Menumbuhkan Kebiasaan Membaca di Sekolah

Sumber Gambar :

Oleh : Ginanjar Hambali*

“Habis gelap terbitlah terang, karena dan berkat literasi dan keliterasian”, begitu tulis Maman Suherman Penulis dan Pegiat Literasi, untuk pengantar buku Literasi Kunci Negara Produsen karya Muhammad Syarif Bando, diterbitkan Perpusnas Press tahun 2023. Kemajuan suatu negara seperti Singapura, Korea Selatan, Jepang, dan China, terkait erat dengan budaya literasi mereka. Indonesia masih berusaha keras mengejar kemajuan, sebanding budaya literasi warganya.

Literasi memang tidak terbatas pada kemampuan membaca dan menulis, karena Literasi adalah kedalaman pengetahuan seseorang terhadap subjek ilmu pengetahun tertentu, yang dapat diimplementasikan dengan inovasi dan kreativitas untuk kehidupan yang lebih baik (Muhammad Syarif Bando; 2023).

Perpustakaan Nasional RI, membagi tingkatan literasi menjadi lima; membaca, menulis, berhitung dan pembentukan karakter yang harus dikuasai oleh peserta didik tingkat sekolah dasar, akses terhadap bahan bacaan tingkat sekolah menengah pertama, memahami yang tersurat dan tersirat tingkat sekolah menengah atas, inovasi dan kreativitas dan menjadi produsen melalui literasi tingkat perguruan tinggi.

Membaca adalah pondasi literasi. Sekolah perlu mempromosikan kegiatan membaca sebagai strategi meningkatkan kemampuan literasi peserta didik. Membaca, berpikir, dan menulis seperti ditulis Muhammad Syarif Bando sangat diperlukan untuk menyelesaikan studi, melanjutkan studi, mempersiapkan diri untuk terjun ke dunia kerja, dan belajar sepanjang hayat ditengah-tengah masyarakat.

Sebagai guru di salah satu sekolah menengah atas, saya sering bertanya kepada murid, apakah memilih membaca atau mengisi aktivitas yang lain dikala waktu senggang? Beberapa peserta didik sudah memiliki kebiasaan membaca, namun, kebanyakan memilih menghabiskan waktu untuk menonton tiktok, bermain game, atau media sosial yang lain melalui ponsel pintar.

Membaca bagi sebagian peserta didik sudah menjadi aktivitas yang menghibur dan menyenangkan, namun sebagian besar menganggap sebagai beban. Sebagian peserta didik ditingkat SMA tidak merasa kesulitan memahami kandungan bahan bacaan, sayangnya masih banyak yang kesulitan memahami kandungan bahan bacaan yang tersurat dan tersirat.

Pendekatan Berbasis Aset

Menyelesaikan masalah rendahnya kebiasaan membaca harus menjadi komitmen bersama. Pendekatan aset sepertinya patut dicoba dibanding terus-terusan membicarakan permasalahan atau tantangan yang dihadapi. Memecahkan masalah dengan model pendekatan aset, yaitu sebuah konsep yang dikembangkan Kathryn Cramer yang juga dikenal seorang psikolog, seperti dikutip dari modul Pendidikan Guru Penggerak.

Pendekatan berbasis aset salah satu upaya menyelesaikan masalah dengan menemukenali dan memusatkan pada apa yang sudah berjalan dengan baik, yang menjadi inspirasi yang menjadi kekuatan atau pun potensi positif. Green & Haines (2010), menjelaskan perbedaan pendekatan berbasis masalah atau kekurangan dengan pendekatan berbasis aset.

Pendekatan berbasis kekurangan fokus pada masalah isu, sementara berbasis aset fokus pada kelebihan. Berkutat pada masalah utama sementara berbasis aset membayangkan masa depan. Berbasis masalah cenderung mengidentifikasi kekurangan, sementara pendekatan berbasis aset berpikir tentang kesuksesan yang telah diraih dan kekuatan untuk mencapainya.

Berbasis masalah cenderung mencari bantuan pihak lain, pendekatan berbasis aset mengorganisasikan kompetensi dan sumber daya yang dimiliki. Merancang proyek untuk menyelesaikan masalah, sementara berbasis aset merancang rencana berdasarkan visi dan kekuatan. Dikerjakan oleh kelompok, berbasis aset melaksanakan rencana aksi yang sudah direncanakan secara bersama-sama.

Pemanfaatan sumber daya dalam menumbuhkan minat baca peserta didik dapat dilakukan dengan memanfaatkan aset yang dimiliki sekolah. Tujuh sumber daya sekolah yang bisa dimanfaatkan, yaitu; Modal Manusia, Modal Sosial, Modal Politik, Modal Agama dan Budaya, Modal Fisik, Modal Lingkungan, dan Modal Finansial (Green & Haines; 2010 dalam Modul Pendidikan Guru Penggerak).

Pertama, Modal Manusia ; guru, murid, petugas perpustakaan, penggiat literasi yang ada di lingkungan sekolah. Sekolah dapat mengidentifikasi kekuatan guru, murid, petugas perpustakaan, warga sekolah, penggiat literasi yang ada di sekitar sekolah, dan orang tua peserta didik, dalam mendukung upaya menumbuhkan minat baca.

