Belajar Literasi : Dari Novel Selendang Merah Paguron
Sumber Gambar :Oleh: Rahmat Heldy HS
Siapa sangka Novel yang berjudul Selendang Merah Paguron karya Aziz Amri yang saya baca ini ternyata kaya akan literasi. Mulai dari literasi baca tulis, budaya hingga literasi finansial ada dalam novel ini. Bahkan saya tak menemukan penulis hendak menggurui pembaca dalam setiap lakon cerita yang dituliskan. Akan tetapi bahwa karya sastra harus memiliki dua manfaat atau fungsi utama sebagaimana dikatakan oleh Horatius yaitu (dulce et utile) yang dalam bahasa latin (sweet and useful). Dulce (sweet) berarti sangat menyenangkan atau kenikmatan bisa disebut juga menghibur. Sedangkan utile (useful) yang berarti mendidik. Pada akhirnya, saya pun menemukan dua fungsi tadi ada dan sangat bermanfaat bagi para pembaca yang hendak belajar enam kecakapan dasar literasi. Darimana dapat kita temukan? Dari ceritanya yang berisi tentang perjuangan anak semua bangsa, dimana mereka tinggal untuk mengangkat kelebihan daerahnya. Maka saya ingin katakan, merupakan sebuah keniscayaan bahwa sastra (novel) bisa diisi jalan ceritanya dengan nilia- nilai pendidikan sekaligus juga dibumbui dengan hiburan. Sehingga karya sastra (novel) tidak bisa dilepaskan dari latar belakang budaya dan masyarakat dimana penulis tinggal. Berangkat dari persoalan daerah itulah Selendang Merah Paguron berkisah yang sudah pasti di dalamnya pembaca akan mendapatkan pengetahuan literasi dan nilai-nilai pendidikan sekaligus juga hiburan yang belum pernah anda dapatkan sebelumnya.
Rio adalah anak muda yang berasal dari Jakarta. Mencoba mengais peruntungan nasib di Jakarta sebagai penjual baju di toko clothingnya. Dari cerita Rio ini dapat kita temukan betapa anak-nak muda harus bisa hidup mandiri dan juga bisa mengatur keuangannya sendiri dalam kontek enam kecakapan dasar literasi, ini bagian dari literasi finansial. Ia pun memiliki beberapa karyawan yang kemudian belakangan toko bajunya tutup karena kasus pandemi corona. Bersama dengan adiknya bernama Tika, akhirnya Rio mengambil jalan untuk menjadi penulis. Lewat Tika lah, akhirnya Rio tahu beberapa jenis tulisan. Dalam persoalan Rio yang ingin jadi penulis. Seorang Aziz Amri sedang memasukan unsur literasi baca tulis pada pembaca yang membawa para tokoh dalam novel ini terlibat dalam petualangan sejarah, yakni sejarah Kesultanan Banten. Perlu diketahui, Arif Rahman Sanjaya adalah ayah Rio dan Tika. Ketika obrolan singkatnya di atas Balkon rumahnya, ia menitipkan cincin peninggalan kakeknya pada Rio yang cincin tersebut mengantarkan Rio berpetualang di Banten. Melalui acara Warrior Race in Banten 2027. Akhirnya Rio pun bertemu dengan teman-temannya Fany, Jaka dan Ayu. Petualangan lewat buku pun dimulai.
Banten di mata Rio bersama teman-temannya yang hendak membangun ekonomi dan ikut mensejahterakan rakyatnya lewat Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM), ternyata tidak mudah. Hambatan dari jawara harus ia lalui bersama-teman-temannya. Lewat teman Rio; Fany, Jaka dan Ayu, akhirnya Rio terjebak pada perburuan cincin Kesultanan Banten pemberian kakeknya yang diyakini bisa menyibak tabir kelam silsilah dan juga sejarah leluhurnya yang masih berkaitan dengan Kesultanan Banten. Lewat cincin tersebut Rio bersama tiga temannya berpetualang dari paguron silat ke paguron silat yang lain. Hingga akhirnya ia bertemu dengan Selendang Merah Paguron. Dalam kontek peguron silat ini kita, pembaca diajak pada sebuah literasi bernama literasi budaya. Karena keterlibatan tokoh Rio bersama teman-temannya akan mengajak para pembaca untuk mengenal kearifan local, berupa mantra dan juga pengobatan tradisional, ketika di antara mereka ada yang terluka.
Ada daya magis dalam setiap bab dalam novel ini. Petualangan, cinta bahkan jiwa kelaki-lakian juga menjadi bumbu dalam setiap konflik yang ada. Ilmu khadam khadiran sampai batu penawar racun juga dihadirkan oleh Aziz semata-mata ingin menyampaikan, “Ini lho budaya Banten. Banten yang sesungguhnya.” Kemudian pesan-pesan bijak dari para leluhur Kesultanan Banten juga kerap dihadirkan semata-mata agar pembaca terlibat dalam penjagaan warisan budaya yang adi luhung ini, bernama Banten. Baik dilihat dari segi artefaknya maupun juga segi sejarah heroiknya.
