SYIAR LITERASI, MENGUKIR PRESTASI DI ERA PANDEMI

Sumber Gambar :

SYIAR LITERASI, MENGUKIR PRESTASI DI ERA PANDEMI

Oleh : Yenti Sustina*

 

Yenti Sustina adalah salah satu guru madrasah Aliyah Nasyatil Falah yang mendedikasikan diri  untuk mengabdi di bawah naungan kementerian Agama RI.  Beliau adalah pendidik asal dari kota Cilegon, namun mengajar di wilayah Kabupaten Serang.  Wanita kelahiran 1984 ini hobi membuat beraneka macam kue.  Berawal dari membagikan kue ke rekan-rekan guru, hingga pada akhirnya dari mulut ke mulut banyak yang order kuenya. Nah, dari situlah mulai mengembangkan bisnis kue tart dan kue-kue yang lain. Meskipun hanya mengandalkan via online saja. Alhamdulillah hobi yang menjadi rizki yang tak terduga ini menjadi sebuah penghasilan. Padahal tidak ada niat untuk berjualan. Namun mencoba mengasah keterampilan dan melayani apa yang diinginkan oleh pelanggan merupakan sebuah kebutuhan.  Mereka meminta saya memberi, adapun hasilnya kita saling menguntungkan.

          Bukan hanya sekedar hobi membuat kue, ternyata   senang  juga menulis. Di sela-sela kesibukannya masih menyempatkan diri untuk memainkan jemarinya menulis di berbagai macam genre. Baik fiksi maupun nonfiksi. Meskipun keterampilan  yang digeluti sudah cukup  lama. Namun menyalurkan karyanya baru tergugah semenjak datangnya  wabah yang sempat melanda diberbagai belahan dunia. Kita mengenalnya dengan Covid-19.  Ternyata adanya pandemi membawa keberkahan tersendiri. Saat itu memang sekolah dihentikan untuk sementara waktu. Semua orang berdiam diri di rumah. Bekerja dari rumah (WFH), belajar dari rumah secara daring (online) dan semua aktivitas apapun dilakukan di rumah. Pandemi ini membawa dampak yang luar biasa. Guru, karyawan dan masyarakatpun mau tidak mau harus berhadapan dengan rutinitas baru. Diantaranya yaitu menguasai teknologi atau IT.

 Ada sebuah flyer yang dibagikan di WAG, lalu tertarik  membaca dan mencoba untuk menyalurkan keterampilan tersebut. Itu kesempatan untuk mengisi berbagai kegiatan  yang positif. Yaitu membuat sebuah karya.  Dari situlah mencoba memulai untuk menari-nari di atas keyboard. Mencoba berkreasi dan berinovasi serta bisa bersilaturahmi dengan kawan-kawan penulis yang berbeda generasi. Alhamdulillah sudah beberapa buku  yang digoreskan melalui karya-karya, baik itu karya pribadi maupun karya bersama para penulis dari berbagai provinsi.  Maaf bukan Riya ya!

“Kalau Anda tidak ada waktu untuk membaca maka Anda tidak ada waktu untuk menulis” kata mutiara tersebut membuka mata hati dan pikirannya untuk bergerak melakukan tindakan yang menjadi giat asyik untuk memulai kembali. Ini merupakan giat literasi yang harus diasah dan dikembangkan. Meskipun giat menulis itu banyak kendala-kendalanya. Namun, jika kita mau untuk memulainya, mengencangkan niat dan melibatkan Allah dalam segala urusan kita. InsyaAllah akan dipermudah melalui jalan manapun. Kendala-kendala yang sering dialami untuk memulai menulis diantaranya tidak ada motivasi dalam diri, baik itu secara psikologis, kemampuan dan ekonomi.