Kegiatan yang sudah dan sedang dilakukan oleh guru dalam upaya menumbuhkan kebiasaan membaca murid bisa menjadi contoh untuk dikembangkan, guru berbagi prraktek baik dengan guru yang lain dalam mengembangkan literasi peserta didik baik melalui integrasi dalam pembelajaran di kelas maupun kegiatan di luar kelas.

Petugas perpustakaan sekolah yang siap melayani peserta didik, praktek yang sudah dilakukan murid baik yang diinisisai oleh sekolah maupun secara mandiri yang menunjukan kebiasaan membaca patut disebarkan, mengundang penggiat literasi yang ada di lingkungan sekolah untuk berbagi bagaimana peran mereka mengenalkan dan menumbuhkan kebiasaan membaca.

Guru dan peserta didik berkunjung pada komunitas literasi yang ada di lingkungan sekolah, belajar bagaimana mengembangkan komunitas literasi. Mengundang orang tua, untuk berbagi praktek baik, bagaimana dukungan mereka untuk mendorong anak-anak membaca.

Kedua, Modal Sosial ; berkaitan dengan norma dan aturan yang ada ditengah-tengah masyarakat. Bagaimana budaya gotong-royong, kepercayaan, saling bermimpi untuk masa depan yang lebih baik, dan serta pola perilaku yang ada ditengah-tengah masyarakat dapat dikembangkan, untuk membantu mengembangkan kebiasaan membaca.

Pada dasarnya, masyarakat percaya bahwa mendorong kebiasaan membaca bertujuan agar anak-anak mereka mempunyai kehidupan yang lebih baik di masa yang akan datang. Perilaku membaca pada sebagian kecil orang tua, dapat menjadi contoh untuk mengembangkan kebiasaan membaca di tingkat keluarga, dibanding mengeluhkan kebiasaan membaca yang lemah ditengah-tengah banyak keluarga.

Ketiga, Modal Politik ; ada begitu banyak kebijakan-kebijakan pemerintah yang bertujuan meningkatkan literasi peserta didik. Selain pemerintah, Kepala Sekolah dengan kewenangaannya dapat mengeluarkan kebijakan seperti; meminta guru untuk lebih mengintegrasikan pembelajaran dengan aktivitas literasi, guru dan peserta didik membaca buku; satu bulan satu buku.

Mewajibkan guru dan peserta didik, memanfaatkan keberadaan perpustakaan sekolah. Menambah koleksi buku perpustakaan. Kebijakan yang diambil oleh Kepala Sekolah dalam upaya meningkatkan literasi, melibatkan warga sekolah secara demokratis.

Keempat, Modal Agama Dan Budaya ; bagaimana literasi berkait erat dengan ajaran keagamaan, seperti kewajiban untuk membaca atau iqro. Bagaimana nilai dan tradisi ditengah-tengah masyarakat juga tidak lepas dari bahan bacaan. Bagaimana bisa menghapal doa-doa, kalau tidak ditunjang oleh kebiasaan membaca.

Membaca harus menjadi kebiasaan, sehingga semua menyadari betapa pentingnya kebiasaan membaca di lingkungan sekolah. Meningkatkan jumlah peserta didik dan guru yang membaca. Membuat komunitas dan kegiatan membaca di sekolah. Membuat kegiatan yang mendukung kunjungan peserta didik ke perpustakaan. Meramaikan sekolah dengan aktivitas literasi.

Kelima, Modal Fisik ; berkaitan erat dengan tempat dan jaringan. Tempat seperti bangunan perpustakaan yang bisa dijadikan ruang yang nyaman untuk aktivitas membaca dan menulis. Lorong-lorong sekolah sebagai pojok baca. Pojok baca yang sudah ada dievaluasi keberadaannya, bagaimana meningkatkan keberadaan dan kebermanfaatan pojok baca. Buku-buku yang ada terus tingkatkan jumlahnya, dengan melibatkan peserta didik terutama keinginan mereka atas buku-buku yang bermanfaat dan mereka senangi.

Pemanfaatan jaringan internet, komputer, dan ponsel pintar dalam menunjang aktivitas membaca harus terus ditingkatan. Perangkat teknologi ini menjadi bagaian yang tidak terpisahkan dari peserta didik. Melalui komputer dan ponsel pintar yang mereka pegang, peserta didik dapat membuka perpustakaan daring.

Keenam, Modal Lingkungan Alam ; berkaitan dengan ruang atau lingkungan yang ada di sekolah. Membuat lingkungan yang nyaman untuk aktivitas membaca dan juga menulis. Merekayasa bahan-bahan yang bersumber dari alam sekitar ,dan atau sumber bahan baku yang dimiliki sekolah, dikembangkan bersama peserta didik dalam membuat kreativitas mendukung aktivitas membaca yang menarik.

  Ketujuh, Dukungan Finansial ; semua kegiatan yang dilakukan oleh sekolah, tidak terlepas dari dukungan Finansial. Sekolah dapat memanfaatkan alokasi anggaran sekolah, mengajak kerjasama orang tua peserta didik, dan membuka dukungan dari pihak lain untuk setidaknya menyumbangkan bahan bacaan.

Penutup

Kita berharap membaca menjadi kebiasaan peserta didik, dan semakin membudaya di sekolah. Apalah artinya sekolah sebagai tempat belajar dan mempersiapkan Generasi Emas, tanpa pondasi literasi yang kokoh.

*Guru SMAN 7 Pandeglang


Share this Post