Membangun Persepsi Membaca Pada Anak
Sumber Gambar :Oleh Ai Bida Adidah*
Pendahuluan
Persepsi adalah proses seseorang memahami atau memberikan makna terhadap suatu informasi atau stimulus yang diterima melalui panca indra. Secara sederhana, persepsi adalah cara seseorang menanggapi atau mengartikan sesuatu yang dilihat, didengar, dirasakan, dicium, atau dikecap.
Persepsi bukan hanya sekedar menerima informasi mentah dari panca indra. Ini merupakan proses kognitif yang melibatkan seleksi, organisasi, dan interpretasi informasi untuk menciptakan pengalaman yang bermakna. Persepsi dipengaruhi oleh faktor internal individu, seperti pengalaman masa lalu, keyakinan, dan kebutuhan, dan faktor eksternal seperti karakteristik stimulus itu sendiri.
Persepsi memiliki dampak besar pada perilaku seseorang karena mempengaruhi bagaiman seseorang bereaksi terhadap situasui dan orang lain. Misalnya, dua orang melihat lukisan yang sama, mungkin persepsi mereka akan berbeda, yang satu merasa lukisan itu indah dan bermakna, sementara yang lain merasa biasa saja. Perbedaan ini disebabkan oleh perbedaan persepsi terhadap lukisan tersebut.
Pada aspek psikologi, persepsi dipelajari untuk memahami bagaimana manusia berfikir, merasa dan berperilaku. Sementara dalam ilmu komunikasi, persepsi adalah untuk mempengaruhi bahgaimaana pesan diterima dan dipahami.
Pengembangan Persepsi Membaca
Kaitan membangun persepsi dalam membaca adalah kegiatan membaca yang memberdayakan bukanlah sekedar membaca huruf-huruf yang tercetak di buku, Koran atau bentuk publikasi lain seperti bulletin atau papan pengumuman. Membaca yang memberdayakan adalah membaca yang menghasilkan dalam bentuk mencerna dan setelahnya dilanjutkan dengan kegiatan “mengikat makna”, yaitu menuliskan hasil-hasil yang diperoleh dari kegiatan membaca.
Membaca seperti ini adalah membaca yang serupa dengan memakan makanan yang bergizi dimana usai memakan makanan tersebut, si pelahap selain merasa kenyang, juga mendapatkan gizi yang tinggi.(Hernowo:2008)
Kegiatan membaca dianggap sebagai kegiatan yang melelahkan dan sangat berat. Kegiatan membaca memang melibatkan banyak aspek, yaitu berfikir (to think), merasakan (to feel), dan juga bertindak melaksanakan hal-hal yang bermanfaat sebagaimana yang dianjurkan sebuah buku (to act). Namun bukankah kita memetik manfaat yang banyak dalam membaca buku? (Hernowo : 2015)
Membaca sebagai salah satu kegiatan literasi, semisal dalam dunia akademik dan dunia sosial, literasi telah berkembang menjadi kosakata kunci yang dipercaya sebagai kata kunci dan alat (tools) untuk meningkatkan kapasitas dan kemampuan sesorang dalam menghadapi perubahan. (Dadang S. Anshori: 2021).
Secara sederhana literasi diartikan sebagai proses mencerna informasi melalui aktivitas membaca dan menulis. Dari pengertian tersebut mengandung dua bentuk relasi dengan teks yaitu mengonsumsi (membaca persepsi) dan memproduksi (menulis).
Pada pengertian lebih umum dari literasi adalah interaksi individu dengan teks. Literasi dipahami sebagi aksi, sedangkan teks adalah muara dari aksi literasi. Untuk memahami dan mendalami makna yang terjkandung pada teks, pembaca harus melakukan aksi literasi yaitu membaca. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa literasi merupakan pelembagaan dari budaya interaksi manusia dengan teks, sementara pada teks hadir berbagai informasi dan maksud yang ditransformasikan penuturnya.
