Urgensitas Naskah Arsip Kuno dalam Historiografi Sejarah
Sumber Gambar :Ditulis oleh : Ida Rowaida
Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Waktu terus berlalu, dunia semakin maju. Ingatan di masa lalu mulai terkubur dan yang terjadi sekarang menganggapnya sebagai sebuah peristiwa tabu. Karena beberapa hal tidak bisa dibuktikan kebenarannya, bahwa telah terjadi suatu peristiwa di masa lalu yang benar adanya. Bukan sekedar omong kosong belaka. Namun hal demikian bisa terbantahkan dengan hadirnya sebuah sikap tanggung jawab untuk sama-sama menjaga dan merawat nilai-nilai kearifan lokal sebagai sebuah identitas, kebanggaan dan warisan budaya yang berharga, salah satunya dalam bentuk naskah kuno yang diarsipkan.
Nah, dengan adanya arsip naskah kuno, sebuah kebenaran dari suatu peristiwa bisa dipaparkan secara lebih kompeten. Arsip sebagai rekaman peristiwa atau kegiatan pada masa lalu sangat dibutuhkan dalam historiografi sejarah. Dalam tulisan Alamsyah yang berjudul 'Kontribusi Arsip dalam Rekonstruksi Sejarah', ia menyatakan bahwa tanpa arsip, maka peristiwa sejarah tidak dapat diungkap. Selain daripada itu, arsip (utamanya arsip statis, yaitu arsip yang yang dihasilkan oleh pencipta arsip karena memiliki nilai guna kesejarahan), dijadikan sebagai sebuah sumber primer, setelah dilakukan tahapan kritik, maka derajat kualitas sumber ini adalah sumber yang utama. Ini menunjukkan bahwa betapa besar urgensitas arsip naskah kuno dalam kontribusinya untuk proses rekonstruksi sejarah.
Berbicara tentang arsip statis, kita akan berbicara tentang keseimbangan hak dan kewajiban rakyat terhadap negara, begitupun sebaliknya. Karena hal itu tidak terlepas dari fungsi kultural arsip statis. Dalam buku saku Kearsipan yang diterbitkan oleh Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Banten memaparkan bahwa, dalam hal ini arsip statis akan memberikan bukti-bukti otentik mengenai kejelasan hak dan kewajiban rakyat terhadap negara dan sebaliknya kewajiban negara kepada rakyatnya (chek and balances).
Maksudnya adalah jika di suatu waktu terjadi berselisih paham antara rakyat yang menuntut haknya terhadap negara, tapi negara tidak mengakui tuntutan pemenuhan hak-hak yang dimaksud, karena merasa acuan dalam sistem pemerintahannya tidak menyatakan demikian, maka arsip statis, terutama naskah kuno, hadir sebagai jalan penengah. Ia menjadi bukti otentik bahwa apakah benar pemenuhan hak yang dimaksud rakyat tersebut merupakan bagian dari kewajiban negara atau bukan.
Masih dalam buku saku Kearsipan, bukti-bukti otentik dan terpercaya dari naskah arsip kuno itu juga berfungsi sebagai memori kolektif yang menjadi simpul-simpul pemersatu bangsa seiring dengan melemahnya nilai-nilai nasionalisme dan batas-batas wilayah bangsa pada era reformasi dan globalisasi. Untuk itu sangat dibutuhkan peran dari instansi pencipta arsip selengkap mungkin dalam penyelenggaraan kehidupan kebangsaan, sehingga generasi mendatang untuk mengenali bagaimana pendahulunya bertanggung jawab dalam penyelenggaraan negaranya.
Dalam layanan penelusuran arsip naskah kuno, Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Jawa Timur juga memberikan pernyataan yang sejalan, bahwa naskah-naskah itu penting, baik secara akademis maupun sosial budaya.
