunjangan profesi.

Kode Etika Pustakawan

Kode etik adalah sistem norma, nilai dan aturan profesional tertulis yang secara tegas menyatakan apa yang benar dan baik serta apa yang tidak benar dan tidak baik bagi profesional. Tujuan kode etik agar profesional dalam memberikan jasa sebaik-baiknya kepada pemakai. Adanya kode etik akan melindungi perbuatan yang tidak profesional. (Sulistyo, 1993). Suwarno mengemukakan bahwa kode etik pustakawan adalah seperangkat aturan atau norma yang menjadi standar tingkah laku yang berlaku bagi profesi pustakawan dalam rangka melaksanakan kewajiban profesionalnya di dalam kehidupan masyarakat.

The American Library Association (ALA) dalam Suwarno (2016) memberikan rambu-rambu kompetensi dalam kode etiknya, yang bertujuan bahwa kode etik sesungguhnya mengarahkan pustakawan untuk mencapai hal sebagai berikut: (a) Kecakapan profesional, yaitu bekerja keras untuk memelihara kecakapan dan mengembangkan pengetahuan dan keterampilan, (b) Kerjasama, jujur, adil dan menghormati kepentingan orang lain, (c) Bekerja secara profesional, membedakan kepentingan pribadi dengan kewajiban profesi, serta memberikan yang terbaik bagi pengguna dalam bidang informasi, (d) Menghormati hak-hak orang lain, mengakui karya orang lain, dan menjunjung tinggi harkat dan martabat semua orang.

Dalam Undang-undang Nomor 43 tahun 2007 tentang perpustakaan pasal 36 ayat 1, kode etik pustakawan berupa norma atau aturan yang harus dipatuhi oleh setiap pustakawan untuk menjaga kehormatan, martabat, citra, dan profesionalitas. Dengan adanya kode etik pustakawan ini, diharapkan pustakawan dapat bekerja secara profesional demi kepentingan masyarakat pengguna informasi.

Harapan Pustakawan

            Pustakawan (librarian) adalah pelaku informasi baik langsung maupun tidak langsung. Profesi ini menuntut adanya upgrade ilmu yang dimiliki seorang pustakawan. Dalam hal ini sudah semestinya pustakawan lebih bergairah untuk selalu belajar dan memperkaya diri dengan ilmu pengetahuan yang terus berkembang. Jangan sampai ada istilah pustakawan mati di gudang ilmu (Buku-buku dan informasi lain) tidak mengelola wawasan yang baik, sementara setiap harinya bergaul dengan banyak ilmu. (Suwarno, 2009)

            Pustakawan juga harus mengikuti sertifikasi pustakawan. Salah satu tujuan sertifikasi pustakawan yaitu membantu pustakawan meyakinkan kepada perpustakaan di mana dia bekerja, juga kepada pemustaka bahwa dirinya kompeten dalam bekerja dibidangnya. Hasilnya nanti pustakawan semakin berkualitas dan berimbas pada peningakatan pelayanan perpustakaan. Dengan adanya sertfikasi pustakawan ini menunjukan bukti pengakuan tertulis atas kompetensi kerja yang dikuasainya. Akan tetapi sampai saat ini masih banyak pustakawan yang enggan mengikuti uji kompetensi ini, salah satunya dikarenakan tidak adanya tunjangan sertifikasi sebagaimana profesi lainnya.

Sudah saatnya pustakawan bergerak aktif, bukan hanya fokus pada pekerjaan rutin teknis mereka: memilih koleksi, mengolah koleksi, melayani pemustaka, menyebarluaskan bahan pustaka, sehingga tenggelam di belakang meja dengan tumpukan buku, bahkan “terkurung” dalam ruangan yang sempit. Tetapi, pustakawan sudah saatnya mengekspresikan diri sebagai media informasi (jembatan informasi kepada pemustaka), lebih aktif dan kreatif dalam mengelola informasi yang berbasis teknologi.

Pustakawan harus berupaya mempertahankan keunggulan kompetensi setinggi mungkin dan berkewajiban mengikuti perkembangan jaman. Pustakawan tidak hanya bisa mengkatalog, mengindeks, mengolah koleksi dan melayani pemustaka saja, akan tetapi harus mempunyai nilai tambah karena informasi dan teknologi terus berkembang. Selain itu pustakawan juga ikut serta aktif diorganisasi profesi yang menaunginya yaitu Ikatan Pustakawan Indonesia (IPI). Atau menjadi anggota organisasi perpustakaan dan pustakawan, seperti: Forum Perpustakaan Perguruan Tinggi (FPPTI), Asosiasi Tenaga Perpustakaan Sekolah Indonesia (ATPUSI), atau Sarjana Ilmu Perpustakaan dan Informasi Indonesia (ISIPII).

Penutup

Jadi, pustakawan (librarian)  itu orang  yang  mempunyai kompetensi khusus pada bidang perpustakaan (kepustakawanan), mempunyai tugas dan tanggung jawab mengelola dan memberikan layanan informasi kepada pemustaka (pengunjung perpustakaan). Sebagai seorang pustakawan, kita dituntut harus mengikuti perkembangan jaman terutama dalam hal teknologi informasi (IT). Harus aktif, kreatif dan dinamis dalam upaya pengembangan diri demi terciptanya penyelenggaraaan perpustakaan yang berorientasi kepada kepuasan pemustaka dalam memenuhi kebutuhan informasinya secara cepat, tepat dan akurat.

Sudah saatnya paradigma pustakawan berubah dari pasif ke aktif. Pustakawan juga bersikap ramah dengan senyuman (service with smile) kepada pemustaka. Tantangan pustakawan di masa mendatang semakin kompleks, oleh karena itu pustakawan harus mengembangkan diri agar berkualitas dan lebih berkompeten dibidangnya. Peran dan tanggung jawab pustakawan menjadi tolak ukur berhasil tidaknya kegiatan perpustakaan terhadap pemustaka.

Akhirnya, selamat Hari Pustakawan Indonesia. Semoga pustakawan Indonesia khususnya di Banten terus berkembang, berinovasi, semakin dihargai dan mampu menguasai teknologi iformasi, bertansformasi dan beradaptasi dalam menghadapi tantangan di era yang serba digital saat ini.

*Pustakawan Universitas La Tansa Mashiro

Sumber Referensi

1. PD-IPI JABAR.Dinamika Informasi Dalam Era Global. Bandung: Remaja Rosda Karya, 1998

2.Purnomo. Profesi Pustakawan Menghadapi Tantangan Perubahan. Yogyakarta: Graha Ilmu, 2013

3. Sulistyo Basuki. Pengantar Ilmu Perpustakaan. Jakarta: Gramedia, 1993

4.Undang-undang Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan

5.Suwarno,Wiji. Psikologi Perpustakaan. Jakarta: Sagung Seto, 2009

6. ----------------. Library Life Style: Trend dan Ide Kepustakawanan.Yogyakarta: Lembaga Ladang Kata, 2016


Share this Post