Resolusi Pendidikan Literasi 2022
Sumber Gambar :Resolusi
Pendidikan Literasi 2022
Oleh:
Mahbudin, S.Pd.I, M.Pd*
Seperti umumnya kebiasaan sebagian orang menjelang pergantian tahun, membuat resolusi tahun baru menjadi sebuah tradisi. Menuliskan resolusi tahun baru dianggap penting sebagai upaya untuk membuat hari esok menjadi lebih baik.
Resolusi tahun baru menurut Cambridge Dictionary
adalah sebuah janji terhadap diri sendiri untuk memulai melakukan sesuatu yang
baik atau menghentikan sesuatu yang buruk pada hari pertama tahun baru.
"A
promise that you make to yourself to start doing something good or stop doing
something bad on the fist day of the year."
Penulis menilai resolusi tahun baru juga penting
dilakukan oleh pegiat literasi sebagai refleksi hasil upaya tahun lalu dan
sebagai peta jalan tahun yang akan dijalani.
Tentu saja bagi pegiat literasi yang bernaung dalam
sebuah institusi, program kegiatan yang akan dilaksanakan pasti sudah termaktub
dalam program kerja setiap tahun. Meskipun demikian, membuat resolusi tahun
baru tetap penting dilakukan sebagai bagian dari evaluasi, penguatan dan
pengembangan program.
Tahun 2022 menjadi tahun yang penting bagi
pemerintah dan pemangku kebijakan pendidikan khususnya Indonesia, karena Program
Penilaian Siswa Internasional atau PISA (Programme for International Student
Asessment) akan dilaksanakan di tahun 2022.
Seharusnya hasil penilaian PISA sudah dapat
diketahui di akhir tahun 2021. Tapi karena pandemi Covid-19, negara-negara
peserta PISA yang tergabung dalam Organisasi Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan
(Organisation for Economic Co-operation dan Development, OECD)
memutuskan menangguhkan penilaian PISA tahun 2021 ke tahun 2022. PISA
diinisiasi oleh OECD pada tahun 1997 dengan tujuan untuk menilai kemahiran
siswa usia 15 tahun dalam bidang membaca, matematika, dan sains.
Temuan-temuan PISA dimanfaatkan oleh pemerintah dan
pembuat kebijakan di seluruh dunia untuk mengukur pengetahuan dan keterampilan
siswa di negara masing-masing dan membandingkannya dengan pengetahuan dan
keterampilan siswa di negara peserta PISA lainnya untuk dapat menetapkan tolok
ukur perbaikan kualitas di bidang penyediaan pendidikan dan hasil belajar,
serta memahami kekuatan dan kelemahan dari sistem pendidikan masing-masing. (Pendidikan
di Indonesia: Belajar dari Hasil PISA 2018, Balitbang Kemendikbud, 2018)
Asesmen Nasional yang baru saja selesai dilaksanakan
oleh pemerintah, merupakan tindaklanjut dari hasil temuan PISA 2018. Topik
tentang Asesmen Nasional dan kaitannya dengan literasi membaca dapat dilihat
dalam artikel penulis terdahulu: https://dpk.bantenprov.go.id/Layanan/topic/407
Dalam artikel edisi tahun baru ini, penulis akan
membuat catatan-catatan kecil tentang refleksi hasil penilaian PISA 2018 dan
resolusi pendidikan literasi tahun 2022.
Refleksi
hasil penilaian PISA 2018 dalam bidang membaca.
Dalam kurun waktu 18 tahun, Indonesia telah
mengikuti tes PISA sebanyak tujuh kali, yaitu pada tahun 2000, 2003, 2006,
2009, 2012, 2015, dan 2018. Pada tes PISA 2018, ada 78 negara yang tergabung
dalam OECD yang ikut ambil bagian.
Merujuk hasil Laporan Nasional PISA 2018 Balitbang
Kemendikbud, dari tiga kompetensi yang diuji PISA 2018, bidang membaca
merupakan bidang terlemah. Sementara sains adalah kompetensi paling kuat siswa
Indonesia.
Dalam tiga putaran terakhir penilaian PISA, nilai
rata-rata kemampuan membaca siswa Indonesia menurun dan mencapai angka terendah
pada tes PISA 2018, yaitu 371 poin atau sama dengan perolehan nilai rata-rata
PISA putaran pertama 18 tahun sebelumnya.
Nilai 371 ini lebih rendah dari nilai rata-rata
negara peserta PISA sebesar 486, atau terpaut 115 poin, juga lebih rendah dari
nilai rata-rata negara-negara ASEAN sebesar 413 atau terpaut 42 poin.
Hasil perolehan nilai rata-rata kemampuan membaca
siswa Indonesia pada tes PISA 2018 juga belum memenuhi tingkat kompetensi
minimum membaca PISA, yaitu tingkat 2 (dua) dari 6 (enam) tingkat kompetensi
PISA. Nilai rata-rata membaca 371 ini masih berada di tingkat 1a, dan
menempatkan Indonesia di peringkat ke 72 dari 78 negara peserta PISA 2018.