Novel yang berisi delapan bab ini rasanya masih kurang bahkan pembaca merasa ketagihan akan setiap alur, suspends dan juga konflik yang dibangun. Tetapi yang perlu kita apresiasi adalah semangat Aziz Amri yang tak padam walau diterjang hujan dan badai untuk novel Selendang Merah Paguron ini hadir di tengah-tengah minim dan kurangnya buku yang berkualitas, apalagi jika ditarik dalam bidang enam kecakapan dasar literasi, serta masih minimnya kelahiran para penulis di Indonesia pada umumnya dan Banten pada khusunya.
Sebagai bentuk pembuktian, saya coba hadirkan bab perbab buku ini yang semua dapat kita tarik benang merahnya, Ada Rio Ferdin dan Buku Kardus, Sarah Hidea dan Senopati Akademi, Warrior Race in Banten 2027, Batu Merah Penawar Bisa, Tujuh Sumur Tersembunyi, Selendang Merah Paguron, Tujuh Keahlian dan Rahasia Hijau. Dominan judul pada setiap bab yang dipilih oleh Aziz menyimpan banyak pertanyaan dan juga ada nilai-nilai magis yang semuanya tidak bisa ditebak tanpa dibaca secara utuh isi novelnya. Jangan heran ketika pembaca membaca novel ini ruang imajinasi kita akan diajak melompat kian kemari antara fakta dan imajinasi. Antara buku bacaan yang kaya akan literasi dan juga penuh “nutrisi” Antara kejadian hari ini dan yang akan datang. Serta mempertanyakan apakah novel sejarah atau novel biasa pada umumnya. Tapi nampaknya Aziz mengabaikan itu semua. Apa pun sebutan novel yang ia tulis, sepenuhnya ketika karya ini lahir baginya pembaca dipersilahkan mengeluarkan tafsir – pikir yang ada dalam benaknya. Termasuk novel ini, masuk ke dalam bacaan buku literasi berkualitas atau tidak?.
Sekali lagi sudah disinggung di atas, bahwa sesungguhnya penulis tidak hendak menggurui para pembaca ketika novel Selendang Merah Paguron ada di tangan Anda. Tetapi jika dalam novel ini kemudian anda menemukan ilmu kebal, setting tempat bernuansa kerajaan, makam-makam para sultan yang dikeramatkan, sumur-sumur sakti. Maka itu bisa dipastikan Aziz ingin memperkenalkan kekhasan dan kearifan budaya Banten (local wisdom), juga nilai-nilai leluhurnya yang telah berhasil mengusir penjajah Belanda dan membangun kejayaan pada zamannya bernama Banten.
Di sisi yang lain Aziz tidak hanya memperkenalkan Banten dimasa kejayaan dulu lewat novel Selendang Merah Paguron ini. Ada tanggungjawab besar pada karyanya yang juga ingin memperkenalkan Banten pada dunia. Lewat Senopati Akademi yang masuk dalam bagian cerita dalam novel ini, ia pun menyebut; Benteng Speelwijk, Negeri di Atas Awan, Kaibon, Pantai Anyer, Surosowan, Curug Putri, Banten Girang dan Saba Baduy. Itu artinya ia mencoba memperkenalkan tempat-tempat yang memiliki sejarah tinggi, tempat wisata dan juga acara-acara adat yang masih lekat dan dapat dinikmati oleh orang luar untuk menyaksikan suguhan budaya Banten.
Pada akhirnya saya mengucapkan selamat atas lahirnya novel Selendang Merah Paguron. Sudah pasti anda merasa penasaran tentang perjalanan Rio bersama teman-temannya dalam rangka menyibak tabir gelap cincin peninggalan Kesultanan Banten yang dipegang Rio selama ini. Sehingga ia harus mendatangi tujuh sumur tersembunyi dan mencari lencana emas serta siapa-siapa sesungguhnya orang-orang yang memiliki tujuh keahlian dalam novel bersetting Banten ini. Bahkan kita juga patut bertanya, keahlian apa yang dimaksud dalam novel ini?. Ingat! Karena sejak awal Aziz Amri selaku penulis novel ini memasukan tokoh-tokoh perempuan yang selalu menemaninya dalam petualangannya di Banten, seperti; Fany dan Ayu. Layaknya sebagai manusia normal, apakah ia tak memiliki rasa cinta, cemburu dan dendam. Semua itu akan terjawab jika anda membaca utuh ini.
Biodata Penulis: Rahmat, M.Pd memiliki nama pena Rahmat Heldy HS, ia pernah menjadi Instruktur Literasi Nasional, Anggota ICMI Orwil Banten bidang literasi, dan saat ini mashi menjabat sebagai Duta Baca Banten & Direktur Sekolah Menulis Banten. Karya-karyanya tersebar di berbagai media lokal dan nasional juga tulisannya terangkum dalam 56 buku baik karya pribadi maupun antologi. Kesibukannya selain menjadi dosen dan guru. Ia juga sering menjadi narasumber baik local maupun nasional. Sesekali internasional. Selain menjadi penulis ia pun menjadi conten creator di 4 channel youtubenya dan juga 1 Fanspage Facebooknya yang semuanya sudah termonetisasi. Penulis bisa dihubungi melalui email: rahmatpenulis34@gamil.com