Wajah Literasi Di Banten Hari Ini : Upaya Meningkatkan Literasi Di Tengah Keterbatasan

Sumber Gambar :

Resha Hidayatullah*

Pendahuluan

Secara umum, kemajuan suatu negara erat kaitannya dengan tingginya tingkat literasi masyarakat. Oleh karena itu, berbagai negara berupaya meningkatkan literasi warganya, salah satunya dengan mendorong minat baca. Namun, literasi tak sekadar membaca dan menulis. Literasi juga mencakup pemahaman dan kemampuan menganalisis informasi dari apa yang dibaca.

Literasi merupakan fondasi penting dalam membangun sumber daya manusia yang berkualitas. Banten, yang berdiri sejak tahun 2000, memiliki sejarah panjang dalam hal antusiasme terhadap pendidikan. Sejak dahulu, Banten dikenal sebagai pusat intelektual dan jawara yang ber literasi tinggi, baik dalam ilmu agama maupun sosial.

Bahkan, Provinsi Banten memiliki potensi untuk menjadi pusat peradaban ilmu bagi daerah-daerah lain. Hal ini tecermin dari tokoh-tokoh penting, seperti Syekh Nawawi Al-Bantani. Tokoh nasional asal Banten tersebut melakukan diplomasi sebelum kemerdekaan melalui pendekatan keilmuan dan keagamaan. Kisah tersebut menjadi refleksi bagi masyarakat Banten agar memiliki kemampuan literasi yang unggul demi membangun daerah. Upaya ini bisa dimulai dari gerakan literasi.

Akan tetapi, itu hanyalah romantisme sejarah yang benar-benar harus kita sadari bersama. Terutama masyarakat lokal Banten itu sendiri. Karena pada kenyataannya Banten masih tertinggal dari daerah yang lain. Walaupun Banten memiliki rekam jejak panjang dalam dunia pendidikan, data Badan Pusat Statistik (BPS) 2024 menunjukkan adanya tantangan besar. Indeks Pembangunan Literasi Masyarakat (IPLM) di provinsi ini tercatat hanya 61,88, masih tertinggal jauh dari rata-rata nasional sebesar 73,52. IPLM sendiri mengukur tingkat akses, minat, dan kemampuan masyarakat dalam memanfaatkan berbagai layanan literasi (Deni Muliya, 2025).

Untuk mengatasi kondisi tersebut, dibutuhkan strategi yang terarah guna meningkatkan literasi di Banten. Pemerintah Provinsi perlu merumuskan kebijakan yang mendorong pemerataan literasi, khususnya di wilayah dengan capaian IPLM rendah. Upaya peningkatan akreditasi perpustakaan di seluruh kabupaten/kota menjadi langkah penting untuk menjamin mutu layanan literasi. Selain itu, penguatan gerakan literasi berbasis keluarga dan komunitas sangat diperlukan, sehingga budaya literasi tidak hanya tumbuh di sekolah, tetapi juga berkembang di lingkungan rumah dan masyarakat.

Tentu saja, banyak upaya yang dilakukan oleh masyarakat maupun pemerintah untuk meningkatkan literasi di Banten. Seperti halnya perpustakaan Jagaraksa di Lembur Kula yang merupakan salah satu perpustakaan dengan konsep wisata alam terbuka di kaki gunung karang. Ini hanyalah satu dari beberapa upaya yang bisa dilakukan untuk meningkatkan literasi di Banten. Hal paling utama adalah kesadaran masyarakat kita yang harus semakin melek dengan pentingnya literasi. Arus globalisasi juga menjadi salah satu pengaruh penting yang harus bisa kita adaptasi. Karena perkembangan teknologi pada era globalisasi ini bisa menjadi pisau bermata dua.

Salah satu upaya pemerintah dalam mengembangkan literasi terwujud melalui kerja sama antara pemerintah dan masyarakat, salah satunya terlihat pada Perpustakaan Jagaraksa di Lembur Kula yang menawarkan konsep wisata alam terbuka di kaki Gunung Karang. Terobosan ini menunjukkan upaya kreatif dalam menghadirkan literasi dengan cara yang lebih menarik. Meski demikian, tingkat kesadaran masyarakat akan pentingnya literasi masih menjadi pekerjaan rumah yang harus dibenahi secara menyeluruh. Arus globalisasi dan perkembangan teknologi juga menjadi faktor eksternal yang bersifat ganda: mampu membuka peluang untuk memperluas akses literasi melalui platform digital, namun juga berpotensi menjadi hambatan bila tidak dimanfaatkan dengan bijak. Oleh sebab itu, penguatan literasi berbasis komunitas serta penggunaan teknologi secara tepat menjadi kunci untuk membangun ekosistem literasi yang berkelanjutan di Banten (Redaksi Antara News Banten, 2025).

