Selamatkan Anak-anak dengan Aksi Literasi

Sumber Gambar :

Selamatkan Anak-anak dengan Aksi Literasi

Oleh: Munawir Syahidi*

 

Dunia tekhnologi informasi hari ini merambah bukan hanya media televisi, bahkan nyaris televisi sekarang terkesan tidak seasyik dulu, saat televisi satu-satunya hiburan yang ada setelah radio. Jika kita perhatikan generasi kelahiran 90an masih menikmati siaran televisi sebagai barang mewah, apalagi di kampung tidak semua keluarga punya televisi. Generasi ini, adalah generasi yang beruntung, hampir menikmati semua masa kemajuan tekhnologi informasi. Televisi dari yang hitam putih sampai LED, dari telpon umum sampai smartphone tercanggih, generasi 90an mengalaminya. Masa anak-anak generasi 90an diarnai dengan banyak hal yang asyik dan menakjubkan, bermain dihalaman, di saah di sungai masih sering dilakukan. Menonton televisi dilakukan terkadang hanya hari minggu untuk jenis film tertentu.

Pola asuh orang tua juga berbeda karena memang pendidikan orang tua yang menentukan, pada generasi ini anak yang senang berman diluar rumah adalah anak yang terkesan kurang baik, terbalik dengan anak-anak generasi sekarang, orang tua menyuruh anaknya untuk bermain secara fisik dan membatasi anak-anak di rumah karena pasti yang dikerjakan anak adalah bermain smartphone, bak bermain game atau menonton youtube. Maka dalam setiap generasi peran orang tua selalu menjadi penting. Ibu adalah madrasah pertama bagi anak-anaknya.

Bisakah kita menstimulasi anak untuk membaca? Mengingat dan memberikan perhatian lebih agar anak-anak yang disebut sebagai generasi Z, generasi yang dilahirkan oleh ibu-ibu milenial, ibu-ibu dan bapak-bapak generasi tahun 90an itu memiliki anak yang disebut generasi Z.

Kita kadang risih jika anak-anak kita terlalu sering bermain smartphone ini biasanya terjadi karena smartphone menjadi barang yang disukai oleh anak-anak usia mulai usia 1 tahunan, lagi-lagi peran orang tua menjadi sangat penting, karena jika dibiarkan anak balita yang kelamaan menggunakan smartphone akan mengalami dampak buruk bagi kesehatan. Kita coba identifikasi anak yang mengalami screen dependency disorder (Ketergantungan pada layar smartphone) – SDD.

Menurut penelitian, anak-anak yang terpapar smartphone atau SDD sedari balita akan berpotensi lebih besar terjadi gangguan otak pada anak, apa saja gejala yang akan anak perlihatkan jika  sudah terkena SDD, diantaranya menjadi agresif dan pemarah jika tidak memegang smartphone atau gadget, dan jika diambil anak akan terlihat kesal marah dan berontak mempertahankan smartphone yang sedang dipegangnya. Bahkan anak cenderung tidak ingin bermain diluar dan menacari cara bahkan berbohong agar dapat semakin lama memegang smartphone, jika gejala itu ada pada anak-anak kita, maka peranan orang tua harus lebih dikuatkan lagi.

Yang lebih parah lagi, jika balita terpapar smartphone sejak dini adalah terjadinya gangguan pada kemampuan berbicara, cenderung lambat bisa berbicara. Berat badan menurun drastis, kurang gizi, insomnia dan gangguan yang lain pada anak.

Bahkan pada beberapa studi ditemukan jika SDD membuat otak anak akan menyusut sehingga mempengaruhi kemampuan mengatur dan mengorganisir sesuatu. Karena otak anak masih berkembang maka mari orang tua lakukan yang terbaik untuk anak-anaknya. Disinilah peran orang tua dalam tumbuh kembang anak.