 Menulis itu sebuah keterampilan yang harus dijadikan pembiasaan dan konsistensi yang tinggi serta mempunyai keberanian untuk memulai atau mencoba. Adapun kesalahan-kesalahan baik  dari tata bahasa ataupun hal-hal lain itu akan menjadi tolak ukur bagi diri sendiri, serta berjalan sesuai prosesnya. Pembelajaran dan terus mengasah diri akan menepis sedikit demi sedikit kesalahan yang dilakukan oleh kita. Semakin sedikit kesalahan yang ditulis, akan semakin bertambah pula rasa percaya diri dalam membuat karya. Yakin dengan apa yang ditulis serta tujuan kita menulis untuk apa. Karena Yenti adalah seorang guru, kegiatan membaca dan menulis adalah keterampilan  yang tiap hari menjadi rutinitasnya.  Seorang penulis pasti sering membaca tetapi orang yang hobi membaca belum tentu menjadi penulis. Bisakah guru menjadi penulis? Sebenarnya bisa saja, kembali ke niat yang kuat untuk memulainya. Awalnya memang antara yakin dan tidak yakin. Bismillah saja, dijalani dan menikmati prosesnya. Bergabung dengan berbagai komunitas penulis yang membawa sinergi yang luar biasa, sehingga motivasi menulis itu makin kuat dan menjalar dalam jiwa. Kita menularkan semangat satu sama lain, bertukar pikiran dan ilmu yang bermanfaat untuk semuanya.

Menulis merupakan kegiatan yang bermanfaat untuk para guru dalam meningkatkan karir. Namun berbeda dengan Yenti, menulis adalah kemampuan untuk mengasah keterampilan dalam diri, mengikat ilmu dengan tulisan yang dibentuk berdasarkan pengalaman pribadi maupun pengalaman orang lain, serta bermanfaat dan menjadi inspirasi bagi orang lain. Meskipun masih penulis pemula, namun semangat untuk berkarya menjadi pelecut untuk mengembangkan diri bahwasanya menulis itu untuk keabadian, mengenal jati diri kita. Setelah kita tidak ada di dunia, ini akan menjadi warisan untuk generasi-generasi emas kedepannya atau dikenal dengan golden age. Ketika  mengikat ilmu dengan tulisan berarti kita menanamkan sebuah tulisan dan mendokumentasikannya. Jika tulisan kita dibaca orang lain dan terinspirasi ada kesan di dalamnya lalu  yang membaca mendapatkan wawasan dan pengetahuan. Bukankah itu adalah kebaikan? Khoirunnash Anfauhum Linnas bukankah sebaik-baik manusia itu bermanfaat untuk orang lain. Kebaikan itu bisa disalurkan dengan cara  menulis hal-hal yang positif.  menebarkan kebaikan kepada oranglain adalah sedekah. Adapun sedekah yang bermanfaat adalah sedekah ilmu. Misalnya, orangnya sudah tidak ada, Namun karyanya abadi, menjadi inspirasi dan masih dibaca oleh oranglain. Berarti orang yang telah tiada meninggalkan kesan bahwa karya-karyanya bermanfaat bagi orang-orang yang membacanya. Dapat ditarik kesimpulan bahwa menulis itu untuk keabadian dan sedekah.  Misalnya mengidolakan seorang penulis nonfiksi seperti H.Guntur Tarigan,  E.Kosasih dan lain-lain. buku yang didalamnya terdapat substansi yang mengedukasi.  Terlebih bagi para pelajar yang gemar membaca buku-buku karya mereka. Buku-buku yang tersalurkan buah pena dari  penulis nonfiksi tersebut membuat kaya akan wawasan dan pengetahuan tentang materi yang diajarkan dan  sangat membantu guna menunjang proses belajar dan mengajar di Sekolah.

 Masih terekam dalam ingatan sebuah kata mutiara seorang pemimpin Redaksi Media Guru, yaitu Eko Prasetyo. Bahwa “ Dibelakang titik parang,jika di asah, ia akan tajam juga” atau “Seorang pemain bola jika tidak tahu aturan mainnya, maka tidak akan dapat apa yang kita inginkan”. Nah, dari kedua contoh tersebut diibaratkan apabila keterampilan menulis itu diasah terus menerus akan semakin mahir, namun tetap pada aturan atau prosedur yang sudah ditetapkan sehingga kita akan mencapai target yang dicita-citakan.

*Pegiat Literasi


Share this Post