Secara akademis, naskah kuno menjadi sebuah objek pengajaran untuk bagaimana para akademisi mengambil makna dan pembelajaran. Naskah kuno memberi informasi mengenai berbagai aspek kehidupan masyarakat masa lampau seperti politik, ekonomi, fisikologi manusia, dan sebagainya. Informasi awal terkait dengan hal ini bisa ditemukan dalam kandungan naskah yang dapat dipelajari oleh semua orang. Sejalan dengan itu, jurnal 'Pemanfaatan Foto dan Arsip sebagai Sumber Pembelajaran Sejarah' juga menyatakan bahwa arsip tidak hanya digunakan sebagai sumber dalam penelitian saja, akan tetapi juga bisa dijadikan sebagai sumber dan media dalam pembelajaran sejarah.
Adapun secara sosial budaya, naskah kuno memuat nilai-nilai yang masih relevan dengan kehidupan sekarang. Nilai-nilai tersebut sangat dibutuhkan dalam merelevansikan nilai kebaikan yang ada di masa lampau untuk diterapkan hari ini, sehingga menjadi sebuah tanggung jawab kita untuk mengungkap isi yang terkandung di dalamnya.
Menurut tulisan Wahid Nashihuddin tentang 'Nilai Historisitas Arsip, dalam substansinya arsip, ia menyebutkan empat nilai guna historis, yaitu:
1.
Nilai
guna administrasi, yaitu nilai guna arsip yang didasarkan pada kegunaan untuk
pelaksanaan tugas dan fungsi lembaga/instansi pencipta arsip;
2.
Nilai
guna hukum, yaitu arsip yang berisikan bukti-bukti yang mempunyai kekuatan
hukum atas hak dan kewajiban warga negara dan pemerintah;
3.
Nilai
guna pembuktian, yaitu arsip yang mengandung fakta dan keterangan yang dapat
digunakan untuk menjelaskan tentang bagaimana lembaga/instansi tersebut
diciptakan, dikembangkan, diatur fungsinya, dan apa kegiatan-kegiatan yang
dilaksanakan, serta apa hasil/akibat dari kegiatan itu; dan
4. Nilai guna informasi, yaitu arsip yang mengandung informasi bagi kegunaan berbagai kepentingan penelitian dan sejarah, tanpa dikaitkan dengan lembaga/instansi penciptanya.
Masih dalam tulisan Wahid, arsip dalam konteks kebangsaan memiliki posisi sebagai endapan memori bangsa yang dapat dimanfaatkan untuk merangkai sejarah perjalanan bangsa, menjaga stabilitas keamanan dan politik, serta sarana pencarian identitas bangsa. Wahid berandai bahwa jika ketiga poin ini dapat bersinergi dengan baik, maka integrasi bangsa akan terbangun dengan kokoh. Namun, menurut Wahid hal tersebut cukup sulit dilakukan, karena pemanfaatan arsip di Indonesia belum optimal dan sesuai dengan cita-cita nasional bangsa, yaitu mewujudkan persatuan dan kesatuan bangsa. Itu artinya bahwa arsiparis dan pemerintah belum menyadari dan memahami arti penting dari nilai historis sebuah arsip untuk menjaga integritas sebuah bangsa dan negara.
Seiring berjalannya waktu, kesadaran itu terus tumbuh dan berkembang. Pemerintah gencar melakukan upaya-upaya pelestarian naskah kuno dibeberapa daerah, mulai dari melakukan laminasi, fumigasi, alih media ke dalam bentuk microfilm serta transliterasi dan terjemahan. Upaya-upaya tersebut berpegangan pada lima landasan hukum tentang pelestarian bahan pustaka, yaitu Undang-undang RI Nomor 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan, Undang-undang RI Nomor 4 Tahun 1990 tentang Serah Simpan Karya Cetak dan Karya Rekam, Peraturan Pemerintah RI Nomor 23 Tahun 1999 Tentang Pelaksanaan UU Serah-Simpan, Undang-undang RI Nomor 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya, dan Peraturan Pemerintah RI Nomor 10 Tahun 1993 tentang Pelaksanaan UU Cagar Budaya.