Peranan Pemerintah dan Upaya Masyarakat Dalam Mengembangkan Literasi di Banten

Secara faktual Provinsi Banten termasuk daerah yang memiliki tingkat literasi sedang. Yang dimana hampir seluruh masyarakat Banten sudah melek terhadap huruf. Hal ini bisa kita lihat dalam data BPS yang menunjukan Indeks Pembangunan Literasi Masyarakat (IPLM) Provinsi Banten mencapai angka 71,03 dan termasuk kategori sedang, yang mengindikasikan bahwa pembangunan literasi di wilayah ini masih memerlukan penguatan. Walaupun terdapat daerah dengan capaian tinggi seperti Kota Tangerang (99,20), kesenjangan antarwilayah masih cukup mencolok, terlihat dari rendahnya capaian Kabupaten Serang (47,13). Kondisi ini mencerminkan bahwa program peningkatan literasi belum terdistribusi secara merata di seluruh daerah. Penilaian IPLM didasarkan pada sejumlah indikator, yaitu pemerataan layanan perpustakaan, kelengkapan koleksi buku, ketersediaan tenaga pustakawan, jumlah pengunjung, kesesuaian perpustakaan dengan standar nasional, partisipasi masyarakat dalam kegiatan literasi, serta jumlah anggota perpustakaan.

Data Badan Pusat Statistik diatas menjelaskan kepada kita bahwa angka melek huruf masyarakat Banten tergolong tinggi, yang berarti sebagian besar penduduk mampu membaca dan menulis secara fungsional. Meskipun demikian, tantangan yang dihadapi bukan pada kemampuan dasar tersebut, melainkan pada rendahnya minat baca dan kurangnya pemanfaatan literasi untuk mengembangkan pengetahuan maupun keterampilan hidup. Rendahnya minat baca ini dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti keterbatasan bahan bacaan yang relevan, minimnya kegiatan literasi yang menarik, serta rendahnya kesadaran masyarakat terhadap manfaat literasi dalam kehidupan sehari-hari.

Dengan demikian, diperlukan langkah strategis yang tidak hanya menitikberatkan pada pembangunan sarana dan prasarana, tetapi juga pada upaya memperkuat budaya literasi di tengah masyarakat. Pemerintah daerah, institusi pendidikan, dan komunitas literasi perlu bekerja sama merancang program yang kreatif, inovatif, dan selaras dengan karakteristik lokal. Program tersebut dapat berupa kegiatan membaca berbasis komunitas, penyelenggaraan festival literasi, pemanfaatan teknologi digital untuk akses bahan bacaan, serta pelatihan bagi pustakawan. Langkah-langkah ini diharapkan mampu mengurangi kesenjangan antarwilayah, meningkatkan minat baca, dan menjadikan literasi sebagai bagian penting dalam kehidupan masyarakat Provinsi Banten.

Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Daerah Provinsi Banten selaku badan dalam pemerintahan tentunya bertanggung jawab penuh atas pengembangan dan peningkatan literasi di Banten, dalam upaya meningkatkan literasi masyarakat. Pemerintah daerah berfungsi sebagai regulator (penetap kebijakan), dinamisator (penggerak kegiatan), fasilitator (penyedia sarana dan dukungan), serta katalisator (pemicu percepatan perubahan). Dalam konteks ini, pemerintah telah menyusun dan melaksanakan berbagai program yang bertujuan untuk menumbuhkan minat baca serta meningkatkan tingkat literasi di masyarakat.

Namun secara faktual, terdapat kendala yang cukup menonjol pada aspek promosi atau sosialisasi program. Keterbatasan dalam menjangkau masyarakat, baik melalui interaksi langsung maupun melalui pemanfaatan media sosial, menjadi hambatan utama. Kondisi ini berpotensi membuat program literasi yang telah dirancang tidak mendapatkan partisipasi maksimal, meskipun isinya relevan dan memiliki manfaat besar bagi masyarakat.

Dengan demikian, persoalan utama bukan hanya pada desain program, melainkan pada kekuatan strategi komunikasi publik dalam menyampaikan program kepada target yang tepat. Tanpa adanya metode sosialisasi yang efektif dan terukur seperti optimalisasi media digital, kemitraan dengan komunitas lokal, serta pelaksanaan kampanye literasi yang menarik dampak positif dari program literasi terhadap peningkatan literasi masyarakat Banten kemungkinan tidak akan optimal (Suhadhan et al., 2023).