Menurut Hikari Takeuchi, seorang profesor muda dari Tohoku University Jepang yang menulis Impact of Videogame Play on The Brain’s Microstructural Properties: Cross-sectional and Longitudinal Analyses yang dirujuk oleh Aric Sigman, seorang psikolog Amerika Serikat yang menulis tentang SDD, bermain games selama masa kanak-kanak dapat menyebabkan neuro adaptation (adaptasi saraf) dan neural structural changes (perubahan struktur di daerah saraf) yang terkait dengan kecanduan.

Penulis artikel ini adalah Munawir Syahidi bapak yang lahir tahun 90an, baru memiliki dua anak laki-laki yang keseharian saya adalah mengajar dan berkegiatan literasi, sementara istri saya juga mengajar, anak pertama saya usia 6 tahun sedang sekolah TK di TK Alam Cahaya Aksara, TK yang ada di rumah, karena menjadi bagian dari lembaga Cahaya Aksara, adiknya berusia 2 tahun dan ketika saya dan istri saya tidak ada di rumah maka anak-anak bersama pengasuh, anak-anak lebih banyak dengan anaknya pengasuh usia SLTP.

Setelah saya mempelajari hal yang terjadi dengan anak saya, saya mulai mencoba untuk mendekatkan anak pada aksi literasi, mengajaknya melakukan aktivitas tubuh. Beberapa hal yang bisa dilakukan oleh orang tua untuk menyelamatkan anak-anak dari kecanduan smartphone.

1.      Membuat lingkungan yang baik untuk anak-anak.

Disadari atau tidak lingkungan menentukan  tumbuh kembang anak, lingkungan yang baik akan menentukan tumbuh kembang anak, misal, jika lingkungan sekitar rumah adalah anak-anak yang pecandu smartphone maka hal utama yang harus diubah sedikit demi sedikit adalah lingkungannya, coba berkomunikasi dengan orang tua yang lain agar mau melakuan kegiatan bersama yang menjauhkan anak-anak dari kecanduan smartphone, misalnya membuat taman bacaan masyarakat, klub baca atau klub bermain yang diarahkan pada kegiatan positif. Mengajak anak-anak untuk beraktivitas fisik yang memacu berkembangnya saraf motorik anak.

2.   Membiasakan tidak memegang smartphone ketika ada anak-anak, kita tahu anak-anak yang menginginkan bermain smartphone dimulai dari orang tua yang selalu sibuk dengan smartphone, sehingga anak mau memegang smartphone dan akhirnya kecanduan dan mendekati gejala SDD.

3.   Mualailah dengan menjadi pendongeng untuk anak-anak, sebenarnya anak-anak suka mendengarkan dan melihat yang dilakukan oleh orang tua, misal ketika kita mencoba mendongengkan sesuatu kepada anak-anak, maka awal anak akan terliha acuh, akan tetapi jika terus menerus anak akan tertarik dan meminta kita membacakan dongeng atau mendongeng bebas, nanti pada bagian yang lan akan saya berikan tips, cara orang tua menjadi pendongeng untuk anak-anak.

4.      Belilah mainan edukasi yang bersifat  fisik untuk memacu kreatifitas anak, misal bermain lego atau bahkan bermain kertas, atau bermain pasir dan daun-daun dengan bimbingan orang dewasa.

5.    Belilah buku yang dapat menstimulus ingatan anak-anak, misal membeli buku dari penerbit Rabbit Hole yang menyediakan buku untuk bayi dan anak-anak. Pengalaman saya membacakan buku untuk anak saya yang berusia dua tahun itu cukup mengesankan, anak dapat mengingat gambar yang ada pada buku tersebut, misal ibu memasak, bangun tidur dll. Pada serial buku dari bahan kain dan busa berjudul Hoam terbitan Rabbit Hole.

Demikian aksi literasi yang bisa kita lakukan untuk menyelamatkan anak-anak dari ketergantungan smartphone. Tentu masih banyak cara, dan yang terpenting adalah kesadaran dan komitmen orang tua untuk menjaga kesehatan otak anak-anak dari ketergantungan smartphone.

 

*Pengelola TBM Cahaya Aksara di Kp.Curug Luhur Waringinjaya Kecamatan Cigeulis Pandeglang-Banten


Share this Post