Rhinos Go To School : Program Literasi Lingkungan dalam Upaya Konservasi Badak Jawa
Sumber Gambar :Oleh : Eni Nuraeni, M.Si*
Badak jawa (Rhinoceros sondaicus) merupakan spesies paling langka diantara lima spesies badak yang ada di dunia sehingga dikategorikan sebagai critically endangered dalam Red List Data Book yang dikeluarkan oleh IUCN. Badak jawa juga terdaftar dalam Appendix 1 Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES) sebagai jenis yang jumlahnya sangat sedikit di alam dan dikhawatirkan akan punah. Badak jawa juga diklasifikasikan sebagai jenis satwa dilindungi berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Tumbuhan dan Satwa Liar. Kelangkaannya menjadikan satwa ini menjadi prioritas pertama untuk diselamatkan dari ancaman kepunahan. (menlhk.go.id).
Secara alami badak jawa tidak mampu mempertahankan eksistensinya dalam jangka panjang, karena populasi tersebut terancam oleh banyak hal, seperti penyakit, bencana alam, dan keterbatasan pakan (Haryadi, 2012). Hal ini diperparah dengan adanya invasi langkap (Arenga obtusifolia) yang berpotensi semakin mengurangi pakan badak, kompetisi dengan banteng yang juga terdapat di Ujung Kulon, dan pembukaan lahan oleh manusia yang dapat semakin mengurangi habitat dari badak jawa (Evnike, 2013).
Selain faktor-faktor itu, kekhawatiran ini juga diperkuat oleh karakter perkembangbiakan badak jawa itu sendiri. Spesies ini terkenal sebagai “slow breeders” atau perkembangbiakan lambat. Padahal disisi lain badak jawa termasuk satwa besar yang membutuhkan daerah jelajah dan pergerakan yang luas.
Badak jawa merupakan salah satu hewan endemik provinsi Banten, tepatnya di Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK) yang berada di Desa Ujung Jaya, Kecamatan Sumur, Kabupaten Pandeglang. TNUK berada sangat dekat dengan Anak Krakatau yang aktif dan berada pada pertemuan lempeng Benua (Eurasia dan Indonesia-Asutralia). Pada tahun 2018, terjadi bencana Tsunami, yang menguncang daerah ini. Desa Ujung Jaya menjadi salah satu daerah yang terkena dampak dari Tsunami, keberadaan hewan di TNUK pun menjadi terancam akibat bencana ini.
Kondisi badak jawa sebagai salah satu hewan endemik dan berstatus langka, tidak cukup sebatas informasi lokal, akan tetapi informasi ini perlu diketahui oleh masyarakat umum khususnya para pelajar. Pengenalan badak sebagai fauna endemik Banten perlu adanya sentuhan dunia pendidikan, sebagai muatan lokal dalam kurikulum pendidikan lingkungan hidup, baik di tingkat SD, SMP, maupun SMA.
Kurikulum sebagai otak dari pendidikan, sangat berperan serta dalam membentuk pola pikir masyarakat. Dalam dunia pendidikan, kurikulum menjadi hal yang sangat penting. Tanpa adanya kurikulum yang tepat, para peserta didik tak akan memperoleh target pembelajaran yang sesuai. Seiring berkembangnya zaman kurikulum dalam dunia pendidikan pun terus mengalami perubahan.
Kurikulum merupakan semua upaya yang diadakan dan dilakukan oleh pihak sekolah untuk menstimulus peserta didik belajar, baik belajar di dalam kelas, di halaman sekolah, maupun ketika berada di luar sekolah. Menurut Direktorat Sekolah Dasar, Kurikulum Merdeka adalah kurikulum dengan konsep intrakurikuler yang beragam dimana konten akan lebih optimal agar peserta didik memiliki cukup waktu untuk mendalami konsep dan menguatkan kompetensi. Penguatan kurikulum merdeka yang berbasis lokal dapat mengintegrasikan konsep lingkungan sekitar. Dengan adanya kurikulum merdeka ini, para peserta didik diharapkan mempu mengenal lingkungan sekitar.
Literasi lingkungan dapat menjadi bagian dari konten kurikulum merdeka. Literasi lingkungan merupakan sikap sadar untuk menjaga lingkungan agar tetap terjaga keseimbangannya. Sikap sadar tersebut diartikan juga sebagai sikap melek lingkungan, bukan hanya memiliki pengetahuan terhadap lingkungan tetapi juga memiliki sikap kepedulian dan mampu memberikan solusi atas isu-isu lingkungan. Siswa sebagai bagian dari masyarakat yang disiapkan sebagai generasi penerus dan agen perubahan perlu dibekali kemampuan literasi lingkungan.
Pendidikan lingkungan menjadi bagian integral dari upaya global untuk melestarikan alam dan menciptakan masyarakat yang peduli terhadap lingkungan. Salah satu inovasi menarik yang muncul sebagai implementasi kurikulum merdeka dalam konteks pendidikan lingkungan adalah program "Rhinos Go to School (RGS)" Program ini tidak hanya membawa perubahan dalam paradigma pembelajaran, tetapi juga memberikan dampak positif terhadap upaya konservasi dan kepedulian terhadap satwa liar.
RGS merupakan salah satu program rutin yang digagas oleh Balai Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK) dengan tujuan memberi informasi kepada siswa sekolah di daerah penyangga kawasan Taman Nasional Ujung Kulon terkait badak jawa dan pengelolaan lainnya yang dilakukan oleh Balai Taman Nasioanl Ujung Kulon. Kegiatan RGS yang dilaksanakan pihak TNUK pada tahun 2023 bekerjasama dengan pihak LP2M UIN SMH Banten dan Yayasan Planet Urgensi Indonesia.
