Siapa Yang Berperan Dalam Minat Baca Anak

Sumber Gambar :

Oleh Ai Bida Adidah*

 Kalau kita perhatikan anak-anak disekitar kita, yang mereka pegang adalah handphone, alat ini mereka pegang bukan untuk komunikasi, tetapi anak-anak itu menonton tayangan youtube atau main game. Celakanya lagi apa yang disuguhkan dalam tayanan tersebut banyak yang disukai anak-anak tanpa melihat apakah tayangan itu memiliki nilai edukasi atau tidak, yang menayangkan tidak memiliki kepentingan apapun selain kepentingan bisnis.

Kesukaan menonton ini merupakan pergeseran budaya yang berkembang di masyarakat kita. Dari budaya lisan-dengar (audio-oral) kepada budaya pandang-dengar (audio-visual). Kalau dulu budaya lisan sangat kental sekali, terlihat ketika setiap malam seorang ibu dengan penuh perhatian mendongeng pada anaknya menjelang tidur dan itulah saat yang dinanti oleh seorang anak setiap malamnya, tetapi sekarang situasinya berbeda, si anak kalau tidak sambil main hp, tidak akan bisa tidur. Situasi semacam ini jika dibiarkan terus menerus akan mempengaruhi minat dan kebiasaan membaca anak.

Minat dan kebiasaan membaca memang tidak bisa tumbuh begitu saja secara instan setelah anak menjadi dewasa. Namun perlu dibiasakan sejak usia dini sehingga dalam hal ini orang tua harus mempunyai peran yang cukup banyak untuk menyisihkan sebagian besar waktunya untuk membiasakan anak membaca.

Peran Keluarga

            Peran dan aktifitas keluarga untuk mendorong minat dan kebiasaan membaca bagi anak-anaknya sangat besar sekali. Ini merupakan kewajiban. Dan apabila hal ini tidak dilakukan sejak dini, dapat mengakibatkan hal-hal yang akan merugikan anak itu sendiri dimasa datang. Aktifitas  dalam keluarga itu juga harus menjadi teladan bagi anak-anaknya, sehingga secara tidak langsung mereka akan meniru kebiasaan-kebiasaan dalam keluarga itu. Pada saat ini dimana produk-produk elektronik (televisi, radio, komputer, dll) sudah merambah berbagai tempat sehingga akses hiburan dapat dijangkau dengan mudah. Kemudahan mendapatkan hiburan semacam itu bisa berpengaruh sangat besar untuk menjauhkan orang dari bahan bacaan.

Sebagai orang tua, kita harus cermat dalam membagi waktu bagi anak-anaknya. Karena pada usia kanak-kanak, keinginan bermain sangat besar. Maka untuk menumbuhkan minat dan kebiasaan membaca di rumah, sejak dini mereka harus disediakan lingkungan yang mendukung terhadap penyediaan kesempatan membaca. Dalam lingkungan ini mereka harus mendapat kesempatan merasakan  bahwa membaca itu adalah suatu kegiatan yang menyenangkan. Begitu pula ketika anak mengerjakan tugas-tugas sekolah atau menginginkan sesuatu dan menyakannya kepada orang tua, maka tindakan orang tua jangan langsung menjawab, tetapi mereka dituntun unuk mencari sendiri informasi dimaksud. Dengan membiasakan anak-anak mencari informasi sendiri penjelasan yang ingin mereka ketahui dari sumber informasi maka sekaligus pula minat baca mereka akan bertambah.

            Untuk mengkondisikan dan menumbuhkan minat dan kebiasaaan membaca anak dalam lingkungannya, maka orang tua memegang peranan yang amat penting sebagai model yang akan ditiru dan diteladani oleh anak-anak dirumah. Tentu kita tidak bijaksana apabila anak-anak diminta untuk membaca buku, sementara orang tua malah asyik nonton sinetron. Salah satu hal yang sangat penting dilakukan untuk mengkondisikan dan menumbuhkan minat baca dan mengurangi kegiatan nonton televisi bagi anak-anak adalah membuat aturan dengan mematikan televisi pada saat jam belajar setiap hari. Pada saat liburan sekolah pun menonton televisi tetap dibatasi berdasarkan waktu yang dapat dirundingkan bersama anak-anak. Karena bagaimanapun juga terlalu banyak menonton televisi dapat melemahkan minat baca anak-anak.

            Selain kasus diatas, anak-anak juga harus didorong untuk mampu mengapresiasi atau membuat rangkuman dari apa yang mereka baca, sehingga nantinya ketika ada permasalahan atau keingintahuan terhadap sesuatu, yang dicari pertama kali adalah bahan/sumber informasi, orang tua tinggal mengarahkan sumber informasi apa yang harus didapatkannya, atau mereka diajak mengapresiasi dan mengevaluasi buku yang dibacanya. Mendiskusikan bersama atau menyimpulkan isinya.bisa saja anak memiliki gagasan yang berbeda atau ingin mengkritik tema cerita, ini semua merupakan kesempatan bagi anak untuk mengekspresikan berbagai ide kreatifnya. Selain itu, apabila ada waktu luang/libur, anak-anak diajak ke toko buku atau perpustakaan untuk memilih sendiri buku apa yang mereka inginkan.

Peran Guru

            Demokratisasi di bidang pendidikan berangsur-angsur sudah mulai terlihat dan berjalan walaupun belum sepenuhnya terwujud. Sistem pengajaran di kelas yang dulu berlangsung satu arah dan seakan-akan guru adalah segalanya, menguasai bidang ilmu yang diajarkan, sementara para murid diyakini tidak mengerti apapun, layaknya wadah kosong yang siap di isi apapun atau seperti kertas putih yang bisa di isi atau di tulis dengan apapun yang dikehendaki. Murid harus sepenuhnya mematuhi guru dan memahami pelajaran sebagaimana guru itu memahaminya. Kepatuhan itu tampak misalnya, pada saat belajar mengajar berlangsung, guru berdiri atau duduk di depan kelas sementara murid menghadap kedepan dan harus mendengarkan guru mengajar.