Melihat perolehan nilai tes PISA bidang kemampuan
membaca siswa Indonesia tahun 2018 ini cukup mengherankan. Ada indikasi
masifnya arus informasi saat itu belum mampu mendorong siswa kita untuk
terlatih membaca. Sumber bacaan yang tersebar dalam genggaman dan di lingkungan
sekitar ternyata tidak berkorelasi langsung terhadap peningkatan kemampuan
membaca. Tentu saja argumen ini perlu diperkuat dengan riset lebih jauh lagi. Satu
hal yang jelas, kemampuan membaca siswa Indonesia perlu mendapatkan perhatian
lebih serius lagi.
Resolusi Pendidikan Literasi 2022
Dari refleksi hasil penilaian PISA 2018 kita dapat
mengetahui bahwa membaca belum menjadi budaya siswa Indonesia. Oleh karena itu,
terutama institusi pendidikan dituntut untuk melaksanakan program pengembangan
budaya membaca lebih baik lagi. Undangan-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem
Pendidikan Nasional telah mengamanatkan bahwa "pendidikan diselenggarakan
dengan mengembangkan budaya membaca, ...” (Pasal 4 Ayat 5, Prinsip
Penyelenggaraan Pendidikan)
Mencipta para pembaca memang bukan perkara mudah,
tapi bukan berarti sulit untuk direalisasikan. Budaya membaca dapat terwujud melalui
proses pembiasaan. Pembiasaan yang dilakukan di rumah, di sekolah dan
lingkungan sekitar.
Membangun budaya membaca adalah tugas partisipatif
kolaboratif yang melibatkan banyak pihak: orang tua di rumah untuk
anak-anaknya, guru di sekolah untuk murid-muridnya, pustakawan di perpustakaan
untuk pemustakanya, dan pemerintah untuk semua rakyatnya. Mengutip opini Anggi
Adriansyah dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) yang dimuat di harian
Republika, 14 Desember 2021, bahwa tantangan untuk mewujudkan budaya membaca
memang bersifat struktural dan kultural. Struktural terkait upaya pemerintah
menyediakan akses pada bahan bacaan berkualitas dan perpustakaan, dan aspek kultural
terkait pembiasaan membaca sebagai bagian tak terpisahkan dari kehidupan
sehari-hari.
Karena kolaborasi adalan kunci, maka aspek
struktural dan kultural dalam membangun budaya membaca merupakan dua unsur
terpadu yang saling melengkapi dan tak dapat dipisahkan satu sama lain.
Dengan pembiasaan membaca ini, siswa diharapkan
memiliki kemampuan membaca dalam pengertian yang lebih luas. PISA mendefinisikan
literasi membaca sebagai kemampuan memahami, menggunakan, mengevaluasi,
merefleksikan berbagai jenis teks untuk mencapai tujuan, membangun pengetahuan
dan kompetensi untuk berpartisipasi secara penuh di masyarakat.
Mengawali hari di tahun 2022 ini, penulis mengajak
diri sendiri dan juga para pembaca semua untuk membuat paling tidak satu saja
resolusi pendidikan literasi, yaitu membiasakan membaca buku dan mengajak
orang-orang terdekat kita membaca buku setiap hari.
Ketersediaan bahan bacaan berkualitas selalu menjadi
kendala, tapi teknologi informasi dalam genggaman kita saat ini dapat menjadi
salah satu solusinya.
Berikut ini penulis rekomendasikan beberapa website
yang memuat buku-buku yang cukup bagus dan dapat diakses secara gratis serta dapat
dijadikan sebagai salah satu referensi dalam membangun pembiasaan membaca di
rumah, di sekolah, atau di lingkungan sekitar.
1. www.letsreadasia.org (berisi 7892 buku yang terbagi dalam 15
kategori dan tersedia dalam 17 pilihan bahasa, inggris, bahasa di Asia dan
bahasa daerah, seperti bahasa Sunda, Jawa, atau Bali.
2. www.literacycloud.org (berisi 491 buku
dan 117 buku video dengan banyak pilihan bahasa dan tersebar mulai dari level 1
(terendah) hingga level 6 (lanjutan).
3. www.budi.kemdikbud.go.id (berisi
buku-buku bacaan dalam bahasa Indonesia, bahasa daerah dan bahasa Inggris,
memuat banyak tema, dan tersedia dari tingkat PUAD sampai SMA dan Umum)
Penulis juga berharap para pemangku kebijakan
pendidikan dan pemerintah benar-benar merealisasikan amanat konstitusi untuk peningkatan
mutu pendidikan literasi.
Kecintaan pada membaca adalah proses kebudayaan.
Keluarga dan sekolah menjadi pondasi fundamental pembentukaan budaya membaca.
Tanpa sinergi keluarga, sekolah dan pemerintah yang saling mengisi peran, pembentukan
masyarakat berbudaya baca akan sulit terwujudkan.
***
*Penulis
adalah Kepala Perpustakaan MTsN 1 Pandeglang