Sebagai salah satu program literasi lingkungan, kegiatan RGS memberi dampak positif terhadap upaya konservasi badak jawa. Dalam kegiatan RGS ini, para pelajar diberikan wawasan terkait badak, dari para penyuluh kehutanan TNUK dan narasumber. Kegiatan dikemas secara interaktif, mulai dari pretes, tanya jawab, hingga game, dan berakhir dengan dilakukan posttes.
Konten pengetahuan hewan langka dalam literasi lingkungan sangat penting karena dapat menjadi simbol dan fokus dalam upaya pelestarian lingkungan. Literasi lingkungan berperan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap pentingnya keberadaan hewan langka dalam menjaga kesimbangan ekosistem.
Selain itu, konten pengetahuan tentang hewan langka menjadi titik masuk diskusi peserta didik tentang kerusakan dan perubahan iklim, Dengan penggunaan media kampanye literasi lingkungan yang menarik diharapkan dapat membantu meningkatkan pemahaman tentang ancaman yang dihadapi oleh spesies tertentu dan habitat mereka dalam hal ini badak jawa.
Tentu saja upaya untuk konservasi tidak cukup sebatas narasi, tetapi dibutuhkan aksi nyata dari berbagai pihak, diantaranya pelajar. Pelajar sebagai agen perubahan berada di garda terdepan dalam aksi konservasi badak jawa. Upaya konservasi dapat dilakukan dalam sebuah kampanye hijau. Keberadaan badak jawa ini dapat menjadi sasaran kampanye pelestarian hewan langka di tingkat pelajar dan pemerhati lingkungan.
Menggunakan gambar dan cerita hewan-hewan ini dalam program literasi lingkungan seperti RGS dapat membantu menggerakkan masyarakat untuk mendukung upaya pelestarian ataupun menyumbangkan dana kegiatan program. Informasi terkait habitat, perilaku hidup, dan keberadaan populasi badak jawa dapat menjadi subjek pembelajaran yang menarik. Tujuan dari program literasi ini memberikan wawasan yang mendalam tentang ekosistem dan interaksi manusia dengan lingkungan.
Sering muncul pertanyaan dikalangan para pelajar dan masyarakat, seberapa penting keberadaan badak jawa bagi kita? Hewan langka acapkali menjadi representasi dari keanekaragaman hayati. Mengetahui tentang keberadaan dan pentingnya hewan-hewan langka dapat meningkatkan kesadaran akan keragaman ekosistem dan betapa pentingnya menjaga keseimbangan ekologi.
Badak jawa merupakan salah satu spesies kunci atau disebut dengan spesies payung. Hilangnya badak jawa, akan memutus rantai ekosistem, sehingga informasi keberadaan badak hanya menjadi sebuah cerita bagi generasi berikutnya. Sebagai salah satu upaya meneruskan rantai ekosistem ini, maka kita dituntut untuk dapat mengkonservasi badak. Dengan menunjukkan ketergantungan manusia pada keberlanjutan lingkungan, literasi lingkungan dapat memotivasi kaum pelajar untuk mengambil langkah-langkah konkret dalam upaya melindungi keberadaan hewan langka ini.
Perburuan liar dan perambahan habitat asli satwa menjadi tantangan dan menjadi perhatian serius bagi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Salah satu upaya yang dilakukan Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem KLHK melalui TNUK, salah satunya ialah pembangunan Javan Rhino Study and Conservation Area (JRSCA). JRSCA merupakan program konservasi yang dibuat dengan tujuan untuk meningkatkan jumlah populasi badak jawa, sehingga masuk pada tingkat viable, dan diharapkan suaka tersebut dapat dimanfaatkan menjadi pusat pengetahuan tentang badak jawa serta menjadi pusat pemeliharaan dan pemindahan/translokasi badak jawa.
Program ini mengembangkan teknik konservasi eksitu, serta mengembangkan ekowisata berbasis kemitraan masyarakat, pemerintah, dan dunia usaha. Selain itu, rencana JRSCA juga menjadi wadah studi dan riset bagi para peneliti dan rencana selanjutnya akan dibuat suaka badak jawa sebagai warisan generasi mendatang untuk kepentingan penelitian dan edukasi. Melalui program ini, diharapkan badak dapat mengalami translokasi, sehingga masyarakat dapat melihat bentuk asli dari badak. Dalam proses translokasi ini, banyak pihak yang terlibat, diantaranya para akademisi, pelajar, NGO, serta masyarakat setempat. Kegiatan translokasi ini, pernah dilakukan di negara lain, seperti di India, Nepal, dan beberapa negara di benua Afrika. Upaya pelestarian tumbuhan dan hewan endemik langka dapat dilakukan dengan melakukan kegiatan memonitor habitat aslinya, pengembangbiakan hewan eksitu maupun insitu, melarang dan memberikan hukuman untuk penebangan tumbuhan dan pemburuan hewan langka, menjaga area konservasi dari kedatangan hewan invasif dan menghindari penanaman tumbuhan invasif di area konservasi yang dapat menggangu, bahkan merusak keseimbangan eksosistem alaminya (Shofiany & Arsandrie, 2022).
Akhirnya melalui program literasi lingkungan seperti Rhinos Go to School diharapkan dapat memotivasi banyak orang khususnya generasi muda untuk mengambil langkah-langkah konkrit dan terlibat dalam program-program konservasi dalam untuk melindungi hewan-hewan langka dan habitat mereka. Kita dapat membangun pemahaman yang lebih baik tentang urgensi pelestarian alam dan mendorong tindakan kolektif untuk melindungi lingkungan hidup bagi generasi mendatang.
*Penulis adalah Pengampu Ekologi UIN SMH Banten