Tentu kita tidak perlu bertindak secara skeptis memandang negatif terhadap kondisi faktual dari kondisi dan permasalahan diatas. Tentunya ini memerlukan kolaborasi dan upaya berkelanjutan untuk mencapai target yang telah ditetapkan dalam peningkatan literasi di Banten. Terkhusus kepada para siswa yang akan menjadi penerus generasi selanjutnya. Bagi penulis literasi merupakan jantung dari peradaban bagi sebuah negara. Maka sangat perlu bagi kita untuk menginsafi secara penuh tentang pentingnya literasi ini.

Karena nyatanya per hari ini sudah banyak para komunitas pegiat literasi yang bisa dijadikan partner oleh pemerintah untuk meningkatkan promosi minat baja masyarakat. Berdasarkan berbagai sumber, perkembangan gerakan literasi di Provinsi Banten menunjukkan keterlibatan aktif dari berbagai lembaga dan komunitas. Pada tahun 2016, program Satu Desa, Satu TBM berhasil mencatat sekitar 400 Taman Baca Masyarakat (TBM) yang tersebar di seluruh wilayah Banten sebagai langkah strategis memperluas akses literasi.

Selanjutnya, pada Juli 2023, kegiatan Pendampingan Mutu Komunitas Literasi yang dilaksanakan di Rumah Dunia Serang diikuti oleh 30 peserta yang terdiri dari perwakilan komunitas, TBM, dan perpustakaan desa (Redaksi Radar Banten, 2016). Kemudian, dalam ajang Banten Book Fair 2025 yang berlangsung pada 14–17 Mei, program Spot Baca untuk Banten Cerdas berhasil menarik 46 pengunjung dari berbagai kalangan masyarakat dan komunitas literasi (Redaksi Distrik Banten, 2023).

Pentingnya Literasi dan Tahapan Peningkatannya

Menurut Arumdini et al. (2016)  dan Wahyuni (2015) dalam jurnal (Nisa Arifatul Munfaridah & Hidar Amaruddin, 2023), minat baca berperan penting sebagai kunci pembuka wawasan serta perluasan pengetahuan seseorang. Dengan adanya minat baca, individu dapat mengakses berbagai informasi, memahami perkembangan teknologi, dan menikmati hiburan yang selaras dengan perubahan zaman. Aktivitas membaca juga membantu seseorang dalam memperoleh, mengolah, dan memanfaatkan informasi secara efektif, sehingga mampu meningkatkan kualitas berpikir, kreativitas, dan kemampuan beradaptasi terhadap dinamika kehidupan modern. Oleh karena itu, minat baca menjadi bekal esensial dalam membentuk sumber daya manusia yang berpengetahuan luas, berpikir kritis, dan siap bersaing di era global.

Besar kemungkinan dengan meningkatnya minat baca pada anak akan mampu mendorong kualitas SDM di Banten. Karena sejatinya Banten sendiri hanya memiliki permasalahan pada minat baca. Pintu masuk literasi pada setiap orang adalah membaca. Meskipun membaca tidak bisa dikatakan sebagai bentuk literasi secara utuh. Karena membaca saja tidaklah cukup. Karena memerlukan pemahaman dan analisis pada seorang anak untuk bisa disebut ber literasi. Dengan meningkatkan minat baca pada anak, Banten telah selangkah lebih maju dalam dunia literasi.

Dengan berbagai referensi bahan bacaan dan banyaknya informasi yang anak dapatkan tentunya dapat membuka wawasan informasi baginya. Namun disini saja belum selesai, karena banyaknya informasi bisa membuat seseorang mengalami asymmetric information atau miss informasi. Hal ini disebabkan oleh banyaknya informasi yang didapat namun tidak dibarengi oleh kemampuan berpikir kritis. Kejadian diatas, tentu tidak serta merta terjadi. Arus globalisasi dan media digital membuat seseorang mudah untuk mendapatkan informasi. Baik dalam bentuk bacaan, tulisan, audio, ataupun visual videography.