Dengan adanya beberapa undang-undang yang berkaitan dengan pemeliharaan naskah kuno di atas, dalam jurnalnya, Zulfitri menyimpulkan bahwa sebetulnya Pemerintah RI dan Pemerintah daerah saat ini telah mempunyai perhatian besar terhadap koleksi naskah kuno.
Bahkan saat terjadi gempa Padang, pemerintah Minangkabau siap siaga melakukan upaya dan usaha untuk menyelamatkan dan memperbaiki koleksi naskah tersebut. Karena pasca gempa banyak sekali naskah kuno yang mengalami kerusakan. Koleksi naskah kuno yang mengalami kerusakan pasca bencana di perpustakaan provinsi sumatera barat dibawa ke Perpustakaan Nasional untuk di perbaiki atau di rehabilitas. Setelah di rehabilitas naskah tersebut akan dibawa lagi ke Perpustakaan Provinsi Sumatera Barat.
Begitu juga dengan Dinas Perpustakaan dan Kearsipan (DPK) Provinsi Banten berupaya untuk menginventarisasi naskah-naskah arsip kuno tersebut untuk dijaga serta dirawatnya dengan baik. DPK juga Banten menyediakan layanan khusus kearsipan tentang sejarah kedaerahan di layanan Banten Corner. Disini pengunjung dapat menemukan hal apa saja tentang Kebantenan yang memuat tidak hanya arsip kuno, tapi juga koran kuno dan kajian lain tentang Banten.
Harapannya, dengan kelengkapan sumber pustaka tersebut dan pemeliharaan yang baik, masyarakat Banten terutama para peneliti dan akademisi mendapat bukti otentik dan sumber yang terpercaya untuk penyusunan sebuah karya tulis sejarah. Adapun secara secara sosial budaya, masyarakat Banten mendapat nilai kebaikan yang ada di masa lampau untuk diterapkan hari ini, berkat dari pelestarian terhadap naskah arsip kuno. Sekali lagi ini menunjukkan bahwa posisi arsip sebagai salah satu sumber khazanah sejarah bangsa membuat arsip semakin dibutuhkan keberadaannya sampai kapanpun.
Daftar Pustaka
1.
Alamsyah. Kontribusi Arsip
dalam Rekonstruksi Sejarah. Semarang: Jurnal Anuva 2 (2), 153-163, 2018
2.
Viola Dwi Putri Syarif. Peran
Pemerintah dalam Menyelamatkan Naskah Kuno Minangkabau Pasca Gempa Padang untuk
Pelestarian Budaya Masyarakat Minangkabau. Ponorogo: Jurnal Pustakaloka 7 (1),
93-100, 2015
3.
Zulfitri. Perhatian
Pemerintah Dan Peran Pustakawan Dalam Pemeliharaan Naskah Kuno. Tanggerang
Selatan: Jurnal Al-Maktabah 13 (1), 81-88, 2014
4.
Riki Andi Saputro, Muhammad
Fitri. Pemanfaatan Foto dan Arsip sebagai Sumber Pembelajaran Sejarah. Kalpataru:
Jurnal Sejarah dan Pembelajaran Sejarah 7 (2), 126-134, 2022
5.
Buku Saku Kearsipan. Serang:
Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Banten, 147-154, 2010
6. Artikel Layanan Penelusuran Naskah Kuno pada Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Jawa Timur, https://disperpusip.jatimprov.go.id/2019/11/29/layanan-penelusuran-naskah-kuno-pada-dinas-perpustakaan-dan-kearsipan-provinsi-jawa-timur/ 2019
7. Wahid Nashihuddin. Nilai Historis Arsip. https://pustakapusdokinfo.wordpress.com/2013/09/25/nilai-historis-arsip/amp/ 2013.