Pembelajaran semacam itu adalah salah satu hambatan terhadap pengembangan minat dan kebiasaan membaca. Kegiatan membaca sebagai salah satu kegiatan komunikasi tidak teriolasi iklim komunikasi secara keseluruhan. Kalau murid senantiasa disuapi oleh guru dan menelan bulat-bulat apa yang disampaikan oleh guru, harus menjawab pertanyaan guru persis sebagaimana yang diajarkan atau yang tertuang dalam buku pelajaran, maka rasa ingin tahu murid tidak akan berkembang maksimal. Dengan demikian, murid akan berfikir buat apa mengetahui berbagai masalah apabila toh jawaban ketika ulangan harus sesuai buku pelajaran (teks book). Murid akhirnya menjadi makhluk mekanis yang seakan-akan tanpa jiwa dan kurang kreatif.

Sistem pembelajaran seperti demikian sudah mulai ditinggalkan, namun belum sepenuhnya. Guru masih mengambil peran yang dominan di kelas. Walaupun sudah terjadi dialog-dialog yang menunjukan adanya demokratisasi dibidang pendidikan. Untuk lebih mengoptimalkan sistem pembelajaran itu maka peran guru hendaknya sebatas motivator dan fasilitator bagi pemecahan masalah-masalah yang dihadapi murid-muridnya, apabila ada permasalaan yang tidak terselesaikan di kelas, maka guru harus mengarahkan mereka ke perpustakaan atau sumber informasi lannya. 

Dalam rangka meningkatkan minat dan budaya baca di sekolah, maka upaya yang dilakukan guru adalah bagaimana membuat atmosfir agar siswa terkondisikan walaupun dengan ”pemaksaan” untuk membaca buku-buku pendukung pelajaran. Dari kebiasaan ini suatu waktu akan tumbuh pada mereka semangat untuk meningkatkan potensi diri melalui membaca. Pada akhirnya membaca bukan hanya sekedar untuk mengerjakan tugas-tugas yang diberikan, tetapi membaca sudah merupakan suatu kebutuhan, karena ia

haus akan informasi

             Untuk menumbuhkan minat baca, ketika murid menemukan suatu masalah, maka tempat pertama yang mereka kunjungi dan bertanya adalah perpustakaan. Hal ini harus berbanding lurus dengan ketersediaan bahan informasi di perpustakaan sekolah (dengan segala fasilitas sarana dan prasarananya) harus dipertimbangkan secara komprehensip oleh pengelola sekolah (guru, komite, pengelola perpustakaan dan lainnya), sehingga secarainstitusional, perpustakaan mampu menumbuhkan rasa percaya diri, selalu membimbing untuk berfikir kreatif dan mempunyai hasil karya yang inovatif.

Pendekatan lain yang diupayakan oleh guru di sekolah adalah proses belajar mengajar yag mengarah pada dialog-dialog secara demokratis, tugas-tugas yang diberikan oleh guru hendaknya lebih banyak melibatkan perpustakaan daripada mendengarkan ”ceramah” guru di depan kelas. Hal ini akan berdampak positif terhadap pengembangan minat baca anak. Secara tidak langsung mereka diarahkan pada penyelesaian permasalahan di kelas baik individu maupun kelompok. Kreatifitas mereka akan tumbuh,seandainya ada persaingan diantara mereka bisa diselesaikan secara sehat.

Penutup

            Semua orang tentunya menginginkan generasi yang handal, mampu menyelesaikan persoalan-pesoalan yan dihadapainya dan siap menyongsong masa depan dengan ilmu pengetahuan yang dimilikinya. Semua itu diperoleh dengan membaca. Karena melalui membaca (terutama buku-buku/informasi yang bermutu, yang mendukung kretifitasnya) dapat meningkatkan kualitas sebagai generasi yang unggul. Namun kebiasaan membaca tidak dapat diperoleh secara instant. Semua itu perlu dimuali dari awal, ketika mereka usia dini. Dalam hal ini orang tua, guru dan masyarakat  memegang peran yang sangat vital. Perencanaan matang yang dilakukan untuk menumbuhkan kreativitas dan memotivasi  minat dan budaya baca lewat kehidupan sehari-hari dalam suasana yang demokratis.

Kurangnya minat baca pada anak-anak kita merupakan persoalan yang kompleks.  Diperlukan berbagai upaya dan usaha untuk menciptakan lingkungan yang mendukung terciptanya kebiasaan membaca. Disisi lain tayangan televisi memiliki peran negatif yang cukup signifikan terhadap peningkatan minat baca anak-anak. Dengan demikian, rumah, sekolah dan masyarakat harus menciptakan lngkungan yang mendukung semuanya. Sekolah harus menyediakan perpustakaan yang representatif untuk mendukung proses pembelajaran, sementara pemerintah disisi lain mengeluaran kebijakan-kebijakan dalam penyediaan bahan informasi/buku yang bermutu.

Pembahasan persoalan ini tentunya tidak terbatas pada tulisan ini saja. Akan lebih arif jika kita para orang tua, guru, masyarakat, dan pemerintah lebih-lebih insan perpustakaan untuk memikirkan bagaimana upaya peningkatan minat dan budaya membaca para generasi muda kita. Wallahua’lam.

*Peminat Masalah Sosial


Share this Post