Maka dari itu ada beberapa tahapan dan komponen yang harus dilewati dalam tatanan masyarakat, untuk mencapai target yang kita tetapkan. Komponen literasi informasi mencakup enam aspek penting. Pertama, literasi dini, yaitu kemampuan memahami bahasa lisan dan berkomunikasi melalui gambar maupun bahasa ibu sebagai dasar perkembangan literasi berikutnya. Kedua, literasi dasar, yakni keterampilan mendengar, berbicara, membaca, menulis, menghitung, serta menganalisis dan mengomunikasikan informasi. Ketiga, literasi perpustakaan, yaitu kemampuan membedakan bacaan fiksi-nonfiksi, memanfaatkan referensi, memahami sistem klasifikasi Dewey, katalog, dan peng-indeks-an untuk menunjang penulisan maupun penelitian. Keempat, literasi media, yang menekankan kemampuan mengenali berbagai bentuk media cetak, elektronik, dan digital serta tujuan penggunaannya. Kelima, literasi teknologi, mencakup pemahaman perangkat keras, lunak, etika pemanfaatan teknologi, serta keterampilan mengoperasikan komputer dan internet dalam mengelola informasi. Keenam, literasi visual, yaitu kemampuan kritis memanfaatkan materi visual dan audiovisual, termasuk teks multimodal, dengan memperhatikan etika agar terhindar dari manipulasi konten (Suraya et al., 2019).

Jika kita melihat pada paradigma perkembangan literasi diatas, itu artinya data sebelumnya belum merepresentasikan kemajuan literasi di Banten. Karena sejatinya kita belum mampu melawati tahap dasar literasi dasar. Yang di dalamnya terdapat komponen menganalisis dan mengkomunikasikan informasi.

Harapan dan Ajakan

Disini penulis memiliki beberapa poin penting yang harus menjadi catatan kita bersama. Pertama, pentingnya kesadaran dalam keluarga untuk membangun lingkungan yang mendukung minat membaca bagi anak. Selain itu, pemahaman untuk menganalisis bacaan perlu lebih ditingkatkan di bangku sekolah. Hal ini, sangat memungkinkan untuk dilakukan pihak sekolah karena sudah menjadi kewajiban seorang guru untuk membangun nalar kritis pada seorang siswa. Dan ini akan lebih mudah jika sudah minat baca sudah terbangun di lingkungan keluarga.

Kedua, sekolah harus merubah kurikulum ajar berbasis ceramah yang tersentral pada guru menjadi metode pembelajaran yang tersentral pada murid. Hal ini dilakukan untuk menambah keberanian siswa dalam mengkomunikasikan informasi dari yang dia dapat di lingkungan sekolah maupun rumah.

Pemerintah perlu bekerja sama dengan komunitas literasi dan pemerintah desa untuk mengedukasi masyarakat tentang pentingnya minat baca, misalnya melalui program Ibu-ibu PKK atau komunitas desa. Peran orang tua, khususnya ibu sebagai “madrasah pertama” bagi anak, sangat penting dalam menciptakan lingkungan yang mendukung kebiasaan membaca sejak dini. Sayangnya, masih banyak orang tua yang kurang mendapatkan edukasi tentang cara menumbuhkan minat baca anak, sehingga diperlukan pendampingan dan sosialisasi yang tepat agar membaca menjadi bagian dari kehidupan keluarga.

*Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Daftar Pustaka

Deni Muliya. (2025). FKGN Banten Bahas Literasi: Bukan Sekadar Mampu Baca dan Tulis, Jangan Lupakan Keluarga. https://www.kompas.tv/regional/605869/fkgn-banten-bahas-literasi-bukan-sekadar-mampu-baca-dan-tulis-jangan-lupakan-keluarga?page=2

Nisa Arifatul Munfaridah, & Hidar Amaruddin. (2023). Peran Orang Tua Dan Sekolah Dalam Membentuk Minat Baca Siswa. Jurnal Sekolah, 178. https://www.researchgate.net/publication/377087918

Redaksi Antara News Banten. (2025). Perpustakaan berkonsep alam terbuka di Pandeglang. Antara News.

Redaksi Distrik Banten. (2023). Wujudkan TBM Berkualitas, Kantor Bahasa Provinsi Banten, Tunjuk ‘Rumah Dunia Serang’ sebagai Tuan Rumah Studi Banding Komunitas Literasi 2023. DBN.

Redaksi Radar Banten. (2016, June 3). Bangun Literasi Lewat Gerakan Banten Membaca. Radar Banten.

Suhadhan, I., Widyawati, T. I., Chumeidi, A., & Santi, F. (2023). Peranan Pemerintah Daerah Dalam Meningkatkan Literasi Masyarakat Di Provinsi Banten. Journal Publicuho, 6(3), 1055–1068. https://doi.org/10.35817/publicuho.v6i3.235

Suraya, S., Zubair, A., & Wardhani, D. (2019). Literasi Membaca Anak-Anak Di Pesisir Pantai Sawarna, Lebak Banten. Jurnal Pengabdian Dan Kewirausahaan, 3(1), 62–74. https://doi.org/10.30813/jpk.v3i1.1556


Share this Post