Dapat dipertegas bahwa literasi adalah pengembangan dalam segala bentuk yang memungkinkan seseorang untuk memahami bagaimana bahasa bekerja dalam konteks sosial yang berbeda dan kritis menilai penulisan opini, dugaan, dan makna serta membantu seseorang untuk membuat pilihan bahasa yang semakin beragam pada teks yang mereka hasilkan sendiri, sehingga menjadi pribadi yang peka sosial budaya. Dengan demikian literasi merangkul sekumpulan keterampilan, upaya penerapan, dipraktikan, diadakan, proses pembelajaran, serta teks yang dihasilkan. (Chandra : 2023)
Terkait dengan persepsi membaca atau cara memahami bahan informasi akan berdampak pada literasi kritis (critical literacy), istilah yang menggambarkan kegiatan literasi yang mencakup argumentasi kritis. Literasi kritis tidak terbatas pada interaksi orang dengan teks (media), tetapi mempertanyakan keberadaan media, baik bentuk maupun isinya. Kritis diwujudkan dalam bentuk sikap bertanya dan refleksi terhadap isi bacaan secara menyeluruh termasuk bentuk, modalitas, perangkat komunikasi, dan biasanya pendekatan literasi kritis juga dilakukan dalam bentuk analisis retorika terhadap kerangka serta argumentasi antara pembaca dan penulis teks dengan menggunakan semua perangkat komunikasi secara multiliterasi. (Dadang S. Anshori: 2021)
Peran Guru dan Orang Tua
Pada lingkungan sekolah, peranan guru sebagai motivator, dinamisator dan lain sebagainya menjadi sangat penting dalam dunia pendidikan. Karena dari seorang guru menghapakan muridnya memperoleh ilmu pengetahuan, terlebih bagi kelangsungan hidup ditengah-tengah lintasan kemajuan dan perkembangan teknologi yang makin canggih dengan segala perubahan serta pergeseran nilai yang cenderung memberikan nuansa kepada kehidupan yang menuntut ilmu dan seni dalam kadar dinamika untuk mengadaptasikan diri.
Guru harus bisa menuntun anak didiknya dalam mengelola informasi yang diterima melalui berbagai media. Guru juga harus mampu mengimbangi berbagai format informasi yang tersedia serta menumbuhkan minat baca anak didiknya. Untuk menumbuhkembangkan serta meningkatkan minat baca anak, guru harus menjalankan perannya sebagai pelatih, konselor, manajer pembelajaran, partisipan, pemimpin, pembelajar dan pengarang. (Meity H. Idris : 2014).
Sementara pada lingkungan keluarga, orang tua yang demokratis dan penuh kehangatan bisa mengarahkan anak-anak mereka pada kegiatan yang berorientasi pada pendidikan, suka menantang anak untuk berfikir, dan suka mendorong anak untuk mandiri merupakan orang tua yang memiliki sikap yang dibutuhkan anak sebagai persiapan yang baik untuk masa depan. Kondisi rumah juga berpengaruh pada sikap anak terhadap buku dan membaca. Orang tua yang memiliki kebiasaan membaca dan senang membacakan cerita pada anak-anaknya, umumnya menghasilkan anak yang senang membaca pula.
Beberapa langkah yang bisa diterapkan dalam rangka membangun persepsi membaca pada anak yang belum mampu membaca sendiri, maka orang tua atau guru hendaknya membacakan buku atau menceritakan isi buku baik dengan bahasa buku sendiri atau menggunakan bahasa pencerita. Selama membacakan cerita, lakukan dialog berupa pertanyaan atau anak diberi kesempatan bertanya. Situasi ini akan mendorong rasa ingin tahu anak dan mengembangkan imajinasinya.
Selain itu, para orang tua atau guru hendaknya memberi kesempatan pada anak untuk membeli buku atau memilih buku di perpustakaan berdasarkan minatnya. Kemudian menanyakan minat anak tentang topik buku yang ingin dibaca dan membantu untuk mencari tema buku yang dikehendaki. sementara itu anak diarahkan pada topik-topik yang memenuhi kebutuhan rasa ingin tahu, meningkatkan perkembangan bahasa, kognisi, dan sosial emosional.
Ketercukupan memiliki waktu yang luang untuk membaca setiap hari yang dilakukan oleh orang tua dan guru, keadaan ini memberikan kesan pada anak bahwa membaca merupakan kegiatan penting dalam kehidupan sehari-hari. Pada anak yang belum mampu membaca, berikan waktu yang luang, sehingga mereka dapat mengamati buku dengan perlahan. Pada anak yang baru belajar membaca, Hal ini akan mendorong untuk meningkatkan keterampilan yag baru tersebut. Dan pada anak yang sudah mampu membaca dan memiliki jadwal kegiatan yang penuh, maka para orang tua atau guru membantu untuk mengatur kegiatan tersebut dan memberikan waktu untuk membaca sambil istirahat dengan buku yang mudah dipahami.
Pada lembaga pendidikan, di sekolah misalnya, harus mengaktifkan perpustakaan sekolah, dan ini merupakan cara yang paling efektif yaitu dengan cara mendorong anak meminjam buku dari perpustakaan sesuai minat, sementara guru selalu meminta anak untuk mengungkapkan mengenai apa yang sudah dibacanya. Dengan demikian sekolah mengupayakan pengelolaan perpustakaan sekolah yang memenuhi kebutuhan informasi peserta didik.
Keterampilan Berbahasa
Perkembangan bahasa pada anak menyangkut empat komponen yaitu kemampuan berbicara, keterampilan menulis, kemampuan membaca, dan keterampilan menyimak. Semua komponen tersebut memiliki keterkaitan satu sama lainnya. Untuk melatih keterampilan menyimak misalnya, orang tua dapat menggunakan metode simak-dengar dengan memberikan cerita-cerita yag disukai anak. Penceritaan langsung tanpa menggunakan buku sekali-kali perlu dilakukan untuk perubahan suasana. Bercerita langsung dengan kata-kata sendiri yang sangat dimengerti anak akan memberi efek yang lebih pada penceritaannya. Kegiatan bercerita ini sebaiknya dilakukan dengan menggunakan bahasa ibu. Keterampilan menyimak akan berdampak pada keterampilan berbicara.
Stimulus yag diberikan oleh orang tua berupa bahan bacaan yang dapat disimak bagi anak bisa di respons dengan metode ulang-ucap. Pada kegiatan ini anak diarahkan untuk menceritakan kembali apa yang sudah dibacanya, sementara orang tua bertindak sebagai pendengar yang baik. Biarkan anak bercerita dengan gaya berceritanya sendiri menurut pemahamannya.
Seiring dengan perkembangnnya, anak akan mencari dan menemukan wahana lain yang akan membuka peluang lebih untuk mengekspresikan keterampilan yang telah diperoleh. Perkenalkanlan buku atau bacaan sedini mungkin kepada anak. Mengenal dunia baru lewat bacaan yang ada akan menjadi keasyikan tersendiri pada anak.
*Peminat Masalah Sosial
Daftar Referensi
- 1. Chandra dan Taufina. 2023. Literasi Membaca di Sekolah Dasar. Depok: Rajawali Pers.
- 2. Dadang S. Anshori dan Vismaia Sabariah Damaianti. 2021. Literasi dan Pendidikan Literasi. Bandung : Simbiosa Rekatama Media.
- 3. Hernowo. 2015. Quantum Reading. Bandung : Kaifa
- 4. Hernowo. 2008. Membacalah Agar Dirimu Mulia : pesan dari langit. Bandung : Mizan Learning Center.
- 5. Meity H. Idris dan Izul Ramdani. 2014. Menumbuhkan Minat Membaca Pada Anak Usia Dini. Jakarta : Luxima.