Budaya Tutur dan Kebiasaan Membaca

Sumber Gambar :

Oleh Asep Awaludin*

Sejak dahulu kala, kebudayaan yang berkembang di masyarakat diantaranya budaya tutur atau budaya lisan memegang peran yang penting dalam kehidupan sosial sehari-hari. Dimana bentuk budaya tutur ini antara lain berupa bahasa rakyat, cerita rakyat, puisi rakyat, teka-teki rakyat, nyanyian rakyat dan lain-lain. Dari bentuk-bentuk tradisi tersebut mengandung filosofi yang amat luhur, etika, karakter dan ajaran lainnya yang mengajarkan tentang kebaikan.

Budaya tutur semacam ini dimaksudkan untuk membentuk karakter generasi selanjutnya. Dimana karakter identik dengan kepribadian atau akhlak. Kepribadian merupakan ciri, karakteristik atau sifat khas dari seseorang yang bersumber dari bentukan-bentukan yang diterima dari lingkungan, misalnya keluarga pada masa kecil dan bawaan sejak lahir, atau karakter dapat dibentuk dan diupayakan sehingga pendidikan karakter menjadi bermakna untuk membawa manusia dapat berkarakter baik.

Budaya tutur merupakan bagian dari foklor (folklore). Dimana foklor secara etimologi menurut Alan Dundes yang dikutip Robert Sibarani dalam Endraswara, terdiri dari kata dasar folk dan lore. Folk adalah sekelompok orang yang memiliki ciri-ciri pengenal fisik, sosial, dan budaya sehingga dapat dibedakan dari kelompok-kelompok lainnya. Ciri-ciri itu antara lain berupa warna kulit, bentuk rambut yang sama, mata pencaharian yang sama, bahasa yang sama, taraf pendidikan yang sama, dan agama atau kepercayaan yang sama. Sedangkan kata lore diartikan sebagai kebudayaan yang diwariskan secara lisan atau melalui contoh yang disertai gerak isyarat atau alat pembantu pengingat. Dan yang lebih penting lagi adalah bahwa mereka telah memiliki suatu tradisi, yakni kebiasaan yang telah mereka warisi secara turun temurun, sedikitnya dua generasi, yang dapat mereka akui sebagai milik bersama mereka. Disamping itu mereka sadar akan identitas kelompok mereka sendiri.

Fungsi-fungsi folklor begitu tingginya seperti menurut Bascom, dalam Endraswara mengemukakan fungsi folklor diantaranya adalah sebagai sistem proyeksi, yakni sebagai alat pencermin angan-angan suatu kolektif, sebagai alat pengesahan pranata-pranata dan lembaga-lembaga kebudayaan, sebagai alat pendidikan, sebagai alat pemaksa dan  dan pengawas agar norma-norma masyarakat akan selalu dipatuhi oleh anggota kolektifnya, untuk mempertebal  perasaan solidaritas kolektif, sebagai alat pembenaran suatu masyarakat, memberikan arahan kepada masyarakat agar dapat mencela orang lain, sebagai alat memprotes ketidakadilan, dan sebagai alat yang menyenangkan dan memberi hiburan.

Budaya tutur atau budaya lisan, pada perkembangaan selanjutnya lebih di dominasi penyampaiannya dengan mendongeng. Dimana mendongeng adalah bertutur dengan intonasi yang jelas, menceritakan sesuatu hal yang berkesan, menarik, punya nilai-nilai serta punya tujuan khusus. Menurut Kak Kusumo sebagaimana dikutip Muhammad Abdul Latif menjelaskan bahwa kegiatan mendongeng sebenarnya tidak sekedar bersifat hiburan belaka, melainkan memiliki tujuan yang lebih luhur, yakni pengenalan alam lingkungan, budi pekerti dan mendorong anak berperilaku positif.

 

Kebiasaan Membaca

Sejalan dengan perubahan dan perkembangan zaman, budaya tutur atau budaya lisan semacam ini sudah mulai ditinggalkan, sehingga penyampaian nilai-nilai luhur yang berlaku di masyarakat sudah mulai ditinggalkan. Nyoman Kutha Ratna menilai bahwa anak-anak kita lebih senang dengan dunianya saat ini, yaitu game online, gadget, dan lain sebagainya. Karena karya sastra (termasuk sastra lisan) bukan semata-mata kualitas otonom atau dokumen sosial, melainkan sebagai bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat, karya yang memiliki kapasitas untuk mengevokasi energi-energi yang stagnasi.

Fenomena yang terjadi seperti ini harus diantisipasi dan dicari jalan keluar agar tradisi yang dulu pernah ada tidak hilang di telan masa. Peran Pemerintah di bidang pendidikan tentunya harus mendukung program pelestarian nilai-nilai budaya tradisional, misalnya dengan memasukannya dalam kurikulum pendidikan secara berjenjang. Kemudian dilingkungan keluarga, peran orang tua dibutuhkan untuk terus menanamkan nilai luhur yang diwariskan secara turun temurun tersebut memberi pengetahuan tentang kejadian-kejadian masa lalu.

Peran guru di sekolah sangat penting yaitu dengan memberikan arahan dan tugas dengan misalnya membuat sinopsis dari cerita-cerita yang ada, terutama cerita rakyat atau dongeng yang berhubungan dengan daerah setempat. Dengan adanya tugas membuat sinopsis atau rangkuman dari cerita atau dongeng, tentu siswa tersebut harus membaca buku tersebut terlebih dahulu, dan jika menginginkan cerita yang lebih lengkap tentu dia memerlukan buku lain sebagai bahan referensi tambahan. Dari hasil membaca, menelaah kemudian membuat sinopsis dari cerita yang dibaca, akan memberikan beberapa manfaat bagi dirinya, antara lain : merangsang kekuatan berfikir karena dongeng berisi pesan moral, harapan, cinta dan cita-cita, sehingga dapat mengasah daya pikir dan imajinasi. Dongeng sebagai media  bunyian, menumbuhkan minat baca dan menumbuhkan rasa empati.

Ditambahkan pula  menurut Hollowel yang dikutip Muhammad Abdul Latif mengatakan bahwa manfaat-manfaat positif dongeng untuk anak antara lain adalah mengembangkan imajinasi dan memberikan pengalaman emosional yang mendalam, memuaskan kebutuhan ekspesi, menanamkan pendidikan moral tanpa harus menggurui, menumbuhkan rasa humor yang sehat, mempersiapkan apresiasi sastra, dan memperluas cakrawal khayalan anak.

Untuk memahami cerita atau tradisi yang telah ada dan berlaku di masyarakat, tentu saja kita harus membaca dari literatur-literatur yang ada. Kebiasaan membaca seseorang tidak dapat tumbuh begitu saja secara instan, tetapi melalui proses yang panjang dan tahapan perubahan yang muncul secara teratur dan berkesinambungan. Seseorang yang memiliki minat baca dalam dirinya akan memiliki gairah atau kecenderungan untuk melihat serta memahami isi dari apa yang ditulis, baik dengan dilafalkan atau mengeja apa yang ditulis atau hanya dalam hati. Disertai dengan perasaan senang karena merasa ada kepentingan terhadap hal tersebut. Oleh karenanya minat baca sangat penting bagi perkembangan seseorang.

Perhatian atau kesukaan untuk membaca perlu di pupuk, dibina, diarahkan dan dikembangkan dari sejak dini mulai dari masa bayi dan prasekolah (0-5 tahun), masa anak sekolah (6-12 tahun), masa remaja (13-18 tahun) sampai masa dewasa yang melibatkan peranan orang tua, sekolah dan masyarakat. Hal ini perlu mendapat perhatian mengingat membaca merupakan keterampilan dasar untuk belajar menambah ilmu pengetahuan melalui buku pelajaran maupun buku-buku ilmu pengetahun. Disamping itu untuk memperoleh kesenangan dengan mengisi waktu luang dengan membaca buku-buku novel bermutu, mengikuti berita dengan membaca majalah, surat kabar, dan lain-lain.

Manfaat membaca dapat berpengaruh bagi pengembangan pribadi dan masyarakat. Secara pribadi manfaatnya antara lain untuk mendalami sesuatu masalah dengan mempelajari sesuatu persoalan hingga dapat menambah pengetahuan yang berhubungan dengan peningkatan kemapuan dan pengetahuan. Sementara manfaat bagi pengembangan masyarakat antara lain untuk meningkatkan pengetahuan dan kecerdasan masyarakat sehingga mempunyai kemampuan yang lebih besar untuk pengembangan diri, menumbuhkan sikap kritis dalam menyikapi persoalan-persoalan yang berkembang di masyarakat,  dan sebagai media penyampaian gagasan-gagasan baru yang berguna untuk meningkatkan perkembangan masyarakat.

Upaya pengembangan minat baca tidak hanya konsep yang dibutuhkan, tetapi upaya nyata dari berbagai pihak tentu diperlukan. Penyediaan sarana prasarana membaca harus tersedia dimana-mana yang didukung oleh pengelola yang memiliki spirit pengabdian dan di dukung pula dengan dana yang memadai.  Lembaga perpustakaan baik yang dikelola Pemerintah maupun non pemerintah harus mampu menyediakan bahan informasi yang relatif memenuhi kebutuhan masyarakat, memikat dan tidak membosankan. Disamping itu, pihak-pihak yang terlibat yang terdiri dari pemerintah, kalangan swasta, pustakawan, dunia pendidikan,  orang tua, pecinta buku maupun elemen masyarakat  mau duduk bersama-sama satu meja dan sama-sama berusaha untuk saling melengkapi dari apa yang kurang dan berusaha semaksimal mungkin untuk mencapai tujuan bersama yaitu mencerdaskan masyarakat melalui  pemasyarakatan perpustakaan. Dengan demikian, bahwa hakekat pembinaan minat baca merupakan serangkaian kegiatan yang bertujuan memberikan dorongan kepada masyarakat untuk meningkatkan minat dan kebiasaan membaca, sehingga akan merubah pola fikir dan menambah wawasan. 

  • Pemustaka

Referensi :

   1. Muhammad Abdul Latif. 2014. Mendongeng mudah & menyenangkan : aplikasi penerapan dalam mendukung pembelajaran. Jakarta : Luxima.

     2. Nyoman Kutha Ratna. 2013. Paradigma Sosiologi Sastra. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

     3. Suwardi Endraswara (ed). 2013. Folklor Nusantara : hakikat, bentuk, dan fungsi. Yogyakarta :  Ombak.